Sambut Hari Ulos Ajungan Sumut TMII Gelar Peragaan Busana Bahan Ulos

Ilustrasi foto Ulos jadi busana modis (ist)

MENDORONG supaya tanggal 17 Oktober dapat dijadikan sebagai hari peringatan Ulos Nasional oleh Presiden Joko Widodo, Komunitas Kombur-kombur Pemerhati Sumatera Utara (KOPI SUMUT), Konsentra serta seniman dan budayawan di Anjungan Sumatera Utara (Sumut) Taman Mini Indonesia Indah (TMII) akan menggelar Tor-tor bersama berikut peragaan busana bahan ulos karya Ir. Joyce Mellisa Sitompul Manik.

Kegiatan yang akan digelar di pelataran Anjungan Sumut TMII pada hari Sabtu, 17 Oktober 2015 pukul 14.30 WIB ini, juga mengajak masyarakat untuk mau menor-tor bersama.

Ilustrasi foto Ulos jadi busana modis (ist)
Ilustrasi foto Ulos jadi busana modis (ist)

“Kegiatan ini memang tidak menggunakan dana besar, sederhana namun merakyat. Poinnya, kita turut mendorong adanya peringatan hari ulos tersebut. Apalagi ulos ini sudah tersebar di 33 provinsi Indonesia,” kata Ketua Koordinator Carlos Simbolon saat rapat persiapan berlangsung.

Selain itu, Joyce juga akan mengeluarkan karya-karyanya, busana berbahan ulos dari beberapa puak Batak untuk diperagakan dalam 4 sesi penampilan. Mungkin tidak seperti peragaan busana umumnya, yang menggunakan model kelas atas dan digelar di tempat yang mewah.

“Busana ini akan diperagakan oleh relawan yang jelas bukan model,” tandas Joyce.

Kepala Anjungan Sumatera Utara TMII, Tatan Daniel menyambut baik momentum tersebut, sehingga ia mendukung kegiatan pelestarian budaya itu, dengan memberikan konstribusi tempat serta dukungan sound sistem secukupnya.
“Ulos merupakan bagian dari masyarakat Sumut, karena dahulu ulos ini begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari nenek moyang, selalu ada di adat kelahiran hingga kematian. Saya sangat senang dan mendukung kegiatan yang positif ini, apalagi ini menyangkut budaya Sumut,” jelas Tatan.

Ia juga mengungkapkan bahwa petenun ulos tidak bisa disamakan dengan pengrajin, tetapi petenun ulos lebih tepat bila disebut seniman.

“Karena ulos tenun tangan tidak pernah sama. Kendati warnanya sama, tetapi karyanya tidak pernah sama. Ketika membuatnya, para petenun dipengaruhi oleh suasana bathin dan seni mereka yang berbeda tergantung waktu dan inspirasinya,” jelas Tatan.

Gerakan pelaksanaan tor-tor bersama demi Peringatan Hari Ulos Nasional itu, didorong oleh keprihatinan yang sama, begitu banyak ulos tenun tangan yang hampir punah. Petenun tradisional beralih usaha ke bidang yang lebih cepat menghasilkan uang, demi pemenuhan kebutuhan.

Selain itu, ada juga yang tutup usahanya karena meninggal, sakit dan lainnya, termasuk tidak ada tenaga petenun muda yang menggantikan mereka.

Sehingga para relawan komunitas peduli hasil budaya Indonesia, khususnya Sumut itu mendorong agar pemerintah mau menetapkan tanggal 17 Oktober menjadi Peringatan Hari Ulos Nasional.

Dalam kesempatan itu, mereka akan membacakan pernyataan dukungan Peringatan Hari Ulos secara bersama demi kelestarian hasil budaya kearifan nenek moyang suku-suku di Sumatera Utara itu. (anjunjgan sumut TMII/gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *