Kabut Tanah Tembakau (110)

DENGAN mengendap-ngendap Hamzah dan Jelita menelusuti pembukitan. Kedatangan Hamzah tidak boleh diketahui siapapun. Jika Ruwondo tahu kedatangan Hamzah maka nyawanya terancam. Ruwondo tidak ingin ada pesing dalam merebut hati Marlina. Ruwondo sempat cemburu ketika mata-mata Ruwondo ke alam nyata, sempat melihat Marlina dan Hamzah merongeng.

Hamzah masih bingung apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mengapa dirinya dijemput lalu diseret dan disembunyikan dari bala tantara yang sedang melintas. Pikirannya terus berkecamuk.

Bacaan Lainnya

“Mau diajak kemana aku?” tanya Hamzah.
“Ikut saja! Nanti juga tahu…!” kata Jelita sambil menarik tangan Hamzah.

Setelah pasukan Ruwondo bener-bener menjauh, barulah Jelita berjalan sambil memegang tangan Hamzah. Ketika dipegang tangannya oleh Jelita. Hazmah kaget. Tangan Jelita dingin. Tidak hangat seperti manusia biasanya. Tapi Hamzah tidak peduli dengan itu. Yang penting baginya sekarang ia harus segera mengetahui berada di negeri apa saat ini.

Hamzah juga merasakan langkahnya begitu ringan meski berjalan cepat. Ada rasa kecut namun Hamzah tetap waspada. Sebagai seorang pendekar, harus bisa menghadapi susana apapun. Yang paling utama adalah ketengangan.

Jelita dan Hamzah masuk ke rumah lewat jalan rahasia di belajang rumah. Keduanya melewati lorong panjang menuju ruangan tengah rumah.

Ketika naik ke atas rumah dari lorong bawah tanah, Hamzah kaget melihat Marlina berdiri di antara Harum Cempaka dan Bunga.

“Hamzah….!” ucap Marlina.
“Marlina…!” sambut Hamzah girang bukan main.

Hamzah mencoba tenang, merski dirinya begitu gembira melihat Marlina selamat dan bisa bertemu kembali orang yang ia rundukan. Sebaliknya, Marlina juga demikian, namun tidak memperlihatkan ekspresi kerinduan.

Hamzah memperhatikan Harum Cempaka dan Bunga. Marlina mengerti kebingungan Hamzah segera ia memeperkenalkan keduanya.

“Ini nenek buyutku. Dan yang ini bibi saya,” kata Marlina.

Hazmah semakin tidak paham. Melihat wajah Hamzah yang linglung, Marlina tersenyum tipis. (***)

Pondok Melati,

Regardo Sipiroko

*DILARANG mengutip keseluruhan atau sebagian dari Novel Mini ini dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *