Festival Tari Serampang Dua Belas Se-Nusantara 2014

[youtube]http://www.youtube.com/watch?v=6m6tFdfj6WY&feature=youtu.be” width=”560″ height=”315″[/youtube]

Agar tidak binasa, maka tari Serampang Duabelas adalah tari Melayu yang digubah oleh maestro tari Melayu modern, Sauti pun difestivalkan. Festival Tari Serampang Duabelas se-Nusantara Tahun 2014 ini digelar  Anjungan Sumatera Utara TMII  pada  15-16 Nopember 2014.

Bacaan Lainnya

Tari ini adalah salah satu dari delapan koreografi termashur karya Sauti. Diramu dari berbagai ragam gerak dan musik Spanyol, Portugis,  Persia,  dan sebagainya, berbasis khazanah adat, seni budaya, dan prikehidupan keseharian masyarakat Melayu pada masanya, di kawasan Deli dan Serdang. Dipentaskan pertama kali di Medan, pada tahun 1938.

Presiden Soekarno, yang tertarik dengan rentak dinamis tari yang bercerita tentang resam pergaulan muda-mudi Melayu ini, kemudian menampilkannya di Istana Negara dan Istana Bogor, menyambut tamu-tamu negara. Rombongan kesenian dari Medan yang dipimpin oleh Sauti, diundang secara khusus oleh Presiden yang cinta seni ini. Lebih dari itu, beliau juga mengangkat tari Serampang Duabelas menjadi bagian dari diplomasi kebudayaan pemerintah Republik Indonesia, dan dipertunjukkan di Moskowa,  Beijing, dan negara-negara Eropa Timur pada kurun tahun 1950-an. Tidak hanya itu, Bung Karno pun mencanangkan tari Serampang Duabelas sebagai ‘tari nasional’, dan kemudian diajarkan di seluruh sekolah di Indonesia. Dengan segera tari yang indah ini menyebar, bahkan sampai ke Malaysia, dan Singapura.

Mencermati perkembangannya yang cepat, dan peminatnya yang luas, maka pada tahun 1959 secara nasional diselenggarakan Sayembara Tari Serampang Duabelas yang pertama di Surabaya. Untuk yang kedua, pada tahun 1960, sayembara diselenggarakan di Jakarta. Dan Medan, pada tahun 1963, mendapat giliran menjadi kota penyelenggara Sayembara Tari Serampang Duabelas yang ketiga.

Setelah tahun-tahun yang riuh-rendah itu, disebabkan perobahan situasi  sosial-politik,   perkembangan   tari Serampang   Duabelas   sempat menyurut,  namun tidak berarti berhenti. Pengajaran masih berlangsung di sekolah-sekolah dan sanggar di berbagai tempat di Indonesia. Akan tetapi, sayembara yang bersifat nasional sudah tidak lagi dibuat. Beberapa daerah di Sumatera Utara sesekali ada juga menyelenggarakan perlombaan, tapi hanya bersifat lokal.

Bertolak dari latar kesejarahan yang panjang tersebut, serta terdorong oleh tanggungjawab untuk mengenalkan dan merayakan kembali karya tari Sauti yang telah menjadi ikon kesenian Melayu, maka Anjungan Sumatera Utara  yang berkedudukan di Taman Mini “Indonesia Indah” (TMII) Jakarta, menganggap penting untuk melanjutkan kembali tradisi penyelenggaraan sayembara tari Serampang Duabelas secara nasional, agar buah karya jenial yang telah melintasi zaman dan memberi warna yang kuat bagi khazanah seni tari Indonesia itu tidak hilang dan terlupakan.

Diawali pada tahun 2012, tepatnya tanggal 12 bulan 12 (Desember), Anjungan Sumatera Utara TMII bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Kebudayaan Melayu (LPKM) Sumatera Timur, dan Komunitas Seniman Tradisi (KOSENTRA) Sumatera Utara,  menyelenggarakan kegiatan fenomenal pemecahan rekor menarikan tari Serampang Duabelas selama 12 jam nonstop, oleh 12 pasang penari, dengan diiringi oleh 12 penabuh gendang,  sejak pukul 12 siang hingga 12 malam.

Pada tahun 2013, Anjungan Sumatera Utara TMII memulai penyelenggaraan Festival Tari Serampang Duabelas, namun tidak eksplisit mengundang peserta secara nasional. Festival yang dibuka oleh Staf Ahli Menteri Pemuda dan Olahraga, yang juga tokoh masyarakat Melayu di Jakarta, Drs. Sakhyan Asmara,  diikuti oleh sejumlah peserta yang sebagian besar dari sanggar-sanggar tari yang ada di Jakarta, selain yang datang dari Kabupaten Deli Serdang, mewakili Propinsi Sumatera Utara.

Untuk tahun 2014 ini, kepesertaan festival dibuka secara luas, dengan skala Nusantara, oleh karena derasnya dukungan, minat,  dan permintaan dari berbagai daerah, serta dengan memperhatikan bahwa secara faktual tari Serampang Duabelas masih hidup dan terus berkembang di berbagai pelosok Indonesia. (gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *