Menciptakan “10 Bali Baru” di 10 Top Destinasi Unggulan Pariwisata (6)

Foto ilustrasi: Pantai Tanjung Kelayang Belitung. (ist)

Apa Keuntungan Tanjung Kelayang Belitung Menjadi KEK

MENGAPA  Menpar Arief Yahya getol membangun Belitung dengan “pintu” Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata? Apa untung ruginya? Bukankah dengan rumus 3A –Aksesibility, Atraction, Aminity—sudah cukup untuk menjadikan Tanjung Kelayang Belitung menjadi destinasi kelas dunia?

Bacaan Lainnya
Foto ilustrasi: Pantai Tanjung Kelayang Belitung. (ist)
Foto ilustrasi: Pantai Tanjung Kelayang Belitung. (ist)

Pertanyaan seperti itu lumrah saja mengendap di benak publik. Menpar Arief Yahya pun menjelaskan bahwa KEK itu merupakan Paket Kebijakan Jilid VI yang sudah dilaunching oleh Menko Perekonomian, pada 5 November 2015 lalu. Peraturan Pemerintah (PP) No 96/2015 yang mengurus soal KEK ini juga sudah diterbitkan pada 21 Desember 2015. “Isinya tentang fasilitas dan kemudahan di kawasan ekonomi khusus,” jelas Arief Yahya.

Mengutip definisi menurut Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia (AKPI), yang dimaksud KEK Pariwisata adalah kawasan industri pariwisata yang sekurang – kurangnya terdiri dari enam jenis usaha pariwisata, yaitu jasa makanan dan minuman; daya tarik wisata alam, budaya, dan buatan; penyediaan akomodasi; penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; penyelenggaraan pertemuan, perjalanan, insentif, konferensi dan pameran; dan spa; yang seluruhnya saling terkait dan terintegrasi sebagai destinasi wisata.

“Biar mudah membayangkan, silakan ke Nusa Dua Bali. Di sana ada Bali Nusa Dua Convention Center, ada perhotelan, memiliki akses khusus untuk masuk ke kompleks itu, dijaga khusus, diatur secara khusus pula, komposisi jalan, boulevard, landscape, pantai bersama, tertata rapi dan terorganisasi dengan baik. Nusa Dua itu hanya 350 hektare. Sedangkan, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung dan Mandalika yang sudah dirancang KEK Pariwisata nanti kira-kira tiga kalinya Nusa Dua,” kata Menteri Pariwisata Arief yahya.

Tanjung Lesung Banten dan Mandalika Lombok sudah lebih dari 24 tahun mandek? Tidak bergerak? Investor sepertinya juga tidak begitu tertarik? “Nah, itulah pentingnya KEK. Ada insetif dari pemerintah pusat, ada insetif dari pemerintah daerah, dan pemerintah akan membangun connectivity, dan itu sudah ditunjukkan dengan akan diperpanjang dan diperlebar airport. Juga akses dermaga atau marina di pantai, untuk lalulintas laut,” kata dia.

Soal dua KEK yang masih dinilai “jalan di tempat”, itu sudah mulai melakukan percepatan. “Saya sudah pelajari di mana critical success factornya, dan dari titik itulah kami melakukan percepatan. Silakan dicek saja, bagaimana percepatan di dua KEK itu? Mereka mulai bergerak lebih cepat, karena target 20 juta tahun 2019 itu memang tidak bisa dijalankan ala kadarnya, harus sangat cepat,” jelasnya.

Intinya, areka khusus di KEK itu, lanjut Arief, memiliki akses ke pasar global, memiliki fasilitas insentif, dan punya daya saing ekonomi yang kuat. Akses, insentif, dan daya saing. Dia mencontohkan soal kepabeanan, perpajakan dan cukai. Untuk total nilai investasi sebesar lebih dari Rp 1 Triliun, ada pengurangan Pph selama 10 sampai dengan 25 tahun, sebesar 20% sampai 100%. Sedangkan total nilai investasi kurang dari Rp 500 M sampai Rp 1 T, ada pengurangan Pph selama 5-15 tahun, sebesar 20% – 100%. Lalu, barang dan bahan untuk diolah, barang yang diperuntukkan selama produksi, dan barang modal, tidak dipungut biaya PPn dan PPNBM, yang nilainya sangat besar.

Masih banyak lagi fasilitas atau insentif yang diberikan negara buat para investor di KEK. “Ada soal lalu lintas barang, ketenaga kerjaan, termasuk penggunakan tenaga kerja asing selama proses pembangunan, keimigrasian, pertanahan, perizinan dan non perizinan. Semua diberikan kemudahan agar para pengusaha level dunia mau menanamkan modal ke sector pariwisata, sehingga akan semakin maju pesat,” jelas Arief Yahya.

Banyak keuntungan di balik KEK, yang semata-mata untuk mendorong investasi ke tanah air. Investasi itulah yang digunakan untuk menggerakkan pasar, mempercepat roda perekonomian, dan memajuan industri pariwisata. “Wisatawan itu sama dengan memproduksi devisa. Kalau tenaga kerja ke luar negeri itu devisanya dalam bentuk pengiriman uang. Kalau di pariwisata itu, istilahnya devisa yang diterima di dalam negeri,” jelas dia.

Kunjungan Presiden Jokowi di Belitung tanggal 20 Juni 2015 menegaskan bahwa pariwisata adalah sektor yang harus menjadi fokus utama. Dukungan terhadap rencana pembentukan KEK Tanjung Kelayang oleh investor diberikan dalam bentuk perpanjangan landas pacu Bandara H.A.S. Hanandjoedin dari 2.250 meter menjadi 2.800 meter. “Karena itu, investor diminta juga cepat merealisasikan rencana pembangunannya,” kata dia.

Apa dampaknya bagi warga? “Sudah tentu, itu dipikirkan dengan matang. Kami ingin proses percepatan KEK Pariwisata ini di Belitung. Itu akan menambah poin dalam penilaian World Economic Forum, terutama dalam program sustaiable tourism development, ICT readiness, dimulai dari KEK dulu, yang bisa dengan cepat berpengaruh pada daya saing Indonesia di level dunia,” kata dia.

Jika itu terjadi, maka jumlah kunjungan ke Belitung akan lebih besar. Dampak ekonomi langsungnya cukup besar. “Jadi sekaligus menerapkan model seperti kajian yang sudah sukses di banyak negara pariwisata, yang disusun oleh UNWTO, ungkapnya. (aza/gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *