PHK Massal dan Pandemi Covid-19

Lalu Muhamad Anshori

Oleh: Lalu Muhamad Anshori*

Peringatan Hari Buruh Internasional atau dikenal juga dengan istilah May Day yang jatuh tanggal 1 Mei, tidak dapat diperingati dengan mobilisasi arus massa secara besar-besaran sebagai simbol perjuangan kaum buruh seperti tahun-tahun sebelumnya, dikarenakan pandemi global Covid-19 yang tengah melanda dunia dan tanpa terkecuali Indonesia.

Bacaan Lainnya

Kendati demikian peringatan May Day tahun 2020 ini tidak kehilangan spiritnya, terbukti dengan dilakukan banyak diskusi-diskusi oleh banyak organisasi massa (Ormas) buruh dan organisasi kepemudaan (OKP) maupun maupun organisai-organisasi lainnya secara online dalam rangka melakukan merefleksi sejarah perjuangan kaum buruh yang merupakan bukti bahwa May Day tahun ini tidak kehilangan ruh walaupun barisan massa aksi tidak tumpah di jalan-jalan untuk menyuarakan pemenuhan hak- hak kaum buruh.

Pekerja atau buruh yang ada di NTB memiliki ciri yang sedikit berbeda dengan buruh-buruh di beberapa daerah di Indonesia, dimana di daerah lain tersebut merupakan daerah pusat industrialisasi berskala besar dan kompleks sedangkan di NTB industrinya sangat signifikan dan hanya terbatas pada industri pertanian dan industri pariwisata, itulah yang membuat NTB dengan beberapa daerah tersebut berbeda.

Namun persoalan-persoalan yang dihadapi buruh di NTB tidak begitu berbeda dengan daerah-daerah lainnya di indonesia. Apalagi ditengah pandemi global Covid-19 dengan potensi krisis multidimensi membayangi Indonesia yang semakin menambah runyam masalah perekonomian nasional maupun regional. NTB pun tidak luput dari persoalan ekonomi tersebut, terbukti dengan meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang merupakan dampak turunan dari pandemi global ini.

Tercatat disektor industri pariwisata terdapat ratusan pegawai dari beberapa hotel yang ada di Pulau Lombok yang telah dirumahkan karena tidak adanya lagi kunjungan wisatawan, baik asing maupun domestik yang datang berlibur dikarenakan protokol kesehatan yang ada.

Oleh karena hal tersebut pekerja atau buruh-buruh yang bekerja dipuluhan hotel di Lombok tersebut kehilangan sumber pendapatan dan kemudian mereka terjebak pada hilangnya sumber pemenuhan kebutuhan rumah tangga mereka dimasa social distancing dan physical distancing seperti saat ini.

Dimasa yang sulit seperti ini, para buruh atau pekerja yang tengah di PHK itu membutuhkan kehadiran pemerintah sebagai stageholder pemberi solusi ditengah persoalan yang mereka hadapi sehingga mereka para pekerja atau buruh tersebut tidak kesusahan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di masa-masa pembatasan hubungan sosial dalam rangka isolasi mandiri.

Pemerintah pusat melalui program kartu pra kerja yang dicanangkan dirasa tidak cukup efektif dalam menyelesaikan permasalah PHK yang tengah dihadapi ratusan pekerja atau buruh di NTB ini, karena kartu pra kerja ini tentu akan membutuhkan waktu yang lama dan regulasi yang rumit sehingga solusi ini merupakan solusi yang tidak ideal dalam situasi pandemi seperti saat ini.

Solusi yang paling efektif untuk saat sekarang ini adalah pemerintah menyediakan regulasi alternatif untuk pekerja yang tengah di PHK tersebut dalam bentuk jaminan sosial yang kemudian diberikan secara langsung dalam bentuk uang tunai oleh pemerintah melalui dinas terkait berdasarkan data PHK yang ada. Bentuk dari jaminan sosial yang dimaksud tersebut adalah pemerintah daerah mengalokasikan APBD yang diperuntukan untuk menanggulangi penyebaran pandemi Virus Cocid-19 ini yang sebagian diperuntukan untuk jaminan sosial bagi mereka yang di PHK.

Selanjutnya pemerintah harus berperan sebagai mediator antara pekerja yang di PHK dengan perusahan tempat mereka bekerja untuk membicarakan win-win solution yang ideal yang bisa diambil antara kedua belah pihak, seperti mengupayakan pemberian pesangon dan atau dipekerjakan kembali setelah pandemi global berakhir. Inilah kemudian upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah sebagai alternatif solusi yang kedua.

Posisi pemerintah daerah melalui stageholder terkait harusnya lebih peka melihat situasi dan tanggap merespon permasalah seperti ini, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan tidak bisa disepelekan. Jangan pemerintah seolah menutup mata dan mengkambing hitamkan pandemi global sebagai fokus pemerintah hari.

Melalui momen May Day tahun 2020 ini kaum buruh menaruh harapan yang begitu besar kepada pemerintah baik dari tingkatan pusat mupun daerah untuk bertindak sebagai pengadil yang baik untuk kaum buruh dengan perusahan sehingga mereka tidak merasa hanya tenaga mereka (kaum buruh) saja yang dieksploitasi sedangkan reward yang mereka terima tidak sesuai.

*Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Marhaenis (DPC GPM) Kabupaten Lombok Tengah

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *