MALAM belum terlalu larut. Hamzah membawa mobil dengan santainya. Pikiranya masih membayangkan Marlina ada di sampingnya. Tiba jalan sepi sebuah Mobil Jeep Wrangler memepet mobil Hamzah. Kenderaan Hamzah nyaris nyebur ke parit kalau kakinya tak cepat mengrem. Setelah mobil berhenti, Hamzah dengan tenang membuka kaca jendela. Dia yakin mobilnya sengaja dipepet.
Dua pengendara motor turun dari kenderaanya. Keempatnya serentak membuka helmnya. Terlihat Edison memberi instruksi untuk mendekati mobil Hamzah. Sementara yang di kenderaan mobil tak keluar sama sekali. Keempatnya mendekati mobil Hazmah dengan langkah petantang-petenteng.
Belum sempat minta pejelasan, tiba-tiba Edison langsung membuka pintu mobil dan menarik kra baju Hamzah. Dengan tenangnya Hamzah menepis tangan edison.
“Melawan kau ya?” tantang Edison.
“Ada apa nih bang?”
“Jangan banyak kali cakap kau! Kau ikut kami!” kata Edison.
“Apa dulu urusannya, bang! Saya salah apa?” tanya Hamzah sopan.
“Banyak kali cakap kau, bah!” bentak Edison sambil meninju wajah Hamzah.
Secepat kilat Hamzah menangkis serangan, Edison. Hazmah keluar mobil. Kesal gagal memukul Hamzah, lalu lakukan serangan dengan membabi buta. Hamzah kembali mampu menangkis serangan Edison.
Edison baru menyadari kalau Hamzah bukan orang sembarangan. Sebagai putra Melayu sejak kanak-anak sudah dilatih kakeknya pencak silat di Pantai Cermin, Serdang Bedagai. Kakeknya adalah guru besar perguruan pencak silat. Di usianya yang masih belia, Hamzah terus mengenal teknik pencak silat.
Berlatih pencak silat bagi Hamzah tak hanya sekedar menjadi bagian olah gerak tubuh agar lihai, tetapi juga bisa melindungi diri dari tindak kejahatan.
Meski telah menguasai teknik bela diri, namun Hamzah tidak sombong. Ia tetap rendah hati dan sopan. Inilah membuat banyak orang tidak tahu, kalau Hamzah seorang pendekar. Bahkan temannya sesama jurnalis di Medan pun tidak pernah tahu Hamzah seorang pendekar.
Meski seorang jurnalis, Hamzah terlihat bisa-basa saja. Tidak ada dari jalan, sikap dan karakternya Hamzah seorang pendekar. Sebab, di depan teman-temannya tidak sekalipun ia menunjukkan jatidirnya yang sesungguhnya. (***)
Pondok Melati,
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com