Kabut Tanah Tembakau (124)

oleh -485 views

KEKUASAN Ruwondo berhasil ditumbangkan oleh perjuangan Rakat, Handoyo dan Pangeran Saloka serta pasukan elite dan laskar rayat dibantu oleh Hamzah. Kemenangan ini menjadi kemenangan seluruh rakyat di negeri bunian. Seluruh rakyat bergembira ria.

Ruwondo dan pengikutnya diikat dan diseret oleh laskar untuk dipemerkan di alun-alun istana. Pasukan Ruwondo banyak yang menyerahkan diri, namun banyak juga lari terbit-birit entah kemana.

Masyarakat sudah lama memendam dendam kepada Ruwondo, kini berada di alam kebebasan. Yang tadinya lari terbirit-birit ini muncuk di alun-alun istana seperti laskar menang perang. Mereka bersorak-sorai melihat Ruwondo dan anak buahnya dipermalukan di alun-alun istana.

“Gantung! Gantung…!” pekik masyarakat penuh emosi.

Pangeran Saloka naik ke atas panggung. Gagah, tampan dan penuh senyuman. Pangeran Saloka tak didampinggi istrinya karena masih di pembuangan. Ia didampingi ibunya, Permaisuri Delima. Seketika menjadi hening. Tak ada satu pun yang bersuara.

“Hari ini, kita bebas dari pempimpin yang tiran! Bangsa ini akan kembali ke masa Raja Rakudo, ayahku! Aman dan damai… Saya berjanji untuk itu!” ucap Pangeran Saloka dengan suara tegas.

Hamzah dan Marlina tersenyum. Keduanya saling pandang meski berdiri dengan jarak berjauhan karena dihalangi Jelita, Bunga dan Harum Cempaka. Sementara Rakat dan Handoyo yang berdiri bersebelahan terharu biru. Perjuangan mereka menjadi tak sia-sia. Telah membuahkan hasil. Perjuangan yang tak mengenal lelah untuk memerdekakan masyarakatnya.

Tak terasa menetes juga air mata Rakat karena bangga dan haru. Perlahan Jelita menedekati Rakat dan melap air mata Rakat dengan tangannya yang lembut. Lalu Rakat pun mencium tangan yang halus itu dengan mesra. (***)

Pondok Melati,

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com