Cerpen Tiga Paragraf (Pentigraf) (34) ‘Kado Dari Seberang’

tsi taura

Desember 2017, malam cerah di atas kota Medan. Mat Litak yang siang tadi mendarat di bandara Kualanamu dari Jakarta, mendapat informasi sahabatnya Tora Idris berada di Taman Budaya Medan. Dia bersama Hang Kilau ke arah belakang Taman Budaya, kantin kecil yang dipenuhi seniman. Mereka melihat Tora di sebuah meja kecil berbincang dengan lelaki tua berkopiah. Berbaju lengan panjang warna merah yang kusam. Tora begitu piawai beradaptasi. Tak kelihatan dia seorang pejabat. Hang Kilau menyapa Tora. Tora mengajak dua sahabatnya itu duduk gabung semeja. Dia mengenalkan pada lelaki tua tersebut, Mat Litak dan Hang Kilau. “Pakcik, ini anak melayu juga, sahabat saya sejak kecil”, kata Tora. Mereka pun berjabat tangan. Lelaki tua mengenalkan namanya, “Damar Perak”.

Tak lama kemudian Tora Idris dan dua sahabatnya meninggalkan halaman Taman Budaya. Mereka menuju Hotel Aston menginap di sana. Hang Kilau memohon bantuan Tora untuk melacak seorang perempuan yang melakukan pembunuhan terhadap pacarnya yang selingkuh. Pacarnya itu tergeletak di pinggir jalan raya bersama perempuan selingkuhannya. Mulut korban berbuih, hasil visum mereka diracun. “Jangan campuri kasus itu. Biarkan pihak yang berwajib menanganinya”, nasihat Tora pada dua sahabatnya. Sahabatnya itu mengangguk. Mereka selalu patuh pada nasihat Tora.

Bacaan Lainnya

April 2020, Hang Kilau dan Mat Litak kembali menemui Tora, menginfokan kejadian 2017 terulang lagi. Diduga pelaku perempuan yang sama di kejadian beberapa tahun yang lalu. “Kalian ini bekerja untuk siapa? Ada baiknya kalian mematuhi anjuran penguasa, berkurung di rumah. Salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran virus covid-19. Jakarta sudah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB). Kita ini sudah tua, terangilah masa muda yang gelap”, kata Tora. Hang Kilau dan Mat Litak kecewa sikap Tora.
Hang Kilau meyakinkan Tora bahwa mereka akan membawa kado dari seberang untuk pelaku pembunuhan itu. Di muka pagar Tora berpesan pada sahabatnya itu untuk tidak main hakim sendiri. Dan ingatlah yang bersalah belum tentu bersalah, yang benar belum tentu benar. Takdir itu misteri walau tertulis di garis tangan kita. Hang Kilau dan Mat Litak tersentak. Azan Isya berkumandang di pinggiran kota Jakarta.

Bdg, 140520
Tsi taura

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *