SAAT di Masjid batin Hamzah tenang. Dapat berpikir jerinih sambil melihat ke atas langit-langit Masjid Raya Al-Mashun Medan yang dibangun saat masa pemerintahan Sultan Ma’moen
Kabut Tanah Tembakau (105)
ISTANA Maimun dan Masjid Raya Al Mashun, keduanya tidak dapat dipisahkan, sebab Masjid Raya Al Masun tadinya berada dalam komplek yang sama dengan Istana Maimun.
Kabut Tanah Tembakau (104)
HANDOYO nampak duduk bersila. Matanya terpejam. Hanya pikikirannya yang melayang. Lama-lama ia mendegar langkah yang kian mendekat. Bukan langkah kaki opsir yang kaku. Dua pasang
Kabut Tanah Tembakau (103)
DARI lembah terlihat pasukan Ruwondo konvoi dengan menunggang kuda di atas lereng bukit. Hentakan ratusan tapal kuda begitu keras. Menggetarkan lembah. Meski agak mirip dengan
Kabut Tanah Tembakau (102)
PERJALANAN rahasia di hutan bunian membuat Rakat dan Marlina kian dekat. Tak jarang keduanya terlibat diskusi dalam mengatur taktik strategi untuk bisa menembus hutan belantara
Kabut Tanah Tembakau (101)
HUTAN bentara di negeri bunian begitu lebat dan dingin. Sejauh mata memandang yang terlihat hutan dengan pohon yang besar dan rimbun. Bintang melata yang melintas
Kabut Tanah Tembakau (100)
HAMZAH tidak ingin terlalu lama terombang-ambing dan hanyut dibakar api asamara yang membara. Dirinya sudah begitu jauh hanyut dalam jeratan bayang-bayang Marlina. Terbelenggu dan sulit
Kabut Tanah Tembakau (99)
HAMZAH seperti layang-layang putus sejak kehilangan Marlina. Terombang ambang-ambing di bawa angin entah kemana. Ucapan Rabiah masih terngaing di telingga Hamzah. Kalimat yang polos dan
Kabut Tanah Tembakau (98)
SEJAK Marlina menghilang perasaan Hamzah tidak tenang. Hatinya gundah gulana. Belum pernah Hamzah merasakan begitu kehilangan seperti sekarang ini. rasan kehilangann persis ketika kedua orang
Kabut Tanah Tembakau (97)
KAPAN waktunya untuk membebaskan Marlina masih belum bisa diputuskan. Dalam mengambil keputusan harus tepat. Kalau tidak matang, maka kegagalan akan memanti. Kalau itu terjadi maka
Kabut Tanah Tembakau (96)
MALAM itu, ketika Sarni dan bayinya serta Tugimin tertidur pulas di gubunk di tepi hutan pasukan Ruwondo datang untuk membawa Sarni ke alam bunian. Karena
Kabut Tanah Tembakau (95)
PERLAHAN Handoyo membuka matanya. Rakat terus memperhatikan Handoyo dengan penuh kecemasan. Dengan pelan Handoyo memutar badannya. Setelah jelas melihat wajah Handoyo, barulah Ralat menarik nafas
Kabut Tanah Tembakau (94)
PENJARA yang terdapat di dalam gua ini digunakan untuk tahanan politik dan penjahat kelas kakap. Gelap dan memiliki banyak lorong. Jarak ruang sel tahanan begitu
Kabut Tanah Tembakau (93)
MALAM berkabut di negeri orang bunian. Puncak tebing yang rimbun miliki keindahan yang tiada tanding. Bukit yang curam tersebut yang memiliki kemiringan 90 derajat. Dihiasi
Kabut Tanah Tembakau (92)
MATA Hamzah menatap tajam kepada Roy yang duduk di jok belakang. Roy seperti akan diterkam harimau rasanya. Wajah Hamzah yang biasanya teduh, di depan Roy
Kabut Tanah Tembakau (91)
KINI Hamzah telah dihadang empat preman dan langsung mengelilinginya. Hamzah terlihat santai dan tidak gugup. Keempatnya mengeluarkan kelewang dari balik jaketnya. Hamzah hanya senyum tipis.
Kabut Tanah Tembakau (90)
MALAM belum terlalu larut. Hamzah membawa mobil dengan santainya. Pikiranya masih membayangkan Marlina ada di sampingnya. Tiba jalan sepi sebuah Mobil Jeep Wrangler memepet mobil
Kabut Tanah Tembakau (89)
SEPANJANG hari Hamzah memikirkan Marlina. Perasaan Hamzah gundah gulana sejak Marlina pergi entah kemana. Tidak tahu berbuat apa. Apa yang dikerjakannya semuanya serba salah. Hamzah
Kabut Tanah Tembakau (88)
ROY meminta Anton agar mengintrograsi Hamzah untuk memastikan dimana Marlina berada. Roy menduga mustahil Hamzah tidak tahu keberadaan Marlina. Roy menduga Hamzah telah membunuh Marlina
Kabut Tanah Tembakau (87)
BATIN Marlina ingin berontak. Tapi ia tak kuasa melakukan itu. Marlina tak sudi ia disamakan dan siapapun. Walau dengan bidadari sekalipun. Bagi Marlina itu adalah
Kabut Tanah Tembakau (86)
MARLINA tetap tenang saat bertemu dengan Ruwondo di taman. Merlina sengaja tidak menatap langsung mata Ruwondo. Marlina hanya melihat alis mata Ruwondo yang tebal agar
Kabut Tanah Tembakau (85)
TAMAN yang begitu indah di malam hari. Bunga-bunga berseri. Susana begitu asri. Siapapun yang datang ke taman ini pasti merasa tenteram. Sebab, taman ini cukup
Kabut Tanah Tembakau (84)
SELEPAS diperiksa di kantor polisi, Hamzah dan Ayub Badrin meluncur ke Restoran Garuda yang menyajikan masakan khas Melayu-Minang di Glugur. Setelah semua menu terhidang, Hamzah
Kabut Tanah Tembakau (83)
HAMZAH cukup tenang saat diperiksa oleh Briptu Anto Pasaribu kantor Polresta terkait hilangnya Marlina. Sebagai saksi Hamzah dengan rileks dan tenang menjawab semua pertanyaan penyidik
Kabut Tanah Tembakau (82)
SEDANG menikmati santap siang tiba-tiba pintu rumah diketuk. Hamzah dan Rabiha saling pandnag. Keduanya berharap Marlina yang mengetuk pintu. Kedua senangnya bukan main. Rabih langsung
Kabut Tanah Tembakau (81)
RABIAH duduk melamun di teras rumah ketika Hamzah datang ke rumah Melayu dengan mobilnya. Hamzah keluar mobil dengan membawa dua bungkus nasi. Lalu duduk di
Kabut Tanah Tembakau (80)
TIGA bulan Marlina menghilang. Tidak ada yang tahu kemana Marlina pergi. Tiba-tiba saja seperti ditelan bumi. Hambus begitu saja. Hamzah setiap hari memikirkan Marlina. Mengapa
Kabut Tanah Tembakau (79)
TERBENTANG sebuah pemandangan di pegunungan yang indah. Pemandangan seperti lukisan alam yang menawan terhampar luas. Pemandangan ini cukup menggoda siapa saja untuk menikmatinya. Alam orang
Kabut Tanah Tembakau (78)
DEWI Mutiara kian penasaran dengan cerita Mardali Herry tentang Sarni. Bagi Dewi Mutiara mengapa harus lari sampai ke Suriname, bukankah sembunyi di Tanjung Balai sulit
Kabut Tanah Tembakau (77)
SETIBA di tanah Air dari Suriname pasca Prokramasi Kemerdekaan, Sarni dan Tugimin langsung pulang kampung halamannya di Ponorogo, Jawa Timur. Sarni tidak ingin lagi kembali
Kabut Tanah Tembakau (76)
DEWI Mutiara masuk ketika Mardali Herry sibuk di ruang kerjanya. Dewi Mutiara masuk tergopoh-gopoh masuk dan berdiri di depannya. Lalu menaruh sebuah foto meja kerja.
Kabut Tanah Tembakau (75)
DEWI Mutiara dirundung kesedihan yang mendalam. Tiga bulan lebih sudah Marlina tidak pulang. Siang dan malam Dewi Mutiara memikirkan Marlina yang tidak tahu dimana rimbanya.
Kabut Tanah Tembakau (74)
MARLINA masih tidak mengerti bagimana dirinya dari negeri asing yang berbeda alam bisa menyelamatkan kakek bunyutnya. Apakah Harum Cempaka, Bunga dan Jelita tidak bisa menyelamatkan
Kabut Tanah Tembakau (73)
MARLINA memandang jauh keluar dari jendela rumah. Pikiranya untuk segera pulang ke alam nyata sudah tak mengganggunya lagi. Sejak bertemu dengan Harum Cempaka Marlina merasa
Kabut Tanah Tembakau (72)
RUWONDO dengan terpaksa dan angkuh menerima Rakat. Ruwondo berharap cemas mata-mata ini memberikan informasi yang menggembirakan hatinya. Untuk menunjukkan kesombongannya, Ruwondo pun berberjalan ke arah
Kabut Tanah Leluhur (71)
SEBUAH lahan pertanian jagung dan persawahan cukup luas. Banyak buruh yang bekerja. Para pekerja begitu rajin dan cekatan. Tekun karena diawasi oleh mandor. Meski mirip
Kabut Tanah Tembakau (70)
MARLINA belum mengetahui siapa sebenarnya ketiga wanita yang kini dihadapainya. Mau apa mereka dengan dirinya. Marlina mencoba menyelidiki siapa ketiga perempuan ini. Apakah mereka akan
Kabut Tanah Tembakau (69)
MARLINA masih tidak paham siapa yang memeluknya. Mengapa sosok wanita berambut perak ini begitu rindu dengan dirinya. Marlina ingin berbicara, namun mulutnya sulit untuk bisa
Kabut Tanah Tembakau (68)
DARI atas bukit terlihat sebuah desa di lembah. Udara dingin dan lembab. Bangunan rumah penduduknya terlihat berbedah dengan bangunan alam nyata. Atap rumah terbuat dari
Kabut Tanah Tembakau (67)
KETIKA Marlina berpaling ke belakang, bekas bangsal tembakau tua dan hamparan perkebunan tebu di Saentis, Percut Sei Tuan, sudah lenyap dari pandangan. Yang tersisa hanya
- Sebelumnya
- 1
- 2
- 3
- …
- 24
- Berikutnya
Tidak Ada Postingan Lagi.
Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.