Merawat Peradaban, Tiga Grup Teater akan Pertunjukan ‘Ekskavasi Swarnabumi’

MEDAN – Peradaban atau situs sangat penting artinya bagi kehidupan akan datang. Dia merupakan simbol simbol sejarah masa lalu. Oleh karenanya situs harus dipelihara dan dilestatikan.

Tiga kelompok teater dari Sumatera akan merefrentasikannya ke dalam bentuk karya teater yang mereka kemas dengan tajuk, ‘Ekskavasi Swarnabumi’.

Bacaan Lainnya

Acara ini dilaksanakan pada, momen hari Teater Dunia, 22 hingga 24 maret 2019 di situs Kota Cina Medan Marelan, Medan, Sumatera Utara. Tiga kelompok teater tersebut adalah, Teater Rumah Mata, Teater Selembayung Pekanbaru dan Ranah PAC Padang.

“Ekskavasi Swarnabumi merupakan gerakan kebudayaan dengan menggunakan strategi teater dengan melibatkan ekosistem lain. Selain itu ‘Ekskavasi Swarnbumi’ juga menggali kembali jejak-jejak peradaban tua di Sumatera, terutama diwilayah pesisir timur Sumatera Utara yang banyak tersebar situs peradaban kuno, fokusnya kota kosmopolitan kuno di situs Kotta Cinna, Paya Pasir, Medan Marelan,” kata Agus Susilo pimpinan Teater Rumah Mata, pada temu pers, Jumat (31/1/2019).

Agus Susilo saat memaparkan pertunjukan ‘Ekskavasi Swarnabumi’

“Ekskavasi yang tidak hanya dalam bentuk pencatatan, pengarsipan, dan pendokumentasian saja, namun lebih kepada sebuah gerakan kebudayaan,” sambungnya.

Kegiatan ini juga kata Agus akan melibatkan berbagai element baik itu akademisi, profesional, pelajar, mahasiswa, pegiat seni, budayawan, aktifis lingkungan dan masyarakat, dengan tema, “Ekskavasi Swarnabumi ini ialah mengartikulasikan situs kotta cinna untuk masa depan peradaban dengan mengangkat isu situs sebagai tempat pembelajaran mengenalkan peradaban kota cina, dan mengusung konsep dari situs bertransformasi ke dalam representasi, edukasi, wisata, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat”.

Kegiatan ini menampilkan pertunjukan teater dari tiga kota di Pulau Sumatera yaitu, Teater Rumah Mata Medan menampilkan Reprodiksi Tanda karya Agus Susilo, Ranah Performing Arts Company Padang dengan aksi Sandiwara Pekaba karya S. Metron Masdison, dan Lembaga Teater Selembayung Pekanbaru dengan karyanya berjudul Situs yang disutradarai Fedli Aziz.

Selain pertunjukan teater, ‘Ekskavasi Swarnabumi’ kata Agus, juga akan megadakan diskusi tentang situs Kotta Cinna dan berbagai situs lainnya di Sumatera, workshop metode penciptaan, wisata kunang-kunang, wisata tanam mangrove, wisata jaring sampah, wisata lubuk kuali, wisata napak tilas Kotta Cinna, wisata ekskavasi permukaan artefak, wisata kuliner khas situs, camping di atas situs, dan pameran ekonomi kreatif.

“Seluruh rangkaian kegiatan ‘Ekskavasi Swarnabumi’ bertujuan untuk mempresentasikan situs kota cina kepada masyarakat dunia, menjadikan situs sebagai media edukasi, serta diharapkan mampu menciptakan destinasi wisata ekologi, arkeologi, sejarah, kuliner, dan crafting sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar,” jelas teaterawan berambut gondrong ini.

Dengan adanya kegiatan tersebut, lanjut dia lagi, ekosistem di wilayah pesisir dapat dilestarikan dengan baik sehingga aset-aset yang terdapat di situs kotta cinna mampu terjaga untuk generasi selanjutnya.

Kata Agus, target 5 tahun ke depan (2023) tercipta Kampung Tematik (Kotta Cinna Reborn) di area situs.

Mengharapkan adanya peran swasta pemerintah daerah dan pusat untuk lebih memperhatikan dan mengelola situs-situs di Sumut agar berdaya guna dan bermanfaat bagi masyarakat.

Sementara itu, Wibi Nugraha, aktivis Mangrove, Pendiri Rumah Mangrove Indonesia mengatakan
ada 202 jenis mangrove di Indonesia dan 105 diantaranya itu tumbuh di sumatera.

Mangrove menjadi tanaman yang banyak fungsi. Untuk ketahanan maritim, menahan dari terjangan tsunami, dimanfaatkan untuk kuliner.

“Kemudian Kunang-kunang di area situs hanya biasa hidup di pohon Berembang (salah satu jenis mangrove. Ada 4 jenis kunang kunang langka di area situs,” tegasnya. (aba)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *