SAAT di Masjid batin Hamzah tenang. Dapat berpikir jerinih sambil melihat ke atas langit-langit Masjid Raya Al-Mashun Medan yang dibangun saat masa pemerintahan Sultan Ma’moen Al Rasyi Perkasa Alam (1873-1924) yang juga membangun Istana Maimun.
Hamzah harus memulai dari mana untuk menyisir keberadaan Marlina. Berbagai kemungkinan ia rumuskan. Mulai penyekapan, penculikan dan pembunuhan, namun tidak ada titik terang.
“Saya lihat wajahmu kusut kali. Seperti menyimpan sesuatu,” kata bapak tua bersorban yang duduk di sebalahnya tadi sambil melayangkan senyum dan mengelus janggutnya.
Hamzah membalas senyum bapak tua yang bersorban dengan kegelagapan. Ia tidak menyangka bapak tua bersorban memahami perasaannya.
“Siapa namamum nak?” tanya.
“Hamzah, Pak!” kata Hamzah.
Bapak tua bersobran sambil memegang tasbih tersenyum tipis. Hamzah semakin penasaran dengan sosok lelaki tua itu sambil menggingat-ingat siapa tahu mengenalnya.
“Apakah yang membuatmu gundah gula?” katanya. “Ayo ceritakan. Jangan Khawatir,” ucap bapak tua dengan ramah.
Hamzah ragu. Ia tidak ingin rahasianya diketahui siapapun. Wajah bapak tua yang polos membuat pasarah dan menyampaikan isi hatinya.
“Saya kehilangan teman…” kata Hamzah pelan.
Belum sempat selesai bicara, bapak tua bersorban tertawa kembali sembil menyela.
“Teman wanitamu itu masih hidup!” kata bapak tua bersorban tegas.
Hamzah menatap lama-lama bapak tua bersorban. Ia seperti tidak percaya dengan apa yang ia dengarkan. Bagimana bapak tua bersorban ini mengetahui tentang Marlina.
“Tapi, pak…”
“Dia bisa kau temukan dimana dia pernah mengajakmu,” kata bapak tua bersorban dengan tenang sambil senyum tipis.
Tiba-tiba dari arah luar angin kencang menerpah keduanya. Bangunan Masjid Raya Al-Mashun didisain dengan pintu yang luas sehingga anggin bebas masuk. Hamzah pun melirik ke arah pintu berkubah di tepi jalan.
Ketika berpaling, bapak tua bersorban sudah tidak ada di sampingnya. Mata Hamzah cepat memperhatikan keseluruh penjuru ruangan tak menemukan bapak tua itu lagi. Dengan cepat Hamzah memncari ke lorong-lorong Masjid, dia juga tak menemukannya. (***)|
Pondok Melati,
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com