RINAI germis membasahi Bandara Kuala Namu. Marlina dengan bergegas menuju pintu kedatangan dengan menjinjing koper kecil. Tidak ada yang pasti tempat yang akan dituju. Tanpa sanak dan famili. Bahkan nginap dimana pun malam ini dia belum tahu. Kecuali menemui sesorang pria yang belum dikenalinya secara fisik dan batin.
“Marlina…” Seseorang memanggilnya. Suaranya tegas dan pasti.
Marlina menoleh dan mencari sumber suara yang memanggil namanya dari arah kerumunan penjemput. Marlina tidak menemukan orang yang memanggil namanya. Susah mencari sumber suara ditengah kebisingan penjemput dari berbagai maskapai penerbangan.
Untuk meyakinkan kalau yang dipanggil itu adalah dirinya, Marlina berjalan beberapa langkah. Tidak ada yang mendektinya. Bandara Kuala Namu adalah Bandara sekian ratus yang pernah diinjaknya, baik lokal dan mancanegara.
Tiba-tiba seorang memegang tangan Marlina dari belakang. Marlina kaget setengah mati. Siapa pula yang berani menyentuh tangan yang berjari lentik itu. Takut kalau kopernya akan dibawa paksa oleh para sopir taksi, Marlina menarik tangannya.
“Marlina?” Kata sosok yang nekat menyentuh tangan yang mulus itu.
“Aku Hamzah…” katanya sembari nyodorkan tangannya. Marlina meraih tangan pemuda itu. Marlina membuka kaca mata hitamnya. Keduanya saling pandang dan berjabat tangan.
Tiupan membuat rambut Marlina yang panjang tersibak. Aroma rambut Marlina pun merebak kemana-mana. Dengan senyuman lembut ia menatap sosok yang baru dikenalnya itu sembari merapikan rambutnya.
“Marlina…” kata Marlina pelan.
“Selamat datang di kota Medan. Maaf, aku tadi tidak segera menyapamu.”
“Lho kenapa?”
“Aku tidak yakin kamu datang”
“Oh ya””
“Ya”
“Kenapa bisa begitu?”
“Nggak yakin saja kamu benar-bener datang,” tegas Hamzah.
Hamzah tertawa. Marlina memperhatikan gigi Hamzah yang rata dan bersih. Di atas bibirnya melintang kumis tipis. Alis mata yang tebal dengan hidung yang tidak pesek membuat wajah Hamzah keras khas pemuda Melayu.
Dari ratusan teman di media sosial, Marlina memilih Hamzah sebagai guide selama di kota Medan.
“Ayo ke mobil,” Hamzah memulai pembicaraan. “Mobil jeleknya, parkir lumayan jauh. Tak apakan naik mobil jelek,” ucap Hamzah.
“Tapi bisa jalan kan?” Canda Marlina.
“Bisalah! Tunggu disini…! Aku ambil mobil.”
“Bareng saja?”
“Jangan! Masih gerimis. Nanti belum kerja sudah sakit,” kata Hamzah sembari berlari kecil ke parkir mobil. Marlina melihat Hamzah berlari ke parkiran dengan menutup kepalanya degan bajunya. (***)
Pondok Melati
Regardo Sipiroko