Habitat 6 Burung Endemik Pulau Enggano Terancam Punah

oleh -1,982 views
Ilustrasi foto burung anis Pulau Enggano (ist)

PEMBUKAAN lahan untuk kebun kelapa sawit dan penambangan pasir yang dilakukan di Pulau Enggano yang tercatat sebagai terluar Indonesia Bagian Barat mengakibatkan habitat 6 burung Endemik pulau itu terancam.

Ilustrasi foto burung anis Pulau Enggano (ist)
Ilustrasi foto burung anis Pulau Enggano (ist)

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan, kondisi keaneka ragaman hayati di Pulau Enggano sudah masuk dalam fase darurat atau Emergency. Pembakaran hutan yang dilakukan untuk membuka kebun kelapa sawit sangat mengganggu populasi 6 jenis burung endemik Enggano.

Keenam jenis burung itu adalah Kacamata Enggano, Anis Enggano, Kuwau Enggano, Beo Enggano, Betet Ekor Panjang dan Raja Udang Merinti. Gangguan habitat ini juga mengancam keberadaan jenis burung migrasi yang secara periodik mengunjungi Pulau Enggano dalam bulan November hingga Desember yaitu burung Gajahan Madagaskar dan Srintil Pantai.

Peneliti LIPI Dr Ary Prihardhyanto menyatakan, pembakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau sebulan lalu itu berdampak pada kerusakan ekosistem yang sudah menembus kawasan hutan. Kondisi ini diperparah dengan aktifitas penambangan pasir untuk kebutuhan pembangunan.

“Harus ada kebijakan pemerintah setempat untuk melarang aktifitas yang merusak lingkungan. kondisi habitat di Enggano sudah Emergency,” ujar Ary dalam Simposium Enggano: alam dan Manusianya di Bengkulu

Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah memastikan tidak akan ada lagi pembukaan kebun sawit dan penambangan pasir di Pulau Enggano. Sebab sebagai poros ekonomi maritim yang dirancang untuk pembangunan kawasan itu sangat memperhatikan keseimbangan lingkungan dan ekosistem.

“KIta dorong kebijakan masyarakat lokal untuk lebih bijaksana mengelola lingkungan dengan pola keseimbangan ekosistem, kita berharap pembangunan di Enggano bisa menjadi Prototype pembangunan pulau terdepan di Indonesia dengan menjamin keberlangsungan hidup hewan endemik dan hewan migrasi itu,” tukas Junaidi. (dyo)