Kabut Tanah Tembakau (2)

MARLINA merasa berada di dua alam. Dunia paralel. Kedua dunia itu menyatu yang satu wujud. Meski yang satu nyata dan satu lagi absrak. Seperti sebuah lukisan yang bisa ditafsirkan dengan berbagai penafsiran. Kehidupan nyata itu kini yang sedang dilakoninya. Dunia paralel itu bagi sebuah bayang-bayang. Kadang terlihat samar. Kadang sebagai sebuah seketsa-seketsa yang bisa dirangkai sebagai sebuah peristiwa.

Bayang-bayang itu muncul dikala Marlina tidak mengingkannya. Bila ditunggu dia tak datang, bila terlupa dia datang bagaikan kilat. Bayang-bayang itu seperti gumpalan awan berserak-serak namun dapat bercerita sesuai dengan keinginan yang menterjemahkanya.

Bacaan Lainnya

Marlina seperti gumpalan awan itu malayang-layang. Diapun tidak tahu mengapa dia bisa berada di atas pesawat yang akan membawa ke suatu tempat yang asing dan tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Marlina hanya mengikuti kata hatinya. Batinnya terombang-ambing.

Hanya itu modal melakukan perjalanan yang menurut logikanya juga tak masuk akal. Tapi kini sudah di dalam pesawat, beberapa menit lagi akan landing dan tak mungkin untuk kembali lagi ke Jakarta. Atau membatalkan keinginan hatinya yang begitu menggunung. Tidak, itu tidak mungkin.

Pun dia tidak tahu apa yang akan dilakukannya setelah sampai di Bandara Kuala Namu, kecuali menemuai sahabat yang tak pernah dikenalnya secara mendalam. Lalu akan mengirim pesan singkat ke sopir pribadi keluarga untuk memberitahukan kalau mobil ditaruh di parkiran Bandara Soekarno-Hatta.

STNK ada di mobil. Kunci serap mobil ada di laci meja di kamar. Jangan Balas Pesan ini. Nanti saya ganti nomer. Peluk cium buat mama. Pesan ini sudah ditulisnya tinggal menunggu untuk dikirim. Hanya dua aktifitas itu yang akan dilakukan Marlina setelah beberapa detik kelak sampai di daratan Tanah Deli yang wangi.

Pondok Melati,
Regardo Sipiroko

Pos terkait

Tinggalkan Balasan