Cerpen: ‘Dayus Dan Dia’ Karya Jaya Arjuna

Ilustrasi Dayus Dan Dia

Oleh. Jaya Arjuna*

“Siap, Pak. Urusan saya sudah hampir rampung. Dua hari lagi saya kembali. Ya Pak, yang penting ada komitmen untuk saling menjaga. Siap, Pak,” Dayus menutup telepon genggamnya mengakhiri percakapan entah dengan siapa di seberang sana. Setelah itu, Dayus kembali menjelaskan segala sesuatu yang dirasanya perlu kepada Dia.

Bacaan Lainnya

“Aku sudah siapkan kebutuhanmu di Singapura selama enam bulan. Aku rasa kasusku ini paling lama lima bulan sudah inkrah. Kalau sudah masuk dan jelas penjaranya di mana, baru aku minta bantuan kau,” begitu kata Dayus.

“Bagaimana dengan keluargaku. Aku mau jaminannya,” Dia mengingatkan Dayus.
“Seperti yang sudah kusampaikan dari awal. Aku jamin selama lima tahun. Kau bisa terima setiap bulan. Aku sudah masukkan dalam bentuk deposito yang bunganya langsung ke tabungan isterimu,” Dayus meyakinkan Dia.

“Aku janji, paling lama kau di dalam itu dua tahun. Aku nanti yang mengatur. Selama di dalam pun kau terjamin,” Dia menerima pernyataan Dayus tanpa ekspresi. Ia tahu Dayus memang bisa mengatur semuanya. Bukan hanya di negaranya. Di Singapura, Dayus masih punya pengaruh besar. Imigrasi, Polisi dan bahkan Dokter bisa mengeluarkan pernyataan sesuai dengan permintaan Dayus.

Dia bertemu Dayus secara tak sengaja. Dia tukang parkir dan Dayus akan memarkirkan mobilnya. Dayus terkejut melihat wajahnya, demikian juga Dia. Wajah mereka hampir sama. Dayus memberinya uang parkir yang cukup banyak.

“Aku senang ada duplikatku. Wajah boleh sama, tapi nasib kita memang berbeda,” kata Dayus. Tulus sekali kedengarannya.

Dayus berjanji untuk mencarikan pekerjaan yang lebih layak. Janji itu ditepatinya. Suatu sore selesai tugas, Dayus mengajaknya makan. Dayus menanyakan mengenai kehidupannya dan keluarganya. Cuma itu. Waktu pulang, Dayus memberinya uang banyak sekali. Baru sekali ini dia memegang uang sebanyak itu. Setelah itu dia merasa diawasi. Kemana dia pergi dan dengan siapa saja dia bertemu. Setelah itu, beberapa kali dia menerima uang, baik langsung dari Dayus maupun melalui anak buahnya.

Akhirnya Dayus mengajak Dia bekerja di luar negeri. Tentu saja Dia mau. Dia disuruh Dayus membuat paspor karena akan diajak jalan-jalan ke Singapura. Baru di Singapura dia tahu bahwa Dayus adalah tersangka kasus korupsi yang sedang melarikan diri. Dayus diminta penegak hukum untuk pulang dengan sukarela atau dijemput paksa.

Dayus tahu bahwa Dia sudah tahu masalah yang dihadapi Dayus. Dayus menceritakan pekerjaan yang harus dilakukannya. Sederhana. Dia diminta berperan sebagai Dayus. Dia pun diminta untuk mempelajari perilaku Dayus agar perannya nanti tidak mencurigakan. Dayus membawanya ke sebuah apartemen.

“Kau akan tinggal di apartemen ini. Tugas kau hanya memperlajari itu,” kata Dayus sambil menunjuk tumpukan album foto, CD dan juga catatan penting keluarga Dayus.

Dalam beberapa bulan ke depan, Dia harus sudah siap jadi duplikat Dayus yang sempurna. Dayus juga membawanya ke dokter bedah. Wajahnya memang sudah mirip Dayus. Hanya dengan sedikit torehan kecil pisau bedah, orang sudah sukar membedakan antara dia dengan Dayus.

“Kau akan kubayar mahal selama belajar menjadi aku dan juga sewaktu berperan sebagai aku. Mungkin untuk beberapa tahun kau akan berpisah dengan keluargamu. Tapi tak apa. Bayarannya setimpal dengan pengorbananmu,” Dayus menjelaskan apa perannya dan apa yang harus dilakukannya. Dia sepakat. Dayus mengatakan akan pulang karena sudah dijemput.

“Tak apa, paling lama lima bulan aku akan kembali. Setelah itu kau akan jadi aku,” begitu kata Dayus sebelum berpisah.

Dari berita televisi, Dia menonton momen kembalinya Dayus ke negaranya. Ada petinggi partai yang menggandeng Dayus. Dari wajah mereka terlihat kebanggaan karena berhasil menjemput Dayus kembali ke tanah air. Di belakang mereka ada penegak hukum. Ada juga beberapa wartawan media elektronik yang meliput setiap langkah dan gerak Dayus.

Dia kembali menekuni membaca catatan tentang Dayus. Tidak terlalu sukar memang. Hanya mengenai kehidupan keluarga. Sedikit yang paling menarik bagi Dia adalah cara Dayus mengumpulkan hartanya. Walaupun hanya pegawai rendahan, tetapi Dayus diberi kepercayaan mengurus pajak beberapa perusahaan besar. Kerjanya juga tidak terlalu sulit. Yang paling perlu adalah kepercayaan atasan untuk membebaskannya berimprovisasi dalam penyusunan laporan. Tidak semua orang dapat kepercayaan yang sangat begitu besar dari atasannya. Dayus bisa memutuskan apa saja, dan atasan pasti setuju.

Dayus sangat ahli dalam menukangi pajak. Semua akan terlihat seperti tanpa cacat. Aman. Untuk setiap perusahaan yang ditanganinya, Dayus mulai dengan memanfaatkan perbedaan kurs dan volume transaksi. Kemudian dia juga mengatur pendapatan perusahaan. Dari ketiga hal ini, nilai yang diperoleh sudah sangat mencengangkan. Tidak pernah terbayangkan, walau dalam mimpinya.

Itu baru dari satu perusahaan. Ada puluhan perusahaan yang ditangani Dayus. Dari catatan Dayus, Dia juga mengetahui tata cara praktek korupsi yang bisa menguntungkan tanpa perlu takut dengan resiko terjamah tangan hukum. Praktek korupsi ini sudah berlangsung lama dan bahkan dirasakan sudah sebagai kelaziman. Baru sekarang Dia tahu mengapa kehidupannya begitu menderita. Begitu sulitnya Dia dan kawan-kawan lainnya untuk mencari pekerjaan. Begitu sukarnya berusaha, padahal dia tahu kekayaan alam negaranya sangat kaya.

Bulan pertama di Singapura, Dia agak gamang. Ia takut mengeluarkan uang karena semua dirasanya serba mahal. Bila diukur dengan isi kantongnya dulu sebelum bertemu Dayus, maka kehidupannya sekarang bagai mimpi. Bulan kedua, ia sudah mulai terbiasa. Dia tahu bahwa setiap bulan ia menerima kiriman uang. Entah dari siapa.

Dia memang tidak mau peduli. Tinggal di apartemen mewah telah membuat kepeduliannya dengan sekitarnya makin menurun. Tidak ada yang mau peduli atau bertegur sapa. Semua orang sibuk dengan pikiran atau pekerjaannya. Sementara Dia sendiri tidak perlu bekerja. Ia hanya perlu menghapalkan semua tindak tanduk dan cara Dayus berbicara. Hanya itu. Dia yakin bahwa dia sangat mampu sekarang.
Dari dalam negeri, Dia mendapat kabar bahwa perkara Dayus sudah diajukan ke persidangan. Berbagai fakta hukum dan hal yang memberatkan serta meringankan muncul di persidangan. Dia tertawa mengikuti peradilan itu. Ia mulai tahu bahwa antara kebenaran dan keadilan itu bisa dekat dan bisa sangat jauh jaraknya.

Dari besarnya tuntutan hukuman, dia mengakui kekuatan jangkauan kekuasaan Dayus. Semua tepat seperti yang disampaikan Dayus padanya. Sidangnya juga tidak lama. Putusan empat tahun penjara tidak ditolak oleh Dayus. Di hadapan pers Dayus menyatakan: ”Saya terima dengan hati lapang hasil putusan itu. Mungkin dengan hukuman ini saya bisa membayar kesalahan. Saya bisa merenung dan menyadari kekeliruan saya.”

Semua senang. Rakyat senang karena koruptor sudah dijatuhi hukuman. Penegak hukum senang karena bisa menyatakan bahwa hukum sudah ditegakkan. Yang bersalah sudah menerima hukuman dengan ikhlas.
Seperti kata Dayus, kalau hukumannya sudah putus maka giliran Dia untuk melakonkan perannya. Terlebih dahulu Dia mencek apakah kiriman uang tiap bulan sudah diterima isterinya. Isterinya hanya tahu bahwa dia pergi bekerja ke luar negeri. Orang kampungnya juga tahu bahwa Dia jadi TKI sekarang. Semuanya diatur oleh Dayus.

“Aku mungkin masih agak lama bekerja. Kontrakku diperpanjang. Kau jaga anak kita. Masukkan dia sekolah. Semua keperluannya aku kirim. Kau sabar menunggu,” katanya kepada isterinya.
Dari pemberitaan media massa, Dia tahu bahwa Dayus sudah mulai menjalani hukumannya. Semua diliput terang-benderang. Tayangan adegan Dayus masuk sel dan petugas mengunci dari luar diulang berkali-kali. Dramatis. Dayus yang pegawai rendahan tapi kaya raya, harus meringkuk di penjara menerima ganjaran perbuatannya yang merugikan negara milyaran rupiah. Hebat. Salut dengan ritual penegakan hukum yang semuanya seakan sempurna.

Pagi hari. Dia menerima telepon dari Dayus. Dia sudah duga itu. Semua tepat seperti yang disampaikan Dayus sebelumnya. Persis sama.

“Aku datang siang ini. Kau siap-siap untuk berangkat malam ini juga,” kata Dayus singkat di telepon.
Dia mengiyakan dan langsung berkemas. Sore itu Dayus datang bersama isteri dan anaknya. Penampilannya agak beda. Pakai kacamata dan wig. Wajar, status Dayus sekarang adalah tahanan. Dayus memperkenalkan Dia dengan isterinya. Isteri Dayus tersenyum kepada Dia. Mungkin dia juga kagum dengan kemiripan Dia dan Dayus.

“Bang, bantu kami ya. Sebelumnya terima kasih, Bang. Aku pastikan keluarga abang kami perhatikan,” kata isteri Dayus. Dia hanya tersenyum.

Malam itu juga Dia terbang ke tanah air. Pakai kaca mata dan wig seperti Dayus tadi siang. Kedatangannya sudah disambut dua orang yang berbadan tegap. Awalnya mereka memberi hormat, tetapi kemudian jadi biasa saja. Mungkin mereka ingat siapa Dia sebenarnya. Wajah dan penampilan boleh sama, tapi posisi dan status berbeda.

Dia langsung diantar ke penjara. Masuk. Dikunci dari luar. Persis sama seperti di televisi. Dia mulai merasakan tidak enaknya dengan pekerjaan yang baru ini. Lima bulan dia makan tidur dan bebas ke mana saja dengan uang cukup, sekarang geraknya sudah dibatasi dinding penjara. Dia terima karena memang sudah tahu apa yang akan dialaminya sebagai resiko dari kesepakatan dengan Dayus.

Sama seperti waktu menikmati kehidupan di Singapura, perasaan Dia juga gamang memulai hidup di penjara. Tapi Dia bangga sekarang. Kalau selama ini dia masuk penjara berkawan dengan para penjahat, sekarang semuanya pejabat. Banyak sekali pejabat yang masuk penjara. Kasusnya hampir sama. Korupsi. Berbeda dengan penjara penjahat, kali ini dia menikmati penjara yang serba ada. Penjaga bahkan terlihat lebih sebagai pesuruh para tahanan.

“Kita di penjara karena mewakili orang sial saja. Kalau yang salah, lebih banyak berkeliaran di luar. Sebenarnya kita juga bisa bebas. Tapi kasihan kepada penegak hukum. Mereka perlu contoh barang. Kitalah itu,” gurau mereka. Tak ada suasana kesedihan. Mereka ceria saja.

Dia lebih banyak diam. Para pejabat itu tidak mempedulikan Dia. Mungkin mereka mengganggap Dia hanya pegawai rendahan, sementara mereka pejabat dan bahkan bekas menteripun ada. Dayus memang hebat karena telah merancang semua rencana sedetil mungkin. Karena belum ada yang sempat dekat, maka mereka menerima Dia sebagai Dayus si pendiam. Mereka belum sempat kenal siapa Dia dan siapa Dayus, sehingga menganggap dialah Dayus.

Hari-hari di penjara membuatnya makin mengerti apa arti penjara bagi pejabat. Mungkin mereka hanya anggap sebagai sekolah, seminar atau kursus di luar kota. Tidak terlihat sama sekali efek jera.
Dulu, para koruptor bisa membangun fasilitas sel sesuai keinginan. Tapi sejak ada temuan media massa tentang narapidana yang merombak selnya menjadi kamar hotel dan bahkan ruang rapat perusahaan, semua jadi berubah. Mereka sekarang tampil dengan fasilitas yang sama dengan terpidana berbagai kasus lain. Mereka lebih suka mengatur ketidakberadaaannya dalam penjara dengan para sipir. Sipir juga senang dengan pola yang baru itu. Ada transaksi saling pengertian atas kelonggaran yang diberikan.

Sebagian besar tahanan kasus korupsi memiliki apartemen mewah pada lokasi tidak jauh dari bangunan penjara mereka. Awalnya dia juga heran. Mengapa ada pengusaha real estate yang mau membangun apartemen mewah dekat penjara. Setelah tahu siapa pemiliknya, dia baru paham siapa penghuni apartemen itu.
Narapidana pasti akan memilih tinggal di apartemen dengan keluarganya daripada di penjara. Ruang penjara hanya berisi pada saat tertentu saja. Kalau ada pemeriksaan, para sipir akan menyatakan bahwa para tahanan sedang olahraga, kerja sosial atau berbagai alasan lain. Setelah itu, segera para tahanan datang dan memasuki ruang tahanan mereka kembali. Tentu saja ada berbagai cara dan berbagai pintu yang bisa disiapkan untuk membuatnya seolah sangat wajar.

Dari percakapan dengan para tahanan lain, Dia tahu betapa korupsi sudah sangat dalam menggerogoti bangsa ini. Sebagian pelakunya tertangkap, dan sebagian besar lainnya tetap bebas. Para sahabatnya di penjara itu adalah sebagian dari pelaku yang tertangkap dan diproses.
Dari mereka, Dia tahu ada berbagai jenis korupsi yang jadi perilaku harian aparat pemerintah di negeri ini. Ada korupsi terima setoran komisi proyek, ada pula bagi hasil. Korupsi juga ada dengan modus saham kosong. Yang lebih berani korupsi dengan cara proyek fiktif atau transaksi fiktif. Bahkan ada yang jual asset negara.

Ada pejabat yang main langsung, dan ada juga yang menggunakan tangan bawahan. Anak buah yang main, pimpinan tinggal terima bersih. Penegak hukum ada yang jadi pelaku jual beli keadilan. Pasal berapa, hukuman berapa dengan biaya berapa? Korupsi penempatan jabatan juga ada. Ini yang paling aman bagi penjabat. Anak buah bermain setengah mati mengembalikan modal pembelian jabatan, tentunya harus ada keuntungan juga untuk mereka selama menjabat.

Korupsi yang lebih trendy dan aman serta untungnya luar biasa adalah bailout. Bailout menghasilkan uang yang luarbiasa besar bagi pelaku maupun pejabat yang terlibat menjalankannya dan tetap aman. Terbukti, tidak ada pelaku bailout yang tersentuh hukum. Dia tidak tahu mau berkata atau berbuat apa setelah mendengar kenyataan perilaku para koruptor itu. Makin besar kasus dan volume uangnya, makin tidak bisa dijamah hukum.

Dia tahu ada kasus korupsi dunia pendidikan yang dilaporkan masyarakat ke penegak hukum. Puluhan Milyar. Kasusnya bertahun-tahun tidak ada kemajuan. Status tetap dalam pengumpulan bukti, dan belum ada keterangan saksi. Lembaga penerima laporan tampaknya seakan tak bersalah melakukan tebang pilih, atau bahkan mempetieskan kasus. Makin kuat kekuasaan dan makin mampu mengatur hukum dengan berbagai cara, makin aman melakukan korupsi.

Berbeda dengan tahanan lain yang berkali-kali keluar penjara, Dia bahkan berkali-kali ditawari untuk menikmati kehidupan luar penjara. Terserah kapan Dia mau, dan mau pergi ke mana. Dia tolak tawaran itu. Buat apa? Dia mau ke mana? Isterinya tahu dia sedang bekerja di luar negeri. Semua kerabat keluarganya juga tahu itu.

Lagipula Dia tidak mau mengingkari janjinya dengan Dayus. Dayus tidak mau dirinya terlihat bebas berkeliaran di luar, padahal statusnya adalah tahanan. Untuk peran itulah ia dibayar menggantikan Dayus. Ia sendiri menganggap ketidakberadaan di ruang penjara sebagai pelecehan terhadap hukum.
Walau selama ini penjahat kecil dan saat ini berperan sebagai penjahat besar, Dia masih menyayangi marwah negaranya. Teman-temannya satu penjara yang semuanya bekas pejabat ternyata punya moral yang lebih brengsek. Hanya nama mereka yang tertulis tetap dalam arsip penjara. Fisiknya terserah kemana mereka mau. Mereka menganggap wajar kalau bisa berkeliaran di luar.

“Mengapa kesempatan tidak kita manfaatkan Bukankah kita bayar untuk kebebasan itu dengan mahal,” begitu selalu alasan mereka.

Dia tahu semua itu bisa terjadi karena uang. Uang membuat hukum bertekuk-lutut. Tetapi Dia juga tidak bisa menyalahkan pembayar kebebasan semu itu. Mengapa penegak hukum mau dibayar? Lebih hebat Dayus. Dayus langsung tidak berada di dalam penjara. Dayus lebih dahsyat mempermalukan hukum. Dia adalah pelaku utama yang menyebabkan Dayus bisa berbuat begitu. Pelaku lainnya adalah para sipir dan penegak hukum. Mereka tahu dan ikut memuluskan perannya.

Dayus yang diperankannya mendapat penghargaan karena kepatuhannya kepada proses hukuman. Paling tertib dan disiplin, serta tidak pernah membuat masalah. Dayus tahu itu. Dayus pernah telepon.
”Terima kasih. Kau membuat namaku jadi baik. Semua memuji kedisiplinanmu. Dalam waktu dekat kau akan keluar. Kalau kau mau, sekarang kau boleh keluar ke mana saja. Melihat keluargamu beberapa hari juga boleh. Katakan kau sedang cuti. Aku yang atur semuanya!”

Dia gembira mendengar kata-kata Dayus itu. Dia berencana akan mengunjungi istri dan anaknya. Selama ini dia memang tetap menelepon isterinya. Menanyakan keadaan anaknya dan menanyakan apakah kiriman uangnya sudah diterima. Semua lancar. Semua terjamin, mungkin kelancaran itulah yang menyebabkan istrinya tidak pernah menanyakan kapan dia akan pulang.

Tiba-tiba saja ada keinginannya untuk jalan-jalan ke luar penjara. Dia sampaikan kepada sipir yang selalu jadi penghubungnya selama ini. “Mau pulang ke rumah, Pak?” sipir bertanya sebagai basa-basi. Sipir yang satu ini tahu siapa Dia sebenarnya.

“Nggak, aku cuma mau jalan-jalan saja. Tolong sediakan aku hotel.”
Sipir itu tersenyum sambil menjawab: ”Beres Pak. Semua tersedia”
Ucapannya itu disertai dengan senyuman dan sedikit kerdipan mata. Persetan. Dia tidak menanggapi. Malam itu dia dijemput dengan mobil mewah dan dibawa makan di restoran. Tidak menyolok. Kemudian diantar ke hotel. Dia menyuruh sipir untuk pulang.

“Aku mau istirahat, kau pulang saja. Kalau ada panggilan dari dalam, kau langsung jemput aku,” katanya.
“Siap Pak, Selamat bersenang-senang,” sipir itu menjawab dengan kerdipan mata juga. Sok akrab.
Dia masuk kamar hotel dengan perasaan tak menentu. Mewah sekali. Ada sebuah pesan dekat telepon. Bila Bapak perlu, saya segera datang. Tertanda Melinda. Dia paham maksud pesan itu. Dayus memang telah mempersiapkan semuanya. Setelah merebahkan diri sesaat, Dia bangkit mengambil minuman dan berjalan ke luar kamar. Ia tahu ada orang yang menunggu di lobby untuk melayaninya, atau mungkin juga sekalian mengawasinya. Pasti anak buah Dayus.

Dia keluar dari pintu belakang. Agar lebih mudah dan cepat bergerak, Dia memutuskan untuk menggunakan ojek. Ojek lebih akrab dalam kehidupannya selama ini. Dia naik tanpa menyebutkan tujuan. Penarik ojek tidak begitu peduli. Setelah menyerahkan helm langsung menghidupkan mesin dan jalan.

Dia merasa agak aneh dan asing berjalan di tengah keramaian kota setelah sekian lama dalam penjara. Tiba-tiba saja dia menyebutkan alamat rumahnya sebagai daerah tujuan. Dia belum bermaksud untuk datang. Sekadar melepas rindu. Menjelang dekat ke rumahnya, perasaannya jadi tak menentu. Dia yakin isterinya sedang di rumah mengeloni anaknya. Sudah jam sebelas malam.

Sebelum masuk gang menuju rumahnya, Dia berhenti untuk membeli rokok. Perempuan punya warung tidak mengenalnya karena dia masih memaki helm. Lagipula sebelum dia berangkat, warung itu belum ada. Pasti perempuan penjual rokok itu orang baru di kampung mereka. Sewaktu akan naik ojek kembali, dia terkejut melihat seorang perempuan turun dari sebuah mobil.

Karena ada yang tertinggal, si lelaki membuka kaca mobilnya dan memanggil perempuan itu, kemudian menyerahkan Hp. Dia kenal lelaki itu. Lelaki yang menjemputnya dari Singapura. Dia juga sangat kenal dengan si perempuan. Isterinya! Melihat dia agak terkejut, si pemilik warung langsung menyambar: ”Begitulah perempuan. Ditinggal laki jadi TKI, langsung umbar tubuh sama lelaki lain. Silau melihat kekayaan”

Dia tidak menanggapi penjual rokok itu. Mungkin saja si perempuan pemilik warung itu cemburu. Dia langsung kembali ke hotel dan esoknya ke penjara.

Dayus menepati janjinya. Dia akan segera bebas. Berita tentang pembebasan Dayus sudah gencar mengisi ruang berita surat kabar. Pagi sekali Dia sudah dijemput dari sel. Dia tahu bahwa setelah itu Dayus akan masuk menggantikannya dalam sel. Para peliput berita pasti akan mencecar Dayus dengan berbagai pertanyaan pada hari pembebasannya. Dan Dia tidak disuruh untuk berperan seperti itu.

Dari penjara Dia langsung dibawa terbang kembali ke Singapura. Kali ini langsung ke apartemen Dayus. Memasuki apartemen itu, hatinya mulai terusik. Foto bahagia Dayus dengan isteri dan anaknya membuat kemarahannya bangkit. Dia tahu bahwa selama bekerja dengan Dayus, isterinya sudah merelakan diri dipeluk lelaki lain. Dia menduga bahwa lelaki itu melakukan pendekatan selama ditugaskan mengantarkan uang dari Dayus. Bangsat! Kemarahannya memuncak sekarang. Yang dimilikinya sekarang adalah uang dan wajah yang mirip koruptor. Keluarga sudah hancur berantakan.

Dia tidak sabar menunggu Dayus. Kemarahannya akan ditumpahkan kepada lelaki yang telah merusak keluarganya. Harapan dan masa depan hidupnya. Bel kamar berbunyi. Dayus berdiri di depan pintu menjinjing sebuah tas. Sendiri. Dia yakin tas itu berisi uang seperti yang dijanjikan Dayus. Dia membuka pintu. Tanpa berkata sepatahpun, Dia langsung menusukkan pisau yang sudah dipersiapkannya ke dada Dayus.

Dayus tidak sempat mengelak. Dayus tidak menyangka sama sekali akan disambut dengan tusukan pisau. Sambil memegang dadanya, Dayus berkata, “Kau kok tahu? Mengapa kau dahului aku,” setelah itu Dayus jatuh terkulai. Ia melihat di balik jas Dayus ada pistol pakai peredam.

Dia mengambil tas dari tangan Dayus. Membuka isinya. Uang. Setelah itu mengambil paspor Dayus. Sekarang terserah dia. Mau tetap sebagai Dia, atau hidup sebagai jadi Dayus. Yang penting harus segera menghilang. Anak buah Dayus pasti akan kesulitan menerangkan kepada polisi Singapura, siapa Dayus dan siapa duplikat yang diduga jadi pembunuhnya. (***)

*Tentang Penulis

Foto: Jaya Arjuna (ist)

Sosok Jaya Arjuna lebih akrab sebagai seorang pemerhati lingkungan hidup. Sebab, sebagai pemerhati lingkungan hidup, Jaya Arjuna sudah berkeliling Asia dalam menjaga lingkungan dunia ini. Ternyata, Jaya Arjuna juga seorang seniman. Antara lingkungan hidup dan seni bagi Jaya Arjuna tidak ada bedanya. Semuanya mengalir seperti air. Maka di kota Medan, Jaya Arjuna pun dikenal sebagai pakar Lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU).

Jaya Arjuna yang dilahirkan di Medan, 1953, pertama kali mempublikasikan cerpennya tahun 1073 di Harian Mimbar Umum. Saat itu, ia menggunakan nama samaran D. AR.D Makewa. Jaya Arjuna, lulusan S1 Teknik Mesin USU dan kemudian menyelesaikan S2-nya di Fakultas Sain dan Alam Sekitar di Universiti Putra Malaysia dan kemudian menjadi tenaga pengajar di almamaternya, USU.

Dari perjalanan akademisnya, Jaya Arjuna kemudian mengikuti program belajar pengolahan limbah di Jepang, 1985. Dan pengalaman selama di Jepang itulah yang mengilhami Jaya Arjuna menulis cerpen Kapsul dan kemudian disertakan dalam lomba penulisan cerita pendek harian Suara Pembaruan, 1991, dan kemudin terpilih sebagai cerita pendek terbaik. Pada lomba ini, yang menjadi juri adalah HB Jassin (ketua), Bur Rasuanto (Anggota) dan Satyagraha Hoerip (Anggota).

Antologi Cerpen : Kapsul Api Cinta Shinta, cetakan 1, 2013, diterbitkan oleh penerbit kami (PT Karya Abadi Mitra), Tangerang. Antologi ini, memuat 15 cerita pendek, seperti; Kapsul, Api Cinta Shinta, Hilang Kehilangan, Amerta Wine, Dayus dan Dia, Tikus, Ingkar Janji, Banjir, Sepatu Tua, Kutukan, Poda Na Lima, Sendok Endi Enta, Nilai Tambah, Pecah, Tersangka. Pada antologi ini juga dimuat tulisan Subandindyo Hadiluwih Epilog: Dari Tikus sampai Kapsul.

Beberapa sastrawan nasional memberikan cacatan pada cover belakang antologi ‘Kapsul Api Cinta Shinta’ ini, antara lain Leon Agusta, Korrie Layun Rampan dam Kurniawan Junaedhie. “Hingga kini belum banyak karyawa sastra Indonesia yang mengambil bentuk sastra sience fiction, dalam sejarah cerpen Indonesia. Jaya Arjuna-lah orang yang pertama menulis genre ini secara meyakinkan .

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *