JAKARTA -Kemlu telah mengadakan diskusi virtual dengan judul ”Diplomasi Kopi di Era Jokowi”. Pertemuan yang menghadirkan Anak Agung Mia Intentilia, S.IP, MA, atau akrab dipanggil Mia, seorang dosen Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar sebagai nara sumber. Diskusi membahas kopi ke berbagai dimensi dalam politik luar negeri (Polugri) Indonesia.
”Dalam kabinet Jokowi 2014-2019 diplomasi budaya dan ekonomi menjadi salah satu prioritas politik luar negeri (Polugri) Indonesia”, kata Mia. Selanjutnya Mia menjelaskan bahwa pada Kabinet Kerja (2019-2024) sekarang ini nuansa diplomasi kopi terlihat lebih jelas lagi.
Dalam prakteknya pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin yang sekarang berusia 14 bulan telah menerapkan kebudayaan Indonesia di luar negeri yang memiliki nilai potensial untuk menunjang perekonomian bangsa. Hal ini ditunjang dengan gastro diplomacy, digital diplomacy, public diplomacy, cultural dan economic diplomacy.
Contoh yang paling konkrit adalah kegiatan yang dilakukan oleh Kemlu dan berbagai Perwakilan RI terkait gastro diplomasi di tahun 2020.
Kopi selalu menjadi teman akrab baik sebelum makan maupun setelah makan. Pada tahun 2020 ini pendekatan bilateral untuk memperluas diplomasi kopi ke negara lain kerap dilakukan oleh Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal RI di luar negeri.
Namun demikian, menurut Mia kegiatan diplomasi kopi itu harus dibantu secara penuh oleh semua instansi di dalam negeri. ”Kegiatannya harus terkoordinir, melibatkan semua lembaga dan terdapat promosi konkrit di dalam negeri”, kata Mia yang pernah menjadi Duta Beliau ASEAN tahun 2017 ini.
Setelah pandemi Covid-19 mereda, diharapkan dimulai lagi wisata kopi.
Hal ini menyangkut experience and education untuk para pecinta kopi dari manca negara. ”Kita bisa meniru wisata teh di Jepang dan anggur di Perancis,” imbuh Mia.
Dubes Djumantoro Purbo dalam memberikan kata sambutannya menggaris bawahi perlunya pendalaman pandangan Mia mengenai nilai kopi, baik dari segi tradisi maupun manfaat kesejahteraan bagi petani kopi.
“Tidak ada kopi yang baik atau buruk. Yang ada adalah kopi yang bisa memberikan pilihan kepada selera orang”, kata Dubes Djumantoro Purbo.
Selanjutnya Dubes Djumantoro menyatakan bahwa Presiden Jokowi dalam melakukan diplomasi budaya dan ekonomi selalu melibatkan aktor negara dan non-negara dalam diplomasi kopi Indonesia. Hal ini sangat menarik untuk dikaji dan didalami lebih lanjut.
Menurut Mia ada beberapa temuan dalam studi preliminary nya.
Temuan pertama, nilai-nilai dan cerita budaya kopi Indonesia dijadikan pembuka untuk menarik pihak lain sebelum menawarkan hubungan dagang.
Temuan kedua, menurut Mia adalah pendekatan bilateral dan multilateral masih relevan dengan diplomasi kopi Indonesia. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Jokowi sendiri mengunjungi negara lain dan salah satu agenda diplomasi kopi.
Temuan ketiga adalah aktor-aktor dalam diplomasi kopi itu, termasuk: pemerintah, UMKM, akademisi, komunitas pecinta kpoi, persatuan pelajar Indonesia di luar negeri, influencer, dan media.
Turut memberikan masukan dalam Webinar adalah Dr. Anak Agung Ayu Ngurah Tini Rusmini Gorda, Kapus Studi Undiknas. Disampaikan bahwa pusat kajian yang baru berusia 1 (satu) tahun ini siap berkolaborasi dengan seluruh stakeholders terkait dengan masalah kopi dan penelitian ekonomi lainnya.
Komentar serupa disampaikan oleh Dr. Nina Eka Lestari, Kapus Kajian Ekonomi, dan Dr. Nyoman Sedana, Kapus Kajian Komunikasi Undiknas. Saat ini menurut mereka perlu diidentifikasi hambatan-hambatan teknis dalam pengolahan dan pemasaran kopi.
Para pengusaha kopi dari Aceh dan Bali juga hadir dalam webinar tersebut. Mereka mengapresiasi langkah Kemlu dalam membawa wajah variasi kopi dan cita rasa nusantara ke luar negeri. Perwakilan UMKM Kopi dari Bali, Wayan Kurnia dari perusahaan ”Kopi Milenial” dan Muzakir Putera dari UMKM Kopi Aceh. Menyatakan bahwa koordinasi dan kolaborasi instansi pemerintah dan kalangan akademisi akan membawa kesejahteraan bagi para petani.
Tanggapan positif kaum milenia Kemlu
Diskusi yang dipandu Dubes Bagas Hapsoro ini mendapat tanggapan dari para diplomat muda Kemlu.
Haekal Muda Ralial, dari kantor Setwamen menyatakan bahwa pendekatan dan promosi Indonesia dalam forum bilateral dan multilateral sangat tepat dilakukan. Apalagi sekarang Indonesia memegang peranan penting dalam berbagai fora tersebut. Penyajian kopi merupakan aspek hospitality yang tidak bisa dilepaskan atas keramahan orang Indonesia. Juga disarankan perlunya kerjasama yang erat antara Pusat Studi Undiknas dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember.
Wakil dari Direktorat Infomed, Pienardi Primabodo menyatakan bahwa sebagai direktorat yang melayani sosial media, promosi kopi sangat penting dan strategis. Dalam kaitan ini pelayanan media, dan pemanfaatan keunggulan digital guna membentuk opini publik dunia yang positif tentang Indonesia dalam rangka penguatan dan peningkatan kesejahteraan petani. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Direktorat Infomed sangat mendukung event mengenai kopi yang terkoordinasi antara pihak swasta dan pemerintah.
Michael Kristiono dari BPPK juga menyatakan pentingnya kerjasama dengan universitas di seluruh Indonesia. Sebagai ”internal think-tank” nya Kemlu, BPPK juga mengadakan kajian dan merekomendasikan berbagai opsi kepada Pimpinan. Mengingat 70-80 persen dari diplomasi Indonesia diprioritaskan untuk ekonomi, maka kopi termasuk dalam kajian yang strategis. Kajian strategis tentang kopi ini harus terus ditingkatkan. Salah satu hal yang perlu diketahui adalah ”culture” meminum kopi dari negara tujuan ekspor itu seperti apa. Contohnya orang Filipina. Mereka suka kopi yang keras, pekat dan berjenis robusta.
Menanggapi komentar diatas, Mia menyatakan keinginannya untuk berkolaborasi dengan Kemlu. Mia berpendapat bahwa pendekatan bilateral dan multilateral masih relevan dalam konteks ini. Selain itu, pendekatan multilateral juga penting bagi diplomasi kopi Indonesia. Terbukti dengan beberapa kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam pengaturan multilateral, seperti di ASEAN, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mengikuti jejak Presiden Jokowi, menurut Mia para Kepala Perwakilan RI di luar negeri, pimpnan di tingkat kementerian, bahkan pemerintah daerah di Indonesia telah aktif mengadakan atau mengikuti festival atau pameran untuk mempromosikan produk kopi Indonesia. ”Ini adalah langkah nyata”, kata Mia. Juga diingatkan untuk terus ditingkatkan.
Militansi dan konsistensi.
Dubes Prayono Atiyanto dalam memberikan kesimpulan berpendapat bahwa militansi dan konsistensi harus menjadi kunci untuk mempromosikan nilai-nilai budaya minum kopi Indonesia. ”Kita menginginkan diaspora yang militan serta konsisten, cinta untuk terus memasok produk kopi Indonesia di luar negeri”, kata mantan Dubes di Baku, Azerbaijan ini.
Disampaikan Prayono sebagai contoh adalah salah seorang diaspora Indonesia yang berdomisili di Cayman Islands 3 minggu yang lalu berhasil mempromosikan kopi Nusantara dan akan terus mengembangkan bisnis ini. Diplomasi kopi ini akan memperkuat citra positif Indonesia, sekaligus meningkatkan prospeknya.
Kedepannya, diplomasi kopi ini diharapkan diperkuat dan diperluas, sehingga tercipta multiplier effect jangka panjang.
Terakhir Prayono mengapresiasi langkah Mia dan Pusat Studinya di Undiknas yang meng-highlight diplomasi kopi. ”Ini perlu digunakan selain untuk berbagi nilai dan cerita budaya “minum kopi” Indonesia, juga untuk menggarap potensi bisnis, khususnya peluang untuk membuka, memperluas, atau memperkuat ekspor kopi Indonesia ke negara lain,” kata Prayono menutup diskusi. (red)