Kabut Tanah Tembakau (103)

DARI lembah terlihat pasukan Ruwondo konvoi dengan menunggang kuda di atas lereng bukit. Hentakan ratusan tapal kuda begitu keras. Menggetarkan lembah. Meski agak mirip dengan kuda di alam nyata, namun kuda-kuda pasukan Ruwondo mempunyai kuping panjang dan bertanduk satu di tegah kepalanya. Matanya, kecil dan merah serta memiliki ekor yang panjang dan kuat.

Pasukan Ruwondo baru tiba dari selatan. Mereka membawa tawanan yang tangannya diikat dan diseret dengan kuda. Pakaian para tawanan sudah compang camping. Sangat tersiksa sekali karena diperlakukan sangat kejam dan sadis.

Bacaan Lainnya

Sepanjang perjalanan para tawanan merintih dan ke hausan. Terdengar suara yang kesakitan karena kaki penuh luka. Para tawanan dipaksa berjalan berkilo-kilo meter tanpa istirahat yang cukup dan makan sekedarnya.

Jika para tawanan terlambat jalan, maka tanpa ampun cemeti pun mencambuk punggung mereka yang sudah lemah itu. Prajurit Rowondo tak segan-segan akan menghunuskan pedanganya jika ada diantara tawanan ada yang mencoba melawan. Jalan terbaik bagi tawanan adalah pasrah.

Marlina dan Rakat sembunyi di balik semak-semak sembari mengintai pasukan Ruwondo. Diam dan tanpa suara. Sementara laskar Rakat bersama Bunga dan Jelita sembunyi di balik bebatuan. Darah Marlina mendidih melihat kesemana-menaan Ruwondo memperlakukan tawanan.

Dengan isyarat Rakat meminta Marlina tenang jika ingin semua rencana berjalan lancar. Marlina mengangguk pelan. Setelah pasukan Ruwondo berlalu, barulah Marlina muntah karena tak kuat melihat kejamnya pasukan Ruwondo.

“Kita harus segera melakukan perlawanan!” kata Marlina.
“Nanti. Setelah ada instruksi dari mbah buyutmu. Untuk itulah, kamu harus bertemu dengan dia sesegera mungkin,” kata Rakat.
“Masih jauhkah?”
“Tidak! Sedikit lagi sampai!”
“Baiklah” ujar Marlina.
“Hanya kita berdua yang bisa masuk,” kata Rakat.
“Bibi Bunga dan bibi Jelita?”
“Kita tak bisa lama,” sambar Rakat.

Keduanya langsung bergabung kembali ke laskar yang sedang menunggu di lembah. Rakat meminta Bunga dan Jelita ke desa terpencil di balik lembah. Disana lasakar lainnya sudah menunggu mereka. Marlina dan Rakat pun berpisah dengan Bunga dan Jelita serta laskar.

Marlina dan Rakat dengan mengendap-ngendap mendekati gua dimana Handoyo ditahan. Keduanya harus bersabar menunggu reaksi para sipir penjara tertidur setelah Rakat meniupkan kimia dari botol kecil. (***)

Pondok Melati,

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *