Penulis: Suradin, SS., M.Pd*
Bisakah Pejabat Negeri Ini Berguru Pada Bung Karno?
Soekarno, Siapa yang tidak kenal sosoknya ini. Ialah Sang Proklamator yang mencetuskan lahirnya negeri ini.
Ia telah mendedikasikan hidupnya untuk melawan kolonialisme, agar rakyat Indonesia bisa keluar dari cengkraman penjajah.
Sebelum kemerdekaan dicetuskan, perjuangan panjang harus dilaluinya, berbagai tantangan menghampirinya demi satu kata: Kemerdekaan.
Soekarno harus menerima banyak konsekuensi akibat melibatkan dirinya dalam arena perjuangan. Ia harus rela dibuang di banyak tempat di negeri ini, karena komitmennya terhadap garis idealisme yang ia yakini.
Di tempat pembuangan ia membangun hubungan baik dengan orang sekitar, yang menjadikannya selalu diingat hingga kini.
Salah satu karakternya yang bisa dijadikan pelajaran bagi generasi hari ini yakni kesederhanaanya.
Jangan tanya baju yang dikenakannya, makanannya, tempat tinggalnya, bahkan gajinya sebagai seorang pejabat negara.
Setelah diputuskan lewat aklamasi menjadi presiden pertama republik 18 Agustus 1945, hanya dirayakan 50 tusuk sate ayam dengan perayaan yang cukup sederhana. Bajunya dijahit sendiri oleh istrinya dengan kain yang diberikan oleh teman-teman seperjuangannya.
Jabatan presiden yang melekat dalam dirinya, tidak lantas menjadikan dirinya bersikap angkuh, sombong, dan memanfaatkan jabatan untuk mengumpulkan kekayaan. Tapi jabatan merupakan arah baru untuk mewujudkan rakyat Indonesia yang adil dan makmur. Indonesia yang di cita-citakannya untuk berdiri kaki sendiri tanpa harus menjilat pada bangsa asing.
Kedekatannya dengan rakyat tidak perlu dipertanyakan lagi. Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat. Soekarno menyampaikan bahwa “rakyat adalah roti kehidupan. Aku ingin bercampur dengan rakyat. Itulah yang menjadi kebiasaan ku”.
Gagasannya tentang keindonesian bahkan lahir dari kedekatannya dengan rakyat, makan bersama rakyat, duduk bersama rakyat dan memahami keinginan serta kebutuhan rakyat.
Mereka tidak berjarak. Jabatan tidak membentuknya berkelas dengan rakyat.
Soekarno selain dikenal retorika ulung, tapi juga memilih hidup yang sangat sederhana.
Kesederhanaan terpancar dari aktifitas kesehariannya, baik sesama pejabat negara seperti Moh. Hatta, tetapi juga dengan kaum marhaens (buruh, petani).
Soekarno muda telah menjadi sosok yang benar-benar mengguncangkan eksistensi kolonial di tanah jajahan.
Soekarno muda memainkan peran penting pada masa pergerakan nasional. PNI sebagai kendaraan politiknya, membuat pemerintah Hindia-Belanda tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia mengkritik, menghujat menyerang dengan pena, dan membahana lewat pidato-pidatonya yang menggetarkan semesta.
Walaupun perjuangannya di pandang kooperatif oleh golongan kiri ketika itu, tapi ide, gagasannya tentang keindonesian, telah menjadi nutrisi bagi golongan muda sebelum dan sesudah kemerdekaan.
Pemikirannya telah menjadi kompas penunjuk arah, untuk membungkam penguasa lalim, yang menghamba pada materi.
Kini, nampaknya sulit menemukan sosok pemimpin seperti bung Karno, jangankan sepadan, menyamainya saja tidak.
Hari ini rakyat disuguhkan dengan tampilan pemimpin yang hanya bicara tentang rakyat, tapi lakunya sangat borjuis.
Mereka berlomba-lomba memperkaya diri, keluar masuk bui adalah hal yang biasa, mereka tidak malu, karena kemaluannya biasa dimasukan di banyak lubang.
Jadi ketika ditangkap karena kasus korupsi, rasa malu itu hilang, diganti dengan senyum sumringah yang penuh najis.
Pemimpin hari ini banyak yang menghamba pada jabatan, mengejar materi bahkan bersujud pada kemolekan wanita cantik dengan bau mulut penuh alkohol.
Jadi jangan pernah berharap banyak pada perubahan bagi bangsa ini ke depan untuk menuju kearah yang lebih baik, jika pemimpinnya lahir dari cara berdemokrasi yang penuh najis.
Menyuap, memanipulasi suara, bahkan menghalalkan beragam cara demi jabatan. Bisakah mereka merendah dan berguru pada founding father bangsa ini.
Dimana jabatan merupakan kendaraan bagi terciptanya rakyat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Berani memilih hidup seperti rakyat kebanyakkan, memahami kondisinya, makan bersama rakyat serta mengutamakan kepentingan mereka.
Bukan sinis. Tapi realistis. Nampaknya itu sulit terwujud dengan melihat pola kehidupan para pejabat negeri ini, yang berlomba-lomba membangun rumah mewah, mobil mewah, dan sering melancong ke luar negeri dengan uang rakyat.
Sehingga rakyat negeri ini tidak perlu kaget ketika sebagian di antara pejabat itu, mendiami tahanan KPK.
*Wakil Ketua Bidang Kepemudaan Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis Nusa Tenggara Barat (DPD GPM NTB).