Yacob mulai panik. Membayangkan hidupnya yang kian terjepit masalah ekonomi. Bekerja saja pun walau tanpa gaji hidupnya sudah sulit, apalagi sampai dipecat.
Mau makan apa anak bininya nanti. Sedangkan hidup sebagai seniman tak bisa berharap banyak. Nia bininya cuma bisa diam. Yacob dan Nia sudah kenyang ribut.
“Kita sudah dua tahun hidup di garis kemiskinan Pak. Beras dikasi pemerintah, ” kata Nia.
“Iya Bapak tahu, tapi mau bagaimana lagi, ” kata Yacob.
Sejak gaji disetop oleh Jakarta, Yacob nyaris tak punya penghasilan lagi. Ketika masuk Ramadhan, Nia jualan, kacang tojin, tape dan bumbu pecal.
Menjelang lebaran order lumayan banyak. Yacob diminta membantu. Sejak itu Yacob jarang memposting CMS. Paling dua tiga konten saja.
“Bapak gak ngisi konten rupanya, ” tanya Nia.
“Ya ada, tiga konten gitu. Sama kayak si Bambang juga lah, ” jawab Yacob.
“Ya cemana lah Pak, kita butuh duit, ” ujarnya.
“Ya maksud Bapak, abis lebaran ini, Bapak mau aktif di lapangan. Mau ngepos di PDAM, di Bank Sum, di DPRD dan beberapa tempat. Supaya bisa bantu cari iklan, ” jelas Yacob.
“Iya ya Pak, ko gitu Bang Yanto ya, ” kata Nia.
“Padahal kan dia kawan baik. Kakak Nita pun dah berteman baik sama aku. Kok bisa jadi putus silaturahmi begini, ” ujarnya.
“Kek mana rupanya sistem kerjasama kelen? ” kata Nia lagi, penuh selidik.