SEJAK Marlina menghilang perasaan Hamzah tidak tenang. Hatinya gundah gulana. Belum pernah Hamzah merasakan begitu kehilangan seperti sekarang ini. rasan kehilangann persis ketika kedua orang tuanya wafat beberapa waktu lalu.
Hamzah tidak mengerti apa yang membuatnya merasa kehilangan yang medalam sejak Marlina menghilang. Ia tidak tahu apa yang harus dikerjakannya. Ibarat seonggok daging yang berjalan. Melupakan Marlina atau terus mencari Marlina. Ini bukan persoalan mencari atau tidak! Tapi, lebih ke perasaan. Perih terasa ditinggalkan begitu saja.
“Hamzah, kau sudah jatuh cinta kepada Marlina!” kata Rabiah ketika keduanya duduk di teras rumah Melayu.
Hamzah terkejut mendengarnya. Hamzah tidak merasa jatuh cinta. Hamzah pun tidak pernah tersentuh dengan asmara. Ini membuatnya tidak mengerti dengan kehilangan orang yang dikasihi. Pernah sekali Hamzah rasakan kehilangan teman wanita, ketika masih SMP. Teman baiknya, Aryani pindah sekolah ke Pekanbaru karena orangtuanya pindah ke sana.
Inikah kali pertama bagi Hazmah jatuh cinta. Cinta sebenarnya cinta. Cinta tanpa embel-embel lainnya. Cinta yang tulus. Ah, perasaan apa ini? Pikir Hamzah jadi tidak semakin tidak menentu.
“Kalau harus melupakan Marlina agar pikiranmu jadi waras! Siapaun akan kehilangan Marlina. Kakak saja yang perempuan kehilangan Marlina, apa lagi kau! Marlina memang penuh pesona. Kakak juga merasakan itu,” kata Rabiah.
Kata-kata Rabiah membuat Hamzah tertegun. Ia tak mungkin melupakan Marlina begitu saja. Baginya Marlina itu sumber inspirasi. Ini bukan persoalan cinta, tapi lebih dari itu yakni kehidupan Marlina. Hidup atau mati Marlina harus ditemukan. Persoalan cinta itu urusan lain. Apalagi, Marlina menghilang di Medan. Sebagai seorang pendekar tidak kestaria melupakan Marlina begitu saja.
“Kak aku pergi dulu lah…” kata Hamzah.
“Mau kemana kau?” kata Rabiah setelah Hamzah melangkah.
“Mencari ketenanganlah kak,” ujar Hamzah.
“Jangan bunuh diri kau ya?!” kata Rabiah bercanda sambil tertawa.
Hamzah pun tertawa mendegarnya. Keduanya jadi tertawa. (***)
Pondok Melati,
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com