Pemerintah Harus Jadikan Yogyakarta Sebagai Lahan Pariwisata

Foto ilustrasi: stasiun-tugu Yogyakarta. (ist)

SLEMAN – Sebagai gudangnya destinasi wisata Daerah Istimewa Yogyakarta punya peluang untuk menarik wisatawan manca negara untuk datang ke kota gudeg tersebut. Tapi, disayangkan aset wisata tersebut rentan dan perlu dirawat. Pemerintah harus menetapkan aturan yang jelas untuk menjaga kelestarian area-area unggulan wisata.

“Perlu membuat panduan mengenai intervensi destinasi itu gimana, intervensi desain, siapa yang boleh datang. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan pada pariwisata, kita mau menjadikan yang seperti apa,” kata pengamat pariwisata UGM, Laretna T. Adishakti, Jumat (18/1/2017).
Ia memaparkan, pengelolaan unggulan pariwisata di Yogyakarta juga harus memperhatikan prinsip kelestarian. Provinsi DIY, menurutnya, memiliki aset-aset unggulan dengan nilai pariwisata yang tinggi. Mulai dari bentang pesawahan Kulon Progo hingga kekayaan ekologi di Gunung Kidul. Namun, semua aset ini belum dikelola secara tepat.

“Kita itu sebenarnya ngeri. Kayaknya semua orang diterima datang ke Jogja. Padahal Jogja harus bisa menentukan siapa yang layak datang ke Jogja, dan orang yang datang ke Jogja harus bisa diatur oleh Jogja, karena aset yang kita punya itu rentan dan harus dirawat,” kata pria yang akrab disapa Sita itu.

Adapun sembilan unggulan pariwisata di DIY meliputi nilai mahakarya ekologi, nilai mahakarya kepurbakalaan, nilai filosofi, nilai keragaman budaya, nilai ke-Indonesia-an, nilai pendidikan, nilai mahakarya seni dan budaya tradisi dan kontemporer, nilai kerakyatan, serta nilai sistem budaya pertanian. Aset unggulan inilah yang menjadi pusaka milik Yogyakarta dan harus dilestarikan.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pemahaman pelestarian pusaka pada dasarnya telah berkembang jauh. Pelestarian pusaka tidak hanya dalam bentuk pengawetan pusaka saja, tetapi juga merupakan pengelolaan perubahan, suatu perubahan yang dilakukan secara selektif.

Ia menyebutkan fenomena yang bisa ditemukan di berbagai negara di dunia yang mampu mengembangkan pusaka sebagai ruang kehidupan yang inovatif dan kreatif, seperti kota Kawagoe di Jepang. Menurut Sita, kreativitas dan inovasi yang muncul dari warga lokal menjadi motor yang menggerakkan pengembangan pariwisata daerah.

Menilik potensi daerah dan kreativitas yang dimiliki oleh DIY, Sita optimis bahwa Yogyakarta dapat berkembang sama seperti berbagai kota di dunia yang telah sukses mengembangkan aset-aset pusakanya. Maka itu, ia meminta berbagai pihak, baik pemerintah daerah, warga lokal, maupun pihak swasta untuk mengelola pariwisata Yogyakarta.

“Pariwisata Yogyakarta itu harus spesial. Karena orang Yogyakarta itu inovator, kreator, tapi juga pelestari. Bukan follower,” ujar Sita. (***/gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *