Puluhan Goa Peninggalan Penjajah Jepang Terbengkalai dan Tak Diurus

Foto ilustrasi: Goa Jepang di Bukittinggi. (ist)

KETIKA Jepang menjajah Indonesia, banyak sekali sekali memampaatkan goa goa, baik itu goa yang ada seacara alami maupun goa buatan Jepang sendiri dengan menggunakan tenaga kerja yang diambil dari orang

Foto ilustrasi: Goa Jepang di Bukittinggi. (ist)
Foto ilustrasi: Goa Jepang di Bukittinggi. (ist)

-orang Indonesia atau lebih dikenal dengan sistem Romusha, tujuannya adalah untuk tempat pertahanan, persembunyiaan, perlindungan, dan juga tempat penyimpanan senjata semasa Perang Dunia ke II.

Bacaan Lainnya

Kini, puluhan goa dan bunker peninggalan masa penjajahan Jepang yang kondisinya terbengkalai dan tak terawat. Peninggalan penjajah Jepang itu bisa dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Terbengkalainya goa itu disampaikan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta.

“Keberadaan bangunan goa-goa dan bunker peninggalan penjajahan Jepang, sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah daerah setempat, seperti yang ada di Kabupaten dan Bantul,” kata Peneliti Sarana Pertahanan Jepang Masa Perang Dunia Kedua, Balai Arkeologi Yogyakarta Muhammad Chawari, Kamis (31/3/2016).

Sedikitnya, ada lebih dari 25 goa yang berada di Kabupaten Sleman, dan yang terbanyak berada di kawasan lereng Gunung Merapi yang sampai kini masih terbengkalai.

“Padahal goa-goa itu merupakan suatu potensi yang bisa dimanfaatkan pemerintah daerah sebagai objek wisata, sehingga bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari sisi wisatanya, dan juga bisa untuk menambah wawasan bagi masyarakat,” bebernya.

Ia mengatakan, di Sleman goa peninggalan Jepang terbanyak di lereng Gunung Merapi yang jumlahnya mencapai 25 unit, tepatnya di atas Telaga Nirmala dan Tlogo Putri. Kemudian ada empat goa yang di bukit Candi Abang, Berbah.

“Di Bantul ada di bukit dekat Pantai Parangtritis,” katanya.

Chawari mengatakan, goa-goa peninggalan Jepang tersebut mempunyai unsur pertahanan dan penyerangan. Digunakan oleh Jepang pada masanya menduduki Indonesia.

“Dilihat dari sisi konstruksinya, di dalamnya ada jalur-jalur ‘tikus’ (jalur kecil),” katanya.

Ia mengatakan, dikhawatirkan jika tidak dikelola dengan baik akan mengalami hal yang sama dengan goa-goa Jepang di daerah lain. Seperti di Purworejo, Kudus, dan Lumajang.

“Di Purworejo dan Kudus itu masih banyak yang tertutup oleh tanah. Selain itu juga ada goa yang sudah ada pemanfaatan. Tapi tidak tepat,” katanya.

Goa Jepang yang berada di tengah pemukiman, kata dia, ada yang digunakan sebagai gudang oleh warga.

“Bahkan, di Lumajang, Jawa Timur ada yang dipakai untuk tempat menimbun sampah,” katanya.

Ia mengatakan, untuk bangunan bunker, karena ada konstruksi beton corannya, kemudian dirusak untuk diambil besinya, dan dijual.

“Goa dan bunker dulu digunakan untuk sarana offensive (menyerang) dan tempat bersembunyi,” katanya.

Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, Siswanto, mengatakan pihaknya hanya bertugas melakukan penelitian saja. Yang berada di wilayah kerjanya, yaitu DIY, Jawa Tengah, serta Jawa Timur.

“Sementara untuk pengelolaannya diserahkan masyarakat sekitar, atau juga pemerintah daerah setempat. Dalam melakukan penelitianpun, benda-bendanya tidak dibawa ke kantor,” katanya. (gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *