45 Bangunan di Kota Malang Berpotensi Jadi Cagar Budaya

Ilustrasi: Kampung Heritage Kayutangan, Malang. (ist)

MALANG – Masyarakat dilibatkan sebagai volunter cagar budaya di Kota Malang. Sebab, cukup banyak bangunan bersejarah yang berpotensi menjadi bangunan cagar budaya.

Jika pada tahun 2018 lalu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang menetapkan 32 bangunan cagar budaya melalui SK Wali Kota Malang, pada tahun 2019 ini ada 45 bangunan cagar budaya yang diidentifikasi.

Bacaan Lainnya

Kasi Promosi Wisata Disbudpar Kota Malang Agung Harjaya Buana mengungkapkan, dalam pelaksanaan survei bangunan-bangunan lawas tersebut, pihaknya kembali menggandeng masyarakat. Para pemerhati, mahasiswa, hingga anggota komunitas-komunitas dilibatkan sebagai volunter cagar budaya.

“Tahun ini ada sekitar 135 volunter yang terlibat dan sudah kami beri pembekalan untuk proses survei penetapan 45 objek cagar budaya,” terangnya.

Pembekalan tersebut juga dilakukan oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang. Beberapa materi mulai dari pengenalan arsitektur, kesejarahan, dan lain-lain diberikan sebelum para volunter mendatangi lokasi untuk mendata bangunan cagar budaya.

“Para relawan dari berbagai latar belakang ini nantinya melakukan identifikasi sebagai bukti penguat agar 45 bangunan yang diduga bernilai cagar budaya bisa mendapat SK penetapan,” tuturnya, Selasa (23/7/2019).

Bangunan-bangunan yang akan disurvei di antaranya Hotel Shalimar, rumah dinas bupati Malang, guest house Fendis, Gereja GKI Bromo, bangunan Kayutangan, gedung eks TGP SMK Cendika, dan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sukun.

Menurut UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, warisan kebendaan yang dinilai memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama atau kebudayaan perlu dilindungi melalui proses penetapan.

Pelibatan volunter tersebut, lanjut Agung, juga bertujuan untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat umum terhadap keberadaan bangunan-bangunan maupun benda bernilai cagar budaya.

“Kami menekankan soal pentingnya peran milenial volunteer untuk menjadi bagian pelibatan publik kelestarian cagar budaya melalui dukungan pada proses penetapan. Meliputi tahap survei, pengukuran, pemetaan, narasi deskriptif bahan penetapan cagar budaya,” bebernya. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *