Kabut Tanah Tembakau (91)

KINI Hamzah telah dihadang empat preman dan langsung mengelilinginya. Hamzah terlihat santai dan tidak gugup. Keempatnya mengeluarkan kelewang dari balik jaketnya. Hamzah hanya senyum tipis. Ia sudah terlatih dalam pencak silat. Sedikit pun ia tidak merasa gentar.

Jangankan empat orang, delapan orang penjahat pernah kalah dalam latihan di malam gelap gulita di tengah hutan. Tak segaris pun tangannya kena sabetan golok. Hamzah salah murid terbaik dalam Pencak Silat XII Pasir Putih.

Bacaan Lainnya

Preman yang di depan menyerang dengan sabetan dari kiri ke kanan, Hamzah menghindar sedikit ke belakang. Sabetan lanjut dari kanan ke kiri premen, lalu Hamzah langsung menangkap sabetan dengan cengkraman dengan dua tangan. Sehingga Hamzah berposisi menyamping musuh langsung berhadapan dengan Edison di sebelah kiri.

Edison langsung menendang kepala Hamzah. Seketika Hamzah menunduk, dan Edison tertendang dan terjungkal ke belakang sampai tak sadar diri. Begitu juga tiga musuh lainnya, terjungkal semua di asal kena tendangan Hamzah.

Sejurus kemudian, setelah keempat preman terkapar, Hamzah mendekati Mobil Jeep Wrangler dan mengetuk jendela depan. Roy meminta Anton untuk membuka jendela mobil. Perlahan terlihat Anton yang menyopir mobil dan Roy duduk di jok belakang.

“Saya ada urusan apa dengan kalian, ah?” tanya Hamzah.

Wajah Anton kecut dan wajah Roy merah padam dan penuh dendam. Baru inilah Roy bisa melihat langsung wajah yang menculik Marlina. Darah Roy mendidih. Namun, Roy tidak punya nyali untuk menantang Hamzah. Sebab, empat preman sudah terkapar di aspal dan tidak bisa bangkit lagi. (***)

Pondok Melati,

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *