Teater Imago Medan Pentaskan “Oedipus” Dalam Tanda Petik

odipus dalam tanda petik poster

Judul:
Oedipus”  Dalam Tanda Petik
Sutradara:
D. Rifai Harahap
Produski:
Teater Imago Medan
Taman Budaya Sumatera Utara
Pelakon:
Andi Mukli
A Munawar Lubis,
Indra Trianta,
Fachdu Wunandar,
Faisal Arif
Sulaiman Dyah Larasati,
Tias Septilia,
Eva Susanti,
Hafizah dan Rizky
Penata Cahaya:
Irma Karyono
Penata Artistik:
Kuntara DM
Penata Musik:
Adek Jabal
Pimpinan Produksi:
Ayub Badrin
Tempat:
Gedung Utama Taman Budaya Sumut
Waktu:
Selasa, 19 Agustus 2014
Pukul:
19.30 Wib.
Tiket:
Gratis

[dropcap color=”#888″ type=”square”]T[/dropcap]EATER  Imago Medan  akan  mementaskan sebuah reportoar  ‘Oedipus  Dalam Tanda Kutip’ yang diilhami dari  karya Sophocles. Naskah pementasan yang berkerjasama dengan Komunitas Sama Sama Medan ini   ditulis  sendiri oleh  sutradara D. Rifai Harahap.

“Saya membuat pementasan ini mengambil cerita dari seorang pengarang besar Yunani Sophocles. Kita mengadaptasinya menjadi pertunjukan teater versi Teater Imago Medan dan mengambil nuansa Batak,” kata D Rivai Harahap saat latihan menjelang pementasan.

Reportoar yang juga disutradari D Rivai Harahap ini bercerita tentang seorang raja yang diramalkan akan mati dibunuh anaknya sendiri. Seorang peramal mengatakan hal itu kepada Raja yang kemudian lantaran gusar degan ramalan tersebut, meminta agar seorang pengawalnya membuang anaknya tersebut ke hutan. Tetapi oleh pengawal, anak tersebut tidak dibunuhnya. Dengan  menusuk kakinya dengan senjatanya dan menunjukkan darah diujung pedangnya, agar Sang Raja percaya kalau anaknya telah dibunuh.

Tetapi si anak kemudian ditemukan seorang yang sedang memburu Rusa di hutan tersebut. Kakinya bengkak lantaran ditusuk pedang. Hingga si anak menjadi dewasa kakinya besar sebelah seperti terkena penyakit kaki Gajah. Di kerajaan, sedang terjadi huru hara. Kerajaan diserang seorang wanita berkepala singa. Dalam pertempuran dengan wanita berkepala singa tersebut, Sang Raja kalah dan melarikan diri ke hutan.

Di hutan, Sang Raja bertemu dengan si anak yang sedang berburu. Terjadi perkelahian sengit antara Sang Raja dengan Si Anak. Keduanya tidak mengetahui kalau mereka adalah ayah dan anak. Dalam perkelahian itu, Sang Raja tewas terbunuh. Si Anak mendengar bahwa di kerajaan, sedang terjadi hura-hara lantaran diserang wanita berkepala Singa. Lalu dia pergi ke kerajaan tersebut dan berkelahi melawan wanita berkepala Singa. Dalam pertempuran itu si anak juga mampu mengalahkan wanita berkepala Singa. Kemudian atas permintaan permaisuri, si anak dinobatkan menjadi Raja. Tetapi hal yang tak bolehpun, terjadi. Si Anak jatuh cinta kepada permaisuri yang sesungguhnya adalah ibu kandungnya sendiri.

Kepala Taman Budaya Sumut, Jamal Karo Karo mengatakan pertunjukan ini merupakan program Taman Budaya Sumut dalam rangka pembinaan terhadap seni pertunjukan yang diambil dari karya sastra.

“Tetapi tetap bernuansa kedaerahan. Kita mengajak semua masyarakat untuk menontonnya karena gratis tidak dipungut bayaran,” kata Jamal. (aba/gardo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *