Monolog Dari Wika Untuk Amir

Foto: Poster Monolog Dari Wika Untuk Amir. (ist)

Oleh. Tatan Daniel

TEUKU Rifnu Wikana langsung menjawab, “Siap. Insya Allah saya berusaha hadir, Pak! Saya harus datang!”, ketika saya mengundangnya untuk menyampaikan ‘sesuatu’, pada sebuah acara doa untuk kesehatan Amir Nasution, sahabat karibnya, di markas Komunitas Ronggeng Deli, di TMII, beberapa bulan lalu.

Dan benar saja. Lelaki berdarah Aceh yang lahir dan besar di Pematang Siantar itu, hadir dengan meninggalkan semua urusan pentingnya malam itu, untuk mengungkapkan ‘kesaksian’ yang amat personal, perihal jalan hidup Amir Nasution, dan persahabatannya dengan aktivis seni dan penggerak komunitas ronggeng Melayu di Medan itu.

“Ini naskah yang saya tulis, dan sudah lama saya siapkan. Sengaja saya bawa untuk acara malam ini. Tentang seorang Amir! Sahabat, saudara, orang tua, guru saya. Saya menulisnya dengan berbagai perasaan yang sukar saya jelaskan!” ujarnya.

Dengan suara serak, beberapa saat sebelum ia membacanya, tidak saja sebagai seorang Aktor Terbaik Festival Film Indonesia, tapi terutama sebagai seorang Wika, seorang anak muda perantau di belantara Jakarta yang batin dan pikirannya dipenuhi kegelisahan, gagasan, dan impian, dan suatu kali pernah nyaris patah, tak berdaya. Dan Amir, lewat suaranya di sambungan telepon, menghidupkan nyalinya kembali!

Kami, penyaksi Wika yang bermonolog, tapi bukan bersandiwara itu, terpaku. Tercekat. Dengan mata berkaca-kaca. Yang terbayang adalah ikatan batin yang amat kuat, dari dua orang bersahabat, dua orang seniman yang saling menguatkan, yang siap “up and down, up and down!”, sebagaimana pidato berapi-api Bung Karno, lelaki yang pernah diperankan oleh Wika itu. Kami menyaksikan percakapan batin dua seniman yang tak ingin dikalahkan oleh situasi hidup yang paling pahit, yang kerap membuat banyak orang menyerah!

Ah, Sabtu, 10 Agustus nanti, Wika akan menyampaikan monolog yang ia beri tajuk “Amir Nasution” itu, di Galeri Indonesia Kaya.

Ia memberikan penghormatan untuk Amir Nasution, sahabat yang bagai malaikat, yang kini telah kehilangan penglihatan. Amir yang kini telah menjadi ‘Stevie Wonder’, namun tetap tegar berpantun, dan menyanyikan repertoar seni tradisi ronggeng Melayu, dengan semangat yang tak pernah berubah!

Saya ingin menyaksikan Wika, dan menghayati sebuah perjalanan dari dua aktor kehidupan yang dakhsyat ini! (***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *