Kabut Tanah Tembakau (125)

JASA Marlina dalam menumbangkan pemerintahan lalim Ruwondo cukup besar. Kemampuannya dalam bersandiwara cukup meyakinkan. Marlina mampu berlakon dengan baik, seakan-akan bersedia menjadi permaisuri Ruwondo. Itulah kuncinya, sehingga Ruwondo terjerat api asmara, lupa dengan pertahanannya. Maka jatuhlah tahtanya.

“Tanpamu, perjangan kami tidak ada artinya. Terima kasih atas jasa-jasamu,” kata Handoyo kepada buyutnya Marlina ketika mereka mengadakan pesta kemenangan yang digelar sederhana.

Bacaan Lainnya

Semua duduk di meja dengan makanan yang sudah tersedia cukup lezat. Saat makan Rakat duduk bersebelahan dengan Bunga. Handoyo dekat dengan Harum Cempaka. Marlina duduk bersebelahan dengan Jelita di samping Hamzah.

“Setelah sekian lama baru hari ini kita berkumpul sebagai keluarga besar,” kata Handoyo.

Perlahan ingatan Marlina kembali pulih. Muncul rindu dengan mama dan papanya, Dewi Mutiara dan Mardali Herry. Juga ingat dengan Rabiah yang ia tinggalkan di rumah Melayu. Ada rasa rindu yang mendalam. Marlina memandangi semua yang sedang makan lahap. Hanya Hamzah yang tidak tidak menikmati makannya. Marlina menduga Hamzah juga sedang merindukan alam nyata.

Kegelisahan Marlina dan Hamzah dapat dirasakan oleh Handoyo. Sebenarnya, ia juga merasakan hal yang sama. Rindu dengan dunia nyata. Terutama sekali rindu dengan Sarni. Paling tidak bisa ke pusara istri yang dicintainya saat di alam nyata itu.

Lama Handoyo memperhatikan wajah Marlina yang sangat mirip dengan Sarni. Tak tega juga Handoyo melihat buyutnya berada lama di alam bunian. Handoyo ingin menghantarnya, namun tak bisa. Ia sudah tak bisa lagi ke alam nyata dengan wujudnya sekarang, kecuali dengan wujud lain.

“Saya terima kasih sudah diterima di keluarga ini,” Marlina memecah kesunyian diantara mereka.

Semua terbangong. Semua saling pandang. Harum Cempaka merasa kerinduan Marlina yang mendalam. Ia pun menenangkan Marlina.

“Makanlah dulu. Anggaplah ini makan perpisahan,” kata Harum Cempaka.

Semua terunduk. Jelita dan Bunga yang paling sedih. Tak kuasa rasanya berpisah dengan ponakananya itu. Bunga berharap, pernikahannya dengan Rakat bisa dihadiri Marlina dan Hamzah. (***)

Pondok Melati,

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *