TIGA bulan Marlina menghilang. Tidak ada yang tahu kemana Marlina pergi. Tiba-tiba saja seperti ditelan bumi. Hambus begitu saja. Hamzah setiap hari memikirkan Marlina. Mengapa Marlina menghilang begitu saja. Kemana Marlina pergi dan dengan siapa?
Pertanyaan yang berulang-ulang tersebut membikin Hamzah kian stres. Mengapa Marlina tidak memberitahukan dirinya jika ingin pergi. Hamzah merasa bersalah mengapa tidak menjaga Marlina? Apakah Marlina punya musuh atau diculik?
Pertanyan itu berulang-ulang muncul di benaknya. Semakin ia mengingat menghilangnya Marlina dari rumah Malayu membuat hati Hamzah kian remuk redam. Hamzah tidak tahu harus berbuat apa.
Kebingungan dan rasa penyesalan Hamzah seakan tidak berujung. Hamzah menyesali dirinya mengapa tidak selalu bersama Marlina. Sehari tidak bersamanya, Marlina langsung menghilang. Bila saja hari itu ia bersama Marlina, pastilah tidak begini kejadiannya.
Hamzah juga tidak bisa menyalahkan Rabiah, sebab dialah yang membawa Marlina menginap di rumah Melayu. Semestinyalah Hamzah berterima kasih Rabiah. Tidak ada yang bisa disalahkan atas menghilangnya Marlina secara mendadak itu.
Rabih sendiri ikut panik dan sedih. Hilangnya Marlina membuat Rabiah terpukul. Rabiah sempat menduga mengapa begitu teganya Marlina pergi tanpa pamit. Rabiah merasa punya tanggungjawab, sebab Marlina menghilang ketika menginap di rumahnya. Apalagi Rabiah sudah dekat dengan Marlina. Rabiah menganggap Marlina adiknya. Begiu juga sebaliknya. Tapi, mengapa pergi tanpa pesan.
Seminggu Rabiah menangis. Bahkan tidak keluar rumah dalam waktu yang lama. Rabiah merasa ikut bersalah atas menghilang Marlina. Rabiah pun menyesal mengapa pada waktu hilangnya Marlina ia meninggalkannya sendiri di rumah. Jika Marlina ikut dengannya waktu itu, tentu kejadian yang dialami Marlina bisa diketahuinya. (***)
Pondok Melati,
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com