PSBB DKI Jakarta tidak Efektif Menekan Angka Kasus Covid-19

Hery Susanto, MSi

Oleh: Hery Susanto, MSi*

Penerapan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang diteken Presiden RI Joko Widodo.

Bacaan Lainnya

PSBB menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020, itu diberlakukan 14 hari. Pemerintah juga harus mengevaluasi dan memproyeksi program kerja yang jelas untuk penanganan wabah Covid-19 ini.

PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi corona virus disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebarannya.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bertujuan untuk memutus rantai penularan virus dari hulu dan dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang.

Pemda yang menerapkan PSBB harus menyampaian informasi kesiapan daerah mengenai kesediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial dan aspek keamanan.

Penilaian keberhasilan pelaksanaan PSBB dibuktikan dengan penurunan jumlah kasus dan tidak ada lagi penyebaran ke wilayah baru.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya wajib melakukan evaluasi, pemantauan dan pelaporan atas pelaksanaan PSBB di Jakarta. PSBB di Jakarta dilakukan dalam rentang waktu 14 hari dan sudah berlaku sejak 10 April 2020 lalu. Batas waktunya berakhir pada tanggal 23 April 2020 meski bisa diperpanjang untuk masa PSBB kedua.

Kewajiban melakukan evaluasi, pemantauan dan pelaporan ini merupakan amanat dari Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan PSBB dalam rangka Penanganan Covid-19 di Jakarta. Pasal 25 ayat (1) Pergub tersebut menyatakan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PSBB dilakukan dalam rangka menilai keberhasilan pelaksanaan PSBB dalam memutus rantai penularan Corona Virus Disease (Covid-19).

Ayat (2) Pasal 25 Pergub itu menyebutkan, pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh Gugus Tugas Covid-19 sesuai tingkatan wilayah melalui pemantauan atau pemeriksaan ke lapangan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab. Sedangkan ayat (3)-nya berbunyi, penilaian keberhasilan pelaksanaan PSBB didasarkan pada kriteria, yakni pelaksanaan PSBB sesuai dengan Peraturan Gubernur ini, jumlah kasus, dan sebaran kasus.

Sejumlah pelaksanaan PSBB mulai dari adanya lebih dari 200 an perusahaan yang tidak dikecualikan masih beroperasi, masih ada sejumlah warga yang belum sadar peraturan PSBB, penggunaan transportasi umum mulai berkurang, hingga pendataan penerima sembako yang terus diperbaharui. Dari sisi tersebut Pemprop DKI Jakarta terbilang mampu menanganinya dengan baik, melalui langkah penertiban, sosialisasi dan edukasi warga.

Mobilitas warga dari luar wilayah DKI Jakarta, sebutlah Bodetabek justeru masih terjadi sebab penerapan PSBB daerah tersebut lebih lambat dari PSBB DKI Jakarta.

Dengan masih beroperasinya ratusan perusahaan yang mempekerjakan pekerjanya yang mayoritas berasal dari luar DKI Jakarta menyebabkan rawan penularan Covid-19.

Transportasi Jakarta Turun Drastis

Dalam satu pekan pelaksanaan PSBB, kondisi jalan raya di Jakarta terlihat lengang, tidak ada kemacetan bahkan di jam-jam sibuk.

Berdasarkan data TomTom Traffic Index, tingkat kemacetan di Jakarta saat PSBB berkurang hingga 50%. Tingkat kemacetan hanya 19%, atau menurun sebesar 69% dari biasanya.

Jumlah kendaraan roda dua dan roda empat yang berlalu lalang di Jakarta, jumlah penumpang transportasi umum seperti TransJakarta, LRT Jakarta dan MRT Jakarta juga turun signifikan.

Penumpang kendaraan TransJakarta dan jaringan JakLingko jumlah penumpang hanya tersisa 9%, dari sebelumnya mencapai satu juta penumpang per hari menjadi kurang dari 100 ribu orang per hari.

Penumpang MRT dan LRT mengalami penurunan luar biasa, biasanya MRT 85-90 ribu penumpang perhari, bisa sampai 100 ribu bahkan. Sekarang MRT 5.000 orang, atau tinggal 5%. LRT tinggal 200 orang per hari.

Kasus Covid-19 di DKI Jakarta naik terus

Data per tanggal 16 Maret 2020 di DKI Jakarta, pasien Covid-19 ada 110 kasus. Namun, 10 hari kemudian, per tanggal 26 Maret 2020, rentang waktu 14 hari sebelum PSBB di DKI Jakarta dilihat pada laman corona Pemprov DKI Jakarta, corona.jakarta.go.id pada pukul 17.12 WIB, jumlah pasien positif Corona DKI Jakarta kini sebanyak 495 orang.

Hingga 14 hari berikutnya, per tanggal 10 April 2020 berlaku PSBB, kasus positif akibat Corona di ibu kota Jakarta menjadi 1.810. Data itu menunjukkan peningkatan sebanyak 1.315 kasus, sejak 14 hari sebelum berlakunya PSBB di DKI Jakarta.

Pada 8 hari berikutnya, per tanggal 18 April 2020, 8 hari pasca PSBB
Kasus positif terinfeksi virus corona (Covid-19) di DKI Jakarta terus bertambah. Hingga Sabtu (18/4), tercatat ada 2.902 kasus positif Covid-19.

Data yang menunjukkan peningkatan sebanyak 1.092 kasus, sejak 8 hari berlakunya PSBB di DKI Jakarta.

Dengan rincian sebanyak 257 orang yang meninggal dunia, 206 orang dinyatakan sembuh, 1.769 yang dirawat di rumah sakit dan 670 orang yang melakukan isolasi mandiri. Warga DKI yang masih menunggu hasil pemeriksaan sebanyak 880 orang.

Pasien dalam pengawasan (PDP) di Jakarta sudah mencapai angka 5.155 orang dengan rincian sebanyak 1.468 yang masih dirawat dan sebanyak 3.687 orang dinyatakan sehat dan sudah pulang. Sedangkan orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 5.684 dengan rincian 582 orang masih dipantau dan 5.102 orang sudah selesai dipantau.

Rekomendasi

Dari penjelasan tersebut di atas, sangat jelas bahwa kasus Covid-19 di DKI Jakarta semakin bertambah dan penanganannya tidak selesai dalam waktu 14 hari pertama PSBB.

Segenap elemen masyarakat tidak ingin penanganan Covid-19 ini berlarut-larut. Terlalu besar energi dan waktu yang dikorbankan selama ini.

Pemprop DKI Jakarta harus bisa menjalankan program penanganan Covid-19 yang lebih efektif lagi agar berdampak terhadap penurunan jumlah kasus positif Covid-19.

Untuk menekan angka kasus Covid-19 di DKI Jakarta, Pemprop DKI Jakarta bersama pemerintah pusat harus memprioritaskan pelayanan kesehatan pasien Covid-19 sampai sembuh. Guna pencegahan kasus Covid-19, maka Pemerintah pusat dan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta harus memaksimalkan rapid test untuk ODP Covid-19 dan PCR test untuk PDP Covid-19.

Pemerintah tidak bisa sendiri tapi harus melibatkan semua pihak, baik instansi pemerintah maupun BUMN, BUMD dan BUMS, sebab pekerja mereka juga harus di tes Covid-19, jangan hanya bekerja di rumah saja.

Pekerja yang hasil tesnya positif harus diisolasi di RS namun yang hasilnya negatif alias sehat bisa bekerja kembali dengan physical distancing di tempat kerjanya, ini perlu agar tidak terjadi stagnasi ekonomi.

Rapid test Covid-19 bagi ODP yang termasuk warga miskin/tidak mampu dan penanganan pasien positif PDP itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Sedangkan kelompok pekerja menjadi tanggung jawab instansi pemerintahnya, BUMN, BUMD dan BUMS.

Pasca penerapan PSBB tahap 1 ini perlu dipertimbangkan penerapan karantina wilayah terutama di zona merah kecamatan-kecamatan yang terdampak Covid-19.

DKI Jakarta episentrum Covid-19 dan secara ekonomi 70% perputaran uang di Indonesia berada di DKI Jakarta. Jika penanganan Covid-19 di wilayah DKI Jakarta mampu dituntaskan maka akan mampu mempercepat proses recovery sosial ekonomi nasional pasca Covid-19. (***)

*Ketua Bidang Kesehatan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam
(MN KAHMI)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *