Cerita Mini (Cermin), (01) ‘Eksekutor Dari Tanah Melayu’

PESAWAT Mandala Air lines baru saja mendarat di landasan Bandara Polonia dari Jakarta.
Hujan melebat, petir berkali-kali menyalak.
Seorang penumpang berambut cepak, berkumis tebal, berjaket dan berkacamata hitam, bertopi biru turun dari tangga pesawat. Ia berjalan tenang menuju pintu keluar. Ayah dan emaknya menyambut haru kepulangan putra kebanggaan mereka.

Ayah dan emaknya sudah larut senja tapi semangatnya tetap menyala, bertani sayur-sayuran, buah-buahan dan menanam padi.

Bacaan Lainnya

Senja nyaris jatuh, mereka singgah ke mesjid agung menunai kewajiban shalat maghrib.
Seusai shalat mereka singgah makan malam di restoran Bahagia, di pangkal jalan Sisingamangaraja Medan.
Di rumah makan itu mereka berbincang-bincsng. Si ayah, Tengku Idris tak henti-hentinya bercakap, gembira, haru dan bersyukur, satu-satunya anaknya yang paling bandal dari sembilan orang bersaudara, berhasil melepaskan hinaan tetangga karena putranya itu, Tora benar-meresahkan banyak orang. Hampir tiap hari dia berkelahi, membuat repot orang tuanya.

Di sudut kiri dua pasang mata melihat adegan itu.
Seorang perempuan setengah baya dan seorang putri remaja.
Perempuan tengah baya itu seperti hendak melompat duduk bergabung dengan Tora, tengku Idris dan Umi Kalsum, ibu’nda Tora. Ingin berbaur melepas rindu setelah belasan tahun tak ketemu.
Perempuan itu bernama tengku Balkis dan putrinya Sri Maharani.

“Emak, siapa mereka itu? Sepertinya ada kisah yang manis bersama mereka?”, tanya Sri Maharani.
Si emak menutup bibir putrinya dengan telunjuk dan menutur, “nanti engkau akan tahu sendiri siapa mereka.

Tengku Balqis mencari akal bagaimana caranya agar mereka mengingat dirinya.
Balqis dan putrinya keluar lebih dulu, melintas meja Tora dan orang tuanya.

“Engkau jangan menikah terburu-buru, kau dengarlah nasihat kami”, kata tengku Idris pada Tora.
Tora tergelak, emaknya tersenyum, hingga mereka tak melihat tengku Balqis melewati meja mereka.
Hujan semakin menderas, Tora mengajak ayah dan emaknya pulang.

“Hujan yang membawa nikmat”, kata emaknya.
Tiba di rumah mereka disambut hangat, seperti pulangnya prajurit yang menang di medan perang.
Tikar pun dibentang, acara syukuran pun berlangsung.
Si ayah berbisik pada Tora, “lihat itu putri di sudut dinding tengah.”
Tora hanya tersenyum tak meladeni ayahnya untuk cepat-cepat memperoleh menantu. (***)

Binjai, 03-10-20,

tsi taura.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *