Glosarium Teater Potlot di Temu Teater Sumatera

Foto: Proses “Talang Tuwo: Glosarium Project” Teater Potlot jelang Temu Teater Se-Sumatera di Jambi (Yudi Semai)

PALEMBANG – Teater Potlot Palembang akan mempresentasikan kinerja pertunjukannya ‘Talang Tuwo: Glosarium Project’ pada Temu Teater Sumatera di Taman Budaya Jambi, 2-4 Agustus 2019 mendatang.

Pada Temu Teater Se-Sumatera 2019 ini, Teater Potlot akan tampil hari kedua, 13 Agustus, Pukul 19:30 WIB di Teater Arena Taman Budaya Jambi.

Teater yang konsens dengan isu lingkungan ini, mencoba mengumpulkan indeks kata dan tanda dalam memaknai Prasasti Talang Tuwo Sriwijaya, berkaitan kondisi aktual pengelolaan bentang alam di kawasan Pesisir Pantai Timur Sumatera.

“Mencoba mencari hal-hal lebih rasional untuk disuarakan teater dalam merespons kondisi pengelolaan lanskap atau bentang alam oleh industri perkebunan sawit dan HTI akasia di Sumatera Selatan. “Masalah degradasi lingkungan hari ini sangat kompleks. Entah mulai dari mana teater membahasakan kinerjanya,” penulis naskah dan sutradara Conie Sema, Rabu (31/7/2019).

Kondisi yang kompleks itu menurut Conie, tidak mungkin didekati dengan praktik-praktik ingatan (memori) dari kehidupan sosial budaya dan politik. Tidak bisa juga dari kemarahan atas dominasi wilayah usaha dan diksi ketidakadilan.

“Begitu pun berbagai regulasi yang diterbitkan pemerintah hari ini. Pekerjaan yang lebih memungkinkan adalah menyusun indeks berbagai fakta yang ditemukan, dan memilah-milahnya menjadi pilihan bahasa dan tanda sebagai referensi dan modal awal merenovasi bahasa teater, agar menjadi bagian dari proses itu sendiri,” katanya.

Menurut Conie, pekerjaan mengumpulkan kata dan tanda ini, dimaksudkan untuk menghadirkan ‘praktik memori’ sekaligus mengaktifkan potensi kritis, mencegah sejarah agar tidak dibaca dari logika dokumen dan arsip museum yang beku sebagai monumen masa lalu.

“Kita coba keluar sejenak dari pusaran artefak teks teater dan kinerja tanda yang ada. Membuka kesempatan semua potensi hadir pada ‘praktik memori’ dan logika kritis sebuah platform teater,” tambah Conie.

“Tubuh teater mungkin hanya menjadi segerombol kosa kata dan alfabet di papan glosarium yang mencatat indeks kata, yang kita kumpulkan dari hasil observasi dan sumbangan dari berbagai sumber dan narasumber, di kawasan rawa gambut pesisir Pantai Timur Sumatera,” jelas Conie.

Pekerjaan ini, menurutnya adalah lanjutan dari platform kinerja ‘Rawa Gambut’ Teater Potlot sebelumnya dalam roadshow keliling Sumatera.

Dalam katalognya, Teater Potlot menyebutkan, ;Talang Tuwo: Glosarium Project’ secara provokatif menjadi jalan panjang sejarah ucap teater merespons persoalan di sekitar dirinya.

Mungkin semacam biografi ekologis, dari hadirnya teks Prasasti Talang Tuwo yang ditulis Raja Sriwijaya, Dapunta Hyang Srijayanasa pada 23 Maret 684 Masehi. Sebuah perintah raja kepada rakyatnya untuk membangun wanua atau bentang alam bernama Taman Sriksetra.

Taman yang berpijak pada Tiga Ratna ajaran Buddha; taman yang memberi kebahagian bagi semua makluk hidup. Pesan-pesan kebaikan alam semesta yang visionable tersebut menjadi buku sejarah yang membuka almari kenangannya. Ia keluar dan bergerak. Merespons kondisi paradoks bentang alam di bawah kekuasaan ‘antroposentris’ manusia hari ini. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *