Teriakan “Mayday” Pengusaha dan Pekerja

Apriyanto

oleh : Tim Apriyanto (*)

Hari Buruh yang lebih dikenal sebagai “May Day” dirayakan di seluruh dunia tanggal 1 Mei 2020 terasa berbeda dan sarat makna.

Bacaan Lainnya

Pekerja dan pengusaha bersama teriakan mayday, mayday, mayday.

Sejarah May Day dimulai sebagai peringatan Hari Pekerja Internasional dicetuskan saat para aktivis sosial berkumpul di Amsterdam pada tanggal 18 Agustus 1904 untuk menggelorakan semangat bersama memperjuangkan hak para pekerja di seluruh dunia.

Namun tradisi perayaan di awal Mei ini sebetulnya juga perayaan hari memasuki musim Semi di berbagai negara Eropa seperti Estonia, Finlandia, Yunani, dan Perancis yang telah berlangsung sejak abad pertengahan.

Italia menyebut May day dengan “Calendimaggio” atau “cantar maggio” sebagai hari datangnya musim semi. Musim dimana banyak keindahan dengan bunga bermekaran sebagai lambang harapan dan kebahagiaan.

Namun perayaan “May Day” 2020 kali ini berbeda dengan gambaran itu semua.

May Day digantikan dengan teriakan bantulah dan tolonglah kami “Mayday, Mayday, Mayday”.

Pada tahun 1912, Konvensi Radiotelegraphic International di London memilih Kata Mayday sebagai kode emergensi dan mirip dengan ungkapan bahasa Perancis m’aider yang berarti “ayo bantu aku”.

Mayday sebagai kode morse keadaan bahayapun dipilih kode “. . .- – – . . .” (tiga titik, tiga garis, tiga titik) tidak mewakili bahasa apapun namun hanya untuk memudahkan penyampaian dan pengiriman pesan.

Pandemi Covid 2020 telah berdampak sangat luas di dunia usaha dan industri sedunia.

Dari laman Organisasi Buruh Internasional (ILO) tercatat 1,6 miliar pekerja di ekonomi informal, atau hampir setengah dari total tenaga kerja global terancam mata pencaharian mereka.

Sementara lebih dari 436 juta perusahaan menghadapi risiko tinggi berupa gangguan serius dalam keberlanjutan usaha. Jumlah perusahaan-perusahaan yang paling terpukul pandemi covid-19 ini diantaranya 232 juta di sektor grosir dan eceran, 111 juta di sektor manufaktur, 51 juta di sektor akomodasi dan layanan makanan, serta 42 juta di real estat dan kegiatan bisnis lainnya.

May Day sebagai hari buruh, untuk menuntut sistem jaminan kesejahteraan tenaga kerja menghadapi tantangan terberat.

Pengusaha dan pekerjapun mengalami pukulan paling keras sepanjang abad ini.

Ada salah satu mall besar yang terpaksa merumahkan sebagian besar karyawannya tanpa gaji dengan harapan mereka akan bisa kembali bekerja.

Ironisnya banyak hotel yang diputus aliran listriknya oleh PLN gara-gara belum membayar tagihan listrik saat tanpa hunian. Hal ini otomatis akan berdampak kepada para karyawan hotel.

Ada harapan yang masih bisa dimiliki oleh para pekerja melalui manfaat kartu prakerja. Kartu prakerja adalah harapan bagi pekerja yang terdampak pandemi covid-19 namun hanya solusi bagi sebagian kecil mereka karena sulitnya menembus peluang setiap gelombang penerimaannya.

Negara dituntut untuk hadir sebagai institusi yang melindungi pengusaha dan pekerja.

Selamatkan dunia usaha dan dunia industri, maka pekerjapun akan ikut terselamatkan.

Potongan pajak saja tidak cukup membantu dunia usaha dan industri jika beban operasional tidak dikurangi saat aliran kas perusahaan negatif.

PLN semestinya juga memberikan potongan biaya bagi dunia usaha dan industri apapun kondisinya.

Teriakan bantulah kami dari para pekerja dan pengusaha ini semoga didengar oleh mereka yang masih mampu bertahan dalam resesi ekonomi.

Memaknai “May Day” sebagai hari solidaritas sosial antara para pekerja, pengusaha dan pemerintah perlu diwujudkan dalam aksi nyata yang menyelamatkan semua.

Situasi “Force Major” pandemi covid-19 ini harus diatasi dengan cara penyelamatan yang luar biasa.

Selamatkanlah rakyat, pekerja dan pengusaha.

Pasti ada kekuatan yang akan muncul saat situasi sulit. Kekuatan itu muncul dari kreatifitas kita. Dahsyat bila kreatifitas yang muncul akan menjadi kreatifitas kolektif sistemik.

Gotong royong adalah salah satu bentuk kreatifitas kolektif yang bisa membantu memperbaiki keadaan.

Relasi sinergistik tri-partit antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam suatu sistem gotong royong akan bisa menyelamatkan semua.

Relasi yang tidak saling menegasikan tetapi saling membutuhkan untuk bersama mengatasi persoalan aktual dengan tindakan tindakan proaktif.

(TA)
*Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial serta Sekretaris Gugus Tugas JERC-19 (Jogja Economic Resilience for Covid-19)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *