Program CSR PT Inalum Sangat Bermanfaat Bagi Penenun Silalahi

Penenun Ulos Silalahi

SIDIKALANG – Program CSR (Corporate Social Responsibility) dari PT Indonesia Asahan Aluminium (PT Inalum) sangat memberikan dampak manfaat bagi masyarakat Kecamatan Silahisabungan khususnya para pengrajin dan penenun yang ikut dalam program CSR ini.  Karena program ini diharapkan bisa menjadi sebagai gerakan ‘women empowerment’ yang membawa manfaat penting untuk membina perempuan agar mandiri secara ekonomi, atas kapasitas dan peran mereka dalam memberikan manfaat ekonomi, baik bagi keluarga maupun social

Sebelum mendapatkan program CSR, para penenun Ulos Silalahi merupakan penenun yang keseharian bekerja sebagai penenun untuk memenuhi kebutuhan komoditas di pesta adat yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Maka lewat program ini para penenun di dilatih melakukan diversifikasi atau pengembangan produk yakni menghasilkan tenun untuk kebutuhan fashion dengan harapan pasar akan lebih terbuka lebar. Konsep kegiatan ini adalah sustainable dan padat karya yang hingga hari ini masih terus berkelanjutan. Sistem kerjanya diatur, seperti masyarakat dapat menjual tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pewarna alami, ada yang diupah sebagai panirat, penggulung, menggatip, martibobo dan menenun. Artinya satu produk dihasilkan lewat sentuhan beberapa orang yang tentu berdampak pada pendapatan ekonomi masyarakat sekitar.

Bacaan Lainnya

Ibu Leo Saragih salah satu penenun di desa Silalahi I yang ikut dalam program CSR ini mengaku setelah mendapatkan program ini dirinya akhirnya mengetahui berbagai jenis tumbuhan endemik yang tumbuh di tanah Silalahi bisa dijadikan bahan pewarna untuk benang tenun untuk kebutuhan pembuatan Ulos Silalahi, yang selama ini hanya menggunakan bahan pewarna kimia.

“Diawal program kami diajarkan oleh bang Merdi Sihombing (Yayasan Merdi), untuk pembuatan warna dari berbagai jenis tumbuhan yang ada di Silalahi. Misalnya anggir dan kunyit serta kapur sirih bisa menjadi bahan pewarna untuk benang ulos yang menghasilkan warna kuning, tayom untuk warna hitam. Kelapa muda untuk warna orange. ketapang yang menghasilkan warna abu-abu dan akar pohon Mengkudu bahan tanaman untuk warna merah, Daun Mangga bisa menghasilkan warna coklat serta Kulit Kelapa Muda yang juga menghasilkan warna kuning, semuanya tersedia di tanah kami tanah silalahi,” terang Saragih saat ditemui di desanya di Desa Silalahi 1, Kecamatan Silahisabungan, Kamis (25/06/2020).

Ibu Saragih ini juga menyampaikan, dari pelatihan ini, ternyata banyak tumbuh-tumbuhan yang biasanya tidak terlalu berguna ternyata menjadi sangat bermanfaat untuk bahan pewarna benang tenun.

“Misalnya saja kulit kelapa muda yang selama ini hanya jadi sampah, bisa bernilai ekonomis, begitu juga ketapang yang merupakan tumbuhan semak dan ampas makanan ternak bisa dijual untuk program ini sebagai bahan pewarna.” terang Saragih.

Ibu Saragih juga menyampaikan, di tengah masa pandemi-Covid-19 ini program CSR ini juga sangat memberikan dampak kepada para ibu-ibu pengrajin yang ada di Silalahi, karena meski acara adat dan pesta ditiadakan, mereka tetap bisa menenun setiap hari, menghasilkan bahan tenunan Ulos Silalahi yang hasilnya tetap laku terjual dengan bantuan Dekranasda Dairi.

“Saat Covid-19 ini, kami tetap bisa menenun, kami diberikan bantuan alat tenun dan juga benang, serta hasil dari tenunan kami juga dibayar dan di bantu dipasarkan oleh Dekranasda, jadi tidak benar jika Program ini tidak bermanfaat,” jelasnya.

Lain halnya dengan Ibu Nanda boru Tobing, warga desa Silalahi 1 menyampaikan dirinya ikut dalam program ini karena merasa terpanggil karena ia tahu program ini akan bisa mengharumkan nama kampung halamannya Silalahi. Selain itu, ia yakin dengan program ini, budaya tradisional yang ada di Silalahi yakni tenun Ulos Silalahi tetap lestari.

“Saya bangga, Ulos Silalahi saat ini sudah dikenal sampai ke Jawa bahkan ke Luar Negeri saat ada pameran di Belgia, oleh Ibu Ketua Dekranasda Dairi, yang mengangkat hasil kerajinan ibu-ibu disini menjadi bahan busana dan fashion, karena selama ini, hasil tenunan kami hanya untuk pesta adat,” ujar Ibu Tobing yang ditemui saat manirat benang tenun.

Sebagaimana yang diketahui, melalui program ini, dan bantuan CSR PT Inalum tersebut, berbagai capaian pun telah diraih dalam hal pengembangan dan promosi hasil tenunan para pengrajin Ulos Silalahi diantaranya dibawanya Ulos Silalahi hasil penenun Silalahi di Pameran Kriya Nusa 11-15 September  2019 di Balai Kartini Jakarta yang dibuka langsung oleh Ibu Negara RI. Di acara Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia yang bekerjasama dengan DUta Besar Belgia pada Eco Fashion Indonesia 2019  di Belgia, ulos Silalahi juga dipamerkan dan mendapatkan sambutan yang cukup baik dari para pengunjung. Begitu juga di Filantropi Eco Fashion Week 2019 Kuningan, Jakarta pada 2-3 November 2019 lalu, Ulos Silalahi hasil karya para penenun Ulos Silalahi, begitu juga Ulos Fest 2019 di Museum Nasional Indonesia, Jakarta 12-16 November 2019 ulos Silalahi dipamerkan.  Ulos Silalahi hasil tenunan pengrajin Ulos Silalahi juga dipamerkan di Eco Fashion Week Indonesia 3 (5 Desember sd 7 Desember 2019) di Sarinah Thamrin, Jakarta yang dihadiri oleh Menteri Desa PDTT, Jajaran BUMN dan Wakil Gubernur Sumut. Produk diversifikasi tenun silahisabungan yang dikerjakan oleh 25 orang penenun Silahisabungan juga dipamerkan di I Fashion Festival dan The Masterpiece 2019, Jakarta pada 11 Desember 2019. Bahkan dalam event itu Sere Kalina yang menjadi Host dalam acara itu yang merupakan peserta Miss Indonesia 2015 dengan bangga menggunakan pakaian berbahan hasil tenun penenun Silahisabungan.

Ibu Rizal Baru Purba, penenun Silalahi yang juga merupakan salah satu koordinator dari para penenun dalam program ini lebih lanjut menjelaskan, bahwa tidak benar jika program ini tidak berlanjut, karena menurutnya, hingga sekarang program CSR ini masih melakukan pemberdayaan bagi para penenun secara berkesinambungan, baik dalam hal pelatihan, pemberian bantuan benang, dan pembelian hasil produk dari para pengrajin atau penenun Ulos Silalahi.

“Kegiatan ini sudah berlangsung dari setahun lalu, dan berkesinambungan, bahkan penenun lain yang tidak ikut dalam program ini sudah mulai ingin bergabung, karena hasil tenunan mereka tidak terjual akibat tidak adanya pesta adat selama Covid-19, namun kami di tengah Covid-19 kami masih bisa terus berlanjut, karena program eco-fashion dimana hasil tenunan dari para penenun tidak hanya pembuatan Ulos untuk komoditas pesta adat, namun untuk bahan busana dan fashion.” terang Ibu Rizal.

Agnes Simanjorang, salah satu penenun yang ikut dalam program ini juga mengaku sangat senang terlibat dalam program ini. Dari pelatihan yang pernah ia ikuti yang diajarkan langsung oleh Merdi Sihombing, salah satu pakar tenun nusantara dirinya mengaku bahwa skillnya bertambah dalam hal pembuatan berbagai ragam dan motif dari hasil tenunan.

Agnes juga mengaku, sejak dirinya mengenal sosok Merdi Sihombing, wanita yang baru setahun menggeluti pembuatan tenun Ulos Silalahi sejak dirinya lulus sekolah dari SMA, dirinya semakin giat dan tertarik mempelajari lebih dalam tentang tenun Ulos Silalahi, agar nantinya bisa menjadi penenun yang profesional dan bisa melestarikan tenun Ulos Silalahi yang ada di kampungnya.

“Awalnya saya menenun, hanya untuk meneruskan jejak keluarga, dari pada harus merantau setelah lulus SMA. Namun setelah diajari oleh Bapak Merdi Sihombing, saya semakin mengetahui banyak cara membuat motif yang bagus dan indah yang tidak pernah saya dapat sebelumnya. Saya juga jadi ingin bercita-cita menjadi desainer seperti dia. Kalau bukan karena program ini, saya tidak mengenal berbagai motif baru dan menenun dengan benang yang halus sebagaimana yang diajarkan. Saya ingin program ini tetap ada agar kami bisa mendapatkan lebih banyak lagi pelatihan dari Pak Merdi,” ujar penenun yang baru berusia 20 tahun itu. (martin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *