Belajar Dari Kreativitas Wali Songo Memanfaatkan Budaya

Foto: Delegasi The 7th Meeting of Asean Puppetry Association (APA) di Ponpes Tebuireng (Eddie Karsito)

Sejarah perkembangan seni wayang memang memiliki kaitan erat dengan dunia pendidikan keislaman di Indonesia

JOMBANG – Menutup agenda sidangnya yang ke-7, para delegasi The 7th Meeting of Asean Puppetry Association (APA), Its 10th Anniversary and Asean Puppetry Festival, melakukan lawatan budaya ke Pondok Pesantren Tebuireng, di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Jombang Jawa Timur, Senin (05/12/2016).

Bacaan Lainnya

Dalam sejarahnya, para pemuka agama Islam (Wali) berperan besar dalam pengembangan pewayangan di Indonesia. Para Wali melakukan syiar Islam melalui berbagai bentuk akulturasi budaya, diantaranya melalui seni Wayang. Termasuk penciptaan berbagai tembang keislaman berbahasa Jawa, dan gamelan, dengan lakon islami.

Sejarah perkembangan seni wayang memang memiliki kaitan erat dengan dunia pendidikan keislaman di Indonesia. Hal ini diantaranya yang mendasari pentingnya para delegasi Asosiasi Wayang ASEAN (AWA) atau ASEAN Puppetry Association (APA) mendatangi salah satu pondok pesanteren terbesar dan tertua di Indonesia ini. Pondok Pesantren Tebuireng didirikan oleh Kyai Haji Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M.

“Wayang salah satu media yang digunakan Wali Songo untuk menyebarkan nilai-nilai Islam di Nusantara. Wali Songo berhasil mengenalkan Islam kepada masyarakat dengan pendekatan budaya, baik secara psikologi, paedagogi, sejarah, hingga politik,” ujar Ketua Media Center, The 7th Meeting of Asean Puppetry Association (APA) Its 10th Anniversary and Asean Puppetry Festival, Eny Sulistyowati SPd, SE, kepada wartawan, usai menyaksikan penampilan ASEAN Puppet Joint Performance, di Pondok Pesantren Tebuireng.

Dengan memahami sejarah, lanjut Eny Sulistyowati, banyak pelajaran yang bisa dipetik dalam konteks masa kini. Kiprah para Wali Songo misalnya, kata Eny, bisa menjadi pelajaran berharga bagi bangsa mengenai sikap bijaksana dalam menyikapi perbedaan.

“Pola penetrasi budaya yang dilakukan para Wali sama sekali tidak menempuh jalur kekerasan. Mereka sangat memahami pluralitas yang ada di Indonesia. Para Wali secara bijak larut dan turut berpartisipasi dalam menentukan alur sejarah bangsa. Mereka juga terlibat dalam peran-peran pembaharuan dan pencerdasan masyarakat. Budi pekerti (akhlak) mereka mampu mengambil simpati masyarakat,” ujar Eny.

Sementara Sekretaris Umum Pondok Pesantren Tebuireng, Ir. H. Abdul Gofar, dalam sambutannya menyampaikan, suatu kehormatan pondok pesantren dilibatkan dalam perhelatan ASEAN Pupperty Festival 2016.

Banyak pihak menurutnya, menanyakan apa kaitannya wayang dengan pondok pesantren. “Wayang memiliki kaitan erat dengan sejarah perjalanan syiar Islam yang dikembangkan Sunan Kalijaga dan Wali lainnya, khususnya di Jawa,” ujarnya.

Salah satu kreasi beliau, kata Abdul Gofar, adalah cerita Punakawan dengan makna filosofisnya. “Cerita wayang dengan kearifan lokalnya. Harapan kita pondok bisa ikut mengembangkan dakwah Islam dengan cara yang tidak menimbulkan konflik, seperti yang dilakukan para Wali. Salah satunya lewat wayang,” papar Abdul Gofar.

Dalam menyambut kunjungan delegasi Sidang Ke-7 ASEAN Puppetry Association (APA) ini, para santri Pondok Pesantren Tebuireng menyambut tamunya dengan seni pertunjukan musik. Hadirin juga dihibur penampilan sendra tari ‘ASEAN Puppet Joint Performance’ dengan cerita ‘Ramayana.’

Setelah itu delegasi bersama-sama melakukan ziarah ke makam pahlawan Nasional pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, KH. M. Hasyim Asy’ari dan K.H. Wahid Hasyim, serta ke makam Presiden Ke-4 Republik Indonesia, Dr.(H.C.) K. H. Abdurrahman Wahid.

Hadir pada kesempatan tersebut, unsur Muspida Kabupaten Jombang, sivitas akademik pondok, para guru dan santri, Ketua Umum Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENAWANGI) Drs H. Solichin, Presidium Chairman of ASEAN Puppetry Association (APA), Mr. Danny Liwanag (Philippines), Sekjen ASEAN Puppetry Association (APA), Suparmin Sunjoyo (delegasi Indonesia).

Hadir juga Mr. Prof. Dr. Ghulam (delegasi Malaysia), Mr. DR. Chua Soo Pong (delegasi Singapore), Mr. Haji Abdul Hakim Mohd. Yassin, dan Mrs. Haji Abdul Hakim (delegasi Brunei Darussalam), Mrs. Phannaly Thephavongsa (delegasi Laos), Mr. Khin Maung Htwe (delegasi Myanmar), Mr. Nang Yanna (delegasi Kamboja), Mr. Somrat Thongtae (delegasi Thailand), dan Mrs. Nguyen Thi Thu Thuy (delegasi Vietnam).

Pada malam sebelumnya (Minggu, 04/12/2016), delegasi APA tampil di panggung ASEAN Puppetry Festival 2016, di Gedung Astoria Mojokerto. Nguyen Hong Phong, dan Nguyen Ngoc Triu, delegasi Vietnam menampilkan Wayang Air, disusul penampilan delegasi Philipina Mr. Danny Liwanag, Donarose Marzan, and Kiarra Poblacion, delegasi asal Brunei Darussalam, PG Kamarudin PG HJ Othman, delegasi Singapore, Mr. Suzlaifan Sulaimin, dan Tin Tin Oo, Thet Thet Htwe Oo, dan Myint Mo, dari Myanmar.

Sementara delegasi Indonesia menampilkan pragmen ‘Majapahit’ yang dibawakan oleh grup teater anak-anak Mojokerto, serta pagelaran ‘Wayang Potehi’ yang diusung para seniman yang tergabung di Sanggar Gubug Wayang Yensen Project Indonesia (SGWYPI) Mojokerto.

“ASEAN Puppetry Association (APA) secara terus-menerus meningkatkan interaksi dengan berbagai orang ASEAN. Langsung atau tidak APA telah mempromosikan ASEAN ke dalam kesadaran tentang identitas dan jatidiri bangsa. APA tidak hanya menjalin hubungan antara diplomat, birokrat, atau pejabat Pemerintah, namun lebih jauh hingga ke tingkat akar rumput,” ujar Sekjen ASEAN Puppetry Association (APA), Suparmin Sunjoyo, dalam sambutannya. (***/gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *