Cerpen Tiga Paragraf (Pentigraf) (15) ‘Pulang Kampung’

Datuk Husein, memiliki seorang istri dan anak yang baru berusia 9 tahun. Putra melayu yang bermental baja. Dia bekerja sebagai kepala sekuriti di sebuah perusahaan mata sipit yang bergerak di bidang ekspor minyak kelapa sawit. Mewabahnya covid-19 dia dan kawan-kawanya di-PHK. Kebijakan physical distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) serta bekerja di rumah adalah alasan perusahaan mem-PHK mereka.
Praktis dia kehilangan mata pencaharian. Hidup di ibu kota tak bisa dipertahankan lagi. Istrinya sepakat untuk pulang kampung saja, bertani di atas tanah pembagian warisan ayahnya.
Pagi-pagi sekali Datuk Husein keluar rumah membeli tiket ke Medan. Dia kecewa, petugas loket menginformasikan ada larangan mudik. Tak ada kenderaan yang berani berangkat. Datuk Husein terduduk di bangku dekat loket, menghempas tubuhnya. Khayalannya jauh melintas hutan-hutan tua. Dia memilih pulang ke rumah hendak bermusyawarah dengan istrinya, jalan apa yang harus ditempuh, hidup tanpa penghasilan.

Sebelum Datuk Husein meninggalkan loket, dia mendengar dialog penyiar televisi swasta dengan penguasa yang memiliki empati sosial yang tajam, yang dilarang itu mudik dan bukan yang pulang kampung. Datuk Husein gembira, langsung dia membayar tiket untuk tiga orang, dia, istri dan seorang anaknya.
Ditegaskannya pada petugas loket, dia bukan mudik tapi pulang kampung. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya di daerah kumuh dan padat penduduk, hatinya tak tenteram, jantungnya berdebar-debar. Langkahnya seperti dipasung.
Kobaran api masih menyala ketika dia tiba di depan rumahnya. Beberapa rumah lainnya rata dengan tanah. Anak dan istrinya tewas, hangus terbakar.
Dia mendesis pilu, “beristirahatlah bersama-sama puing. Mimpi kita hangus di tepi jalan. Tak ada yang perlu disesalkan sayang, ini permainan takdir, di rumah pun kita pulang.”

Bacaan Lainnya

Datuk Husein membatalkan niatnya pulang kampung. “Aku tak mau pulang kampung sebagai prajurit yang kalah perang”, janjinya di tepi makam anak istrinya.
Untuk menyambung hidupnya dia melamar menjadi supir ambulans mengangkut jenazah-jenazah korban covid-19.
Bayangan anak istrinya seakan mengikutinya ke mana pun dia membawa jenazah. Dalam doanya dia mengirim rindu ke langit:
“Aku menerima ketentuanMu ya Rabb”, ucapnya dalam sunyi yang merah.

Bdg, 240420
Tsi taura

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *