MALAM itu, ketika Sarni dan bayinya serta Tugimin tertidur pulas di gubunk di tepi hutan pasukan Ruwondo datang untuk membawa Sarni ke alam bunian. Karena keperkasaan Handoyo berhasil menggagalkan Ruwondo membawa Sarni ke alam bunian. Sarni dan Tugimin akhirnya lolos dan berhasil kabur dari Percut ke Tanjung Balai dan akhirnya sampai ke Suriname.
Mendengar nama Marlina membuat jantung Handoyo bergetar. Rasa rindunya kepada keluarga di alam nyata kian memuncak. Ingin rasanya memeluk Marlina. Tapi cepat perasaan itu dibuangnya jauh-juah.
“Bagiamana dengan buyutku! Aman kah dia?” kata Handoyo.
Rakat menganggukkan kepalanya. Handoyo langsung menarik nafas lega. Perlahan Rakat mendekatkan mulutnya ke kuping Handoyo. Bisikan rahasia yang siapa saja tidak boleh mengetahuinya.
“Tidak! Tidak bisa! Pernikahaan itu tidak boleh terjadi!” ucap Handoyo.
Rakat memahami perasaan Handoyo yang gundah gulana. Persaan geram dan menahan perasaan terlihat di wajah Handoyo. Apapun resikonya Marlina tidak boleh menikah dengan Ruwondo. Gagal merebut Sarni dari tangannya, kini Ruwondo ingin merebut cicitnya Marlina. Tidak bisa, rencana Ruwondo tidak boleh terjadi. Pekik batin Handoyo.
Misi Rakat menemui Handoyo untuk mengeluarkannya dan menyelamatkan Marlina dengan memulangkannya ke alam nyata. Rakat dan kawan-kawannya tidak mampu berjuang untuk membebaskan rakyat dari pemimpin yang tiran dan semana-mena. Handoyo harapan mereka.
“Aku nggak bisa lama mbah! Sebentar lagi, penjaga akan bangun. Biusnya sedikit aku tiupkan. Harus keluar malam ini?!” kata Rakat mengingatkan.
Jangan! Terlalu cepat! Begitu waktunya tepat, kita akan lakukan penyerangan! Aku minta kepadamu, tetaplah jaga Marlina! Tapi ingat, kedokmu jangan sampai ketahuan. Semua akan hancur!” pesan Handoyo wani-wanti.
“Amanah ini akan aku pegang teguh!” ucap Rakat. (***)
Pondok Melati,
Regardo Sipiroko
*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com