PERJALANAN rahasia di hutan bunian membuat Rakat dan Marlina kian dekat. Tak jarang keduanya terlibat diskusi dalam mengatur taktik strategi untuk bisa menembus hutan belantara bunian. Ruwondo bukanlah pengeran sembarangan. Dia dikenal sebagai raja lalim dan keji.
Sudah menjadi rahasia umum, kalau raja Rakudo ayah Ruwondo tewas karena diracun oleh sang pangeran yang kini berkuasa. Tapi siapa yang berani mengungkapnya? Tak satu pun warga di negeri bunian berani untuk mengungkapkannya. Jangankan untuk berbisik, bertanya di benak masing-masing saja masyarakat begitu takutnya.
Permaisuri Delima sosok yang mengetahui tewasnya raja Rakudo. Raja Rakudo menghembuskan nafas terakhirnya dalam pangkuannya. Bisikan terakhir di telinganya membuat Permaisuri Delima seperti disambar petir. Bisikan tidak pernah diungkapkannya kepada siapapun. Bisikan yang membuatnya remuk-redam. Bisikan yang membuatnya ingin segera menyusul sang raja yang baik hati dan disenangi rakyatnya itu.
Permaisurilah orang yang paling malang di istana yang megah itu. Jika bicara apa adanya, dia akan berhadapan dengan putra kandungnya sendiri. Jika diam, ia merasa ikut mengkhianati sumainya yang sangat ia cintai.
Permaisuri Delima sudah tidak tahan melihat susana di istana. Aroma kekusaan, keserahakan, kebencian dan ketamakan merembak dimana-mana. Petinggi istana banyak cari muka ke pangeran Ruwondo. Tidak ada yang mengktritik kecuali memuji dan menjilat pimpinannya.
Berbeda dengan raja Rakudo, dia adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Rakyat bunian begitu mencintainya, namun sayang berbanding terbaliknya dengan putranya Pangeran Ruwondo. Bahkan untuk kekuasan, Pangeran Ruwondo tega mengasingkan adik kadungnya ke negeri Pangeran Saloka yang jauhnya ribuan mil.
“Begitu ceritanya mengenai kemelut di istana,” bisik Rakat kepada Marlina sambil meneguk minuman hangat saat istrahat di sebuah lembah yang curam.
Marlina tercenggang mendengaranya. Lalu memandang Bunga dan Jelita yang duduk di depannya. Jelita cepat menutup mulut Marlina ketika ingin bertanya soal istana kepada Rakat.
“Cukup bicara soal itu. Disini, semut pun bisa berkirim kabar kepada Ruwondo,” tegas Jelita.
“Ya. Kita selesikan bicara soal istana,” kata Rakat. Marlina menganggukan kepalanya. Disinari bara api ungun, wajah Marlina semakin cantik. Raka lama memperhatikannya. Bunga pura-pura tak lihat. Jelita hanya tersenyum tipis melihat Bunga yang gelisah. (***)
Pondok Melati,
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com