Cerpen Tiga Paragraf (Pentigraf) (28) ‘Titian Bulan Hitam’

tsi taura

Covid-19 yang mewabah dunia, salah satu cara memutus mata rantainya adalah dengan tidak keluar rumah. Tora mematuhi anjuran penguasa, berjam-jam duduk di perpustakaan pribadinya. Sekali-sekali dia keluar rumah juga, mengusir kejenuhan yang semakin menebal di benaknya. Satu malam, hujan turun melebat dan petir menyalak panjang. Dia tiba-tiba teringat masa remajanya yang suram, ekonomi yang murat-marit. Pendidikannya nyaris gagal. Ayahnya hilang dalam rumah cinta. Dia harus pontang-panting mencari nafkah untuk membantu ibu dan pendidikan adik-adiknya. Hidup mereka seperti kerakap tumbuh di batu. Seorang perempuan yang tak diketahui asal-usulnya, tinggal seorang diri di samping rumah Tora, memberikan cahaya meniti kehidupan yang gelap.
Perempuan tersebut turut membiayai pendidikan Tora hingga menyelesaikan perkuliahan S1-nya. Saat Tora wisuda, perempuan itu menghilang, tak tahu ke mana dia pergi. Lamunan Tora terputus, istrinya mengabarkan stafnya dulu ketika bertugas di sebuah kepulauan, Andika Belanda datang.

“Hey, Belanda, mimpi apa kau datang malam-malam begini”, tanya Tora pada Andika yang mirip Belanda itu. Andika menginformasikan dia membutuhkan donor darah A+, ibunya sakit. Dia teringat Tora bergolongan darah A+. Sekarang dirawat di Rumah Sakit Swasta Bandung. Tora segera berganti pakaian. Dengan tenang dia pamit dengan istrinya menembus malam sunyi. Andika Belanda terobat gelisahnya. Setir diambil alih Tora. Sebelum ke rumah sakit, Tora menyinggahi dr Amelia, dia tahu Amelia juga bergolongan darah A+. Dengan ikhlas Amelia ikut ke rumah sakit.

Bacaan Lainnya

Dokter Amelia mengenal dokter yang menangani ibu Andika. Segera dilakukan tindakan. Alhamdulillah darah Amelia dan Tora steril dari penyakit kronis. Selesai tindakan donor darah, Andika membawa dokter Amelia dan Tora ke ruang rawat ibunya.
Tora terperanjat, seperti mimpi yang tersentak. Tora bergegas mendekati pasien. Dipeluknya, diciumnya kening perempuan yang terbaring lemah itu.
Andika dan Amelia tercengang, Ibu Andika balas memeluk mencoba bangkit. Suasana haru luruh seperti lebatnya hujan di halaman rumah sakit. “Kak, belasan tahun saya mencarimu, titianku di bulan mati, akhirnya ketemu di sini”, ujar Tora berderai haru. Si ibu tersenyum, air matanya mengalir deras. Pada Andika sang ibu yang bernama Leni Hasan menceritakan masa remaja Tora, bertetangga sebagai remaja yang santun.
Amelia tak mampu menahan air matanya. Andika memeluk Tora, hujan pun reda.

Bdg, 080520
Tsi Taura

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *