Ketahanan Nasional Dalam Bidang Pendidikan

Julia Bea Kurniawaty

Oleh: Julia Bea Kurniawaty, SH, MH*

Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara selalu mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman. Perubahan zaman tersebut mau tidak mau membawa dampak pada perubahan arah kebijakan nasional tidak terkecuali pada bidang pendidikan. Tantangan dalam bidang pendidikan juga turut berubah menurut waktu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tersebut.

Bacaan Lainnya

Mengacu pada Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka saat ini pendidikan nasional lebih dititikberatkan untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan perubahan kehidupan lokal, nasional, global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan, sebagaimana dimaksud dalam konsiderans Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tersebut.

Oleh karena itu diperlukan langkah dan kebijkanan yang cepat dan tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang mampu mengantisipasi perkembangan zaman. Salah satu contoh adalah perubahan kurikulum ditingkat pendidikan dasar dan menengah seperti kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menekankan pada pengembangan kompetensi dengan standar kemampuan tertentu yang hasilnya adalah penguasaan kompetensi tertentu dari siswa atau peserta didik. Kurikulum ini memang berbeda dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana siswa atau peserta didik harus mengikuti kurikulum yang dirancang setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan berbagai aspek sehingga mencakup dimensi manusia Indonesia seluruhnya seperti ilmu pengetahuan, budi pekerti, moralitas dan sebagainya.
Selanjutnya ada kurikulum 2013 yang menuntut siswa untuk lebih berpikir kreatif, inovatif cepat dan tanggap.

Apapun yang menjadi bagian dari perubahan kurikulum tersebut mengandung sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya tentu sesuai amanat Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam konsideransnya yaitu adanya pembaharuan pendidikan dalam upaya mengikuti perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Namun sisi negatifnya terkadang mengabaikan aspek ketahanan sosial budaya. Sebagai contoh perubahan kurikulum yang lebih menitikberatkan pada kompetensi siswa semata atau bahkan kemampuan logika, kreatifitas dan inovasi siswa semata yang secara tidak langsung dapat mengakibatkan berkurangnya sensitifitas siswa pada masalah sosial dan budaya seperti budi pekerti yang merupakan bagian dari jati diri bangsa.

Belum lagi tuntutan perkembangan zaman yang menuntut siswa atau peserta didik lebih banyak menggunakan teknologi modern dalam berinteraksi sosial seperti Internet, media sosial dan perangkat teknologi tinggi lainnya. Bahkan saat ini pola pembelajaran jarak jauh seperti e learning, zoom meeting atau webinar mungkin sudah tidak asing bagi siswa apalagi mahasiswa, khususnya di kota-kota besar.

Apabila dilihat dari segi efektifitas dan efisiensi tentu pembelajaran jarak jauh sangat produktif, namun bila dilihat juga dari segi sensitifitas siswa atau peserta didik dalam pola interaksi sosial tentu perlu dikaji lebih jauh karena berinteraksi sosial langsung di dunia nyata pasti berbeda dengan di dunia maya. Internet dan media sosial dengan berbagai variannya bisa saja mengubah perilaku, adab sopan santun dan budi pekerti.

Dari semua pembahasan tersebut, satu hal yang penting untuk dipahami adalah mau kemana (quo vadis) pendidikan nasional kita bila pada gilirannya menjadi bumerang bagi Ketahanan Nasional Indonesia khususnya ketahanan sosial budaya. Menjadi bahan renungan dan pemikiran kita bersama bahwa Sistem Pendidikan Nasional memang perlu melakukan pembaharuan untuk mengikuti perubahan kehidupan lokal, nasional dan global namun jangan sampai mengubah jati diri bangsa Indonesia yang penuh tata krama, sopan santun dan budi pekerti yang pada gilirannya justru menjadi bumerang pada Ketahanan Nasional, khususnya ketahanan sosial budaya karena terjadi perubahan pada perilaku sosial dan cara berpikir. (***)

*Dosen Universitas Indraprasta PGRI dan Peserta PPRA LX Lemhannas RI

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *