BATIN Marlina ingin berontak. Tapi ia tak kuasa melakukan itu. Marlina tak sudi ia disamakan dan siapapun. Walau dengan bidadari sekalipun. Bagi Marlina itu adalah prinsip. Di depan Ruwondo, Marlina terlihat tenang dan tak memberikan kesan membenci. Itu bukanlah sikap yang sebenarnya.
Baginya saat ini bagimana ia bisa menyelamatkan kakek buyutnya dari penjara Ruwondo yang diekanl kejam. Agar kakek buyutnya bisa keluar dari penjara maka ia harus patuh dengan kehendak Ruwondo.
Memberikan harapan kepada Ruwondo adalah siasat untuk mengulur-ngulur waktu. Marlina belum mampu memutuskan keputusan apa yang dilakukan dalam menghadapi Ruwondo yang begis.
Di negeri ini, Marlina tidak selincah di alam nyata, sehingga tidak bisa dalam waktu singkat menemukan siasat. Perlu waktu lama menyusun kekuatan. Mengenal lawan agar bisa merubuhkannya dengan cepat.
Di taman ini, Marlina harus memainkan satu peran. Lakonnya sebagai seorang wanita yang lembut dan terlihat pasrah dengan takdir. Tidak boleh terkesan pintar, sebab nanti strateginya akan terbaca oleh Ruwondo. Bagi Marlina bagimana membuat Ruwondo mabok kepayang. Baru kemudian dibuat gerakan jika saatnya tiba.
“Kau sungguh cantik wahai bidadariku! Kau akan menjadi ratuku! Bersama kita akan bangun kerajaan ini. Untukmulah aku bekerja keras!” kata Ruwondo penuh rayu dengan menduduk kepada Marlina.
Marlina mencoba tersenyum, sebisa mungkin biar terlihat manis. Ruwondo kian bersemangat mengumbar pujian dan rayuan.
“Aku tidak ingin menjadi ratu,” kata Marlina lemah.
“Kehadiranmu menyejukan jiwaku. Tapi juga memberikan kedamaian seluruh wilayah kekuasaanku ini. Kau akan bahagia bersamaku Marlina,” kata Ruwondo.
Marlina ingin mengatakan kalau dirinya hanya manusia biasa yang tidak mempunyai kekuatan apapun, namun hal itu tak bisa keluar dari mulutnya. Ada kekuatan yang menahan lidahnya untuk berucap.
Ruwondo terus membujuk dan merayu. “Kau harus jadi ratuku, Marlina. Akulah kebahagianmu. Tidak ada satu mahluk pun yang bisa menghalanginya,” tegas Ruwondo.
Markina hanya bisa membantin, Aku tidak bisa dipaksa siapapun.
“Kamu boleh meminta apapun. Terserah. Mau minta perhisan dan benda berharga lainnya,” ucap Ruwondo. (***)
Pondok Melati,
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com