Museum Kematian di FISIP Unair, Menyeramkan Tapi Disajikan Secara Populer

Foto: Museum-Kematian-Dirjen-Kebudayaan-Direktur-Jenderal-Kebudayaan-Hilmar-Farid-saat-meresmikan. (ist)

TEMA kematian disajikan dalam Museum Etnografi Kematian di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Airlangga (FISIP Unair) Surabaya, Jawa Timur. Sebuah tempat yang menarik untuk dikunjungi.

Foto: Museum-Kematian-Dirjen-Kebudayaan-Direktur-Jenderal-Kebudayaan-Hilmar-Farid-saat-meresmikan. (ist)
Foto: Museum-Kematian-Dirjen-Kebudayaan-Direktur-Jenderal-Kebudayaan-Hilmar-Farid-saat-meresmikan. (ist)

Sebab, museum ini juga menampilkan kematian dari sisi yang berkaitan dengan berbagai adat istiadat di seluruh Indonesia. Di antaranya, replika ritual berjalan di Manene, Toraja, Sulawesi Selatan, maupun upacara kematian di daerah lain.

Bacaan Lainnya

Ketua Pengelola Museum dan Kajian Etnografi FISIP Unair, Toetik Koesbardiati, menjelaskan bahwa museum itu sebenarnya telah dibuka pada sepuluh tahun lalu, akan tetapi  belum banyak masyarakat yang mengetahuinya.

Menurutnya, tujuan dibukanya museum itu untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai kematian secara ilmiah. “Maksudnya agar perbincangan mengenai kematian bisa dilakukan, serta untuk melihatnya dari sisi warisan peradaban dunia,” kata Toetik di Surabaya pada Senin, (21/3/ 2016).

Dalam kesempatan itu, Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, meresmikan Museum dan Pusat Kajian Etnografi, Fakultas ISIP, UNAIR di Surabaya. Museum dan Pusat Kajian Etnografi, Fakultas ISIP, UNAIR adalah museum universitas pertama di Indonesia yang memiliki tema tata pamer ‘kematian’. Meskipun tema tata pamer museum ini menyeramkan, tetapi disajikan dengan cara populer.

Mengapa kematian yang dipilih sebagai tema? Oleh karena kematian adalah bagian dari siklus hidup yang, paling tidak, pernah dibicarakan, dihindari dan ditakuti. Akan tetapi kenyataannya, kematian adalah hal yang paling penting yang dipikirkan manusia. Hal ini dibuktikan dari sangat beragamnya upacara kematian di Nusantara. Tidak hanya bagian penting dalam kehidupan tapi upacara kematian itu memakan biaya yang sangat banyak.

Tata pamer museum didesain sesuai dengan segmentasi remaja (mahasiswa) yang kritis, narsis, serius tapi santai, buat hang out dan selfie dan tidak menggurui. Pembuatan tata pamer ini menggunakan dana APBN 2015 melalui dana Tugas Pembantuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Sebagai bagian dari etnografi, informasi kematian tidak diberikan dalam bentuk yang menyeramkan, melainkan dalam bentuk potret budaya, yaitu bagaimana masyarakat memperlakukan anggotanya yang meninggal. Kemasan lain adalah bentuk informasi mengenai bagaimana nasib raga setelah mati, bagaimana cara mengenalinya kembali (mengidentifikasi kembali) dan bagimana melacak kehidupan masa lampau, perkembangan fisikya dan persebarannya. Semua informasi ini diramu sebagai ekspresi ilmu antropologi budaya dan antropologi ragawai, dengan irisan bidang ilmu lain. Jadi kesan seram dan menakutkan direduksi di museum ini. (gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *