Kabut Tanah Tembakau (10)

MASIH gerimis ketika Marlina dan Hamzah keluar dari Restoran Tip Top. Hamzah meminta Marlina menunggu di Restoran Tip Top sementara ia ke parkiran mengambil mobil. Jenuh menunggu di restoran Tip Top, Marlina berjalan ke trotoar, ia ingin menikmati kawasan bangunan tua kesawan disaat gerimis.

Marlina menatap ke kiri, ke arah Lapangan Merdeka. Dari Lapangan yang bersejarah itu, cahaya lampu berbinar-binar dari caffe-caffe yang merusak ke asrian kota Medan. Lamat-lamat Merlina mendegar suara orang-orang tertawa dalam sebuah pesta. Ada suara wanita tertawa manja dan genit. Perlahan Marlina memalingkan wajah ke arah suara itu.

Bacaan Lainnya

Ternyata suara itu datang dari rumah seorang pengusaha, bankir dan kapitan yang berasal dari Tiongkok dan sukses membangun bisnis besar dalam bidang perkebunan di Tanah Deli dimasa kolonial. Dialah Tjong A Fie. Di halaman rumah banyak mobil parkir, semuanya mobil mewah dimasa kolonial tahun 1890an.

Di tepi jalan banyak opsir berjaga. Empat orang amtenar Belanda bercakap-cakap di depan mobil Moris yang modis sebelum masuk ke arena pesta. Di lantai dua rumah itu terdapat ruangan yang luas, disanalah Tjong A Fie mengadakan pesta dansa dengan orang Belanda.

Dari Gedung Algemeene Vereeniging van Rubber Planters ter Oostkust van Sumatera (AVROS) yang dibangun pada awal abad ke-19, gadis berbusana Melayu nan jelita yang menyapanya di pesawat itu berjalan ke arah Marlina. Pas di depan rumah Tjong A Fie ia melambaikan tangan. Bulu kuduk Marlina bergidik ketia ia memanggil nama Marlina.

“Marlina….! Marlina!”

Marlina menoleh ke kiri, ternyata Hamzah yang memanggil-manggil namanya dari tadi. Marlina kaget bukan main melihat Hamzah memanggilnya dari dalam mobil.

“Ayoo masuk..!”

Marlina langsung berlari kecil masuk ke mobil Hamzah.

“Mar, apa yang ditengok? Sampai bengong, gitu?” Tanya Hamzah ketika mobil sudah berjalan. Marlina tersenyum. Jika dia berkata jujur, Hamzah akan mentertawainya. Lebih baik ia merahasiakannya. Aroma wangi kembali semerbak dari jok belakang. Keduanya saling pandang, namun keduanya tersenyum kecut. (***)

Pondok Melati

Regardo Sipiroko

*Dilarang mengutip Novel Mini ini dalam bentuk apapun, dalam cuplikan atau utuh untuk film, video, audio, tulisan atau bentuk apapun tanpa izin dari www.gapuranews.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan