Waktu Yang Tersisa

Rida Nurdiani

Karya: Rida Nurdiani

WALAU sesibuk apapun, guru Bahasa Indonesia itu, yang bernama Ida selalu ke sekolah. Covid 19 bukan penghalang untuk tetap datang dan tandang ke sekolah. Setiap hari guru yang hadir hanya 10 % dari 60-an guru.

Bacaan Lainnya

Proses belajar jarak jauh (BJJ) diberikan melalui Whatsapp (WA) besoknya atau lusa orang tua siswa-siswi datang ke sekolah untuk menyerahkan tugas anaknya. Sekolah tetap melaksankan protokol kesehatan seperti; mencuci tangan, mengenakan masker dan menjaga jarak.

Sebagai guru Ida tetap memberikan contoh juga disiplin dan berada di ruang perpustakaan sekolah. Ida tak hanya guru mata pelajaran, akan tetapi membimbing murid ektrakulikuler, belajar membaca puisi dan menjadi juri.

Apapun kondisinya, Ida sebagai guru pavorit bagi murid-muridnya. Bukan hanya cantik, melainkan cakap dalam mengajar dan selalu menghargai kerap memperlakukan adil. Kesibukan di luar sekolah dengan tidak menganggu KBM.

Saat ini situasi dan kondisi pandemi covid 19 sangat memguras pemikiran dan ada rasa kekawatiran tidak tercapai pelajaran yang seharusnya ada tatap muka. “Aku hanya guru, bisa apa mengubah kebijakan. Situasinya seperti ini”, gumam guru Ida sembari membuka-buka buku.

Kepala sekolah mengangkat sebagai Kepala Perpustakaan Sekolah.

“Ada di perpustakaan itu menyenangkan dan membuat hati bahagia, karena penuh dengan ilmu”, ujarnya sembari melangkahkan kaki ke lantai dua.

Ida tetap banyak menerima tamu yakni orang tua dan wali murid yang mengantatkan buku. Setelah itu tugas siswa di nilai untuk dimasukan pada lembaran penilaian.

Sebagai guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, tak hanya mengajar namun kerap kali diundang dalam mengisi acara dialog dan juri di RRI Bogor.

Sejak lama panitia menghubunginya untuk menjadi juri. Begitu juga seluruh biodata dan lainnya telah dijaprikan ke panitia.

Guru Ida telah menyelesaikan seluruh tugas untuk sekolah. Pelajaran melaui daring belajar jarak jauh sudah dipersiapkan.

“Ya saya harus menyelesaikan tugas sekolah agar waktunya tenang….”, gumanya sembari membalas WA dari ketua panitia.

Hingga larut malam tetap panitia koordinasi buat besok lomba. Begitu kesibukanku juga untuk besok pagi di sekolah. Tugas sudah beres dan siap dikirim besok pkl 07.00.

“Saya harus pagi-pagi berangkat ke sekolah”, ujarku sembari memasukan tugas untuk besok di laptop. “Maaf ya bu..besok usahakan pkl. 09 sudah di Aula RRI Bogor, karena ada pembukaan dulu”, begitu WA yang masuk.

“Iya pak, akan saya usahakan…” Balas Ibu guru. Besok Selasa, peraturannya harus berpakaian seragam pramuka. Hanya karena tidak ada siswa di sekolah jadi jagajaga bawa pakaian 2 yaitu batik dari sekolah ahar tetap macing jika untuk dikenakan saat menjadi juri.

Tentu saja banyak telpon jelang pkl 09, karena dua juri dari luar dan dari RRI sudah ada di Aula.

“Aku segera ke RRI karena mau pembukaan acara”, gumamnya sembari berjalan menuju halaman parkir untuk menghampiri motor.

“Maaf bu sudah dimana ya bu…” whatsapp dari panitia menegaskan.

“Iya pak sudah di halaman parkir RRI”, gegasnya sembari mengunci stang mofor.

“Bu langsung ya ke Aula RRI, mau dimulai acaranya”, jawabnya sembari melangkah ke ruangan tempat acara.

“Acara segera di mulai. Sambutan demi sambutan telah dilaksanakan, begitu juga seluruh dewan juri telah di perkenalkan ke publik. Seluruh juri telah memasuki uangan khusus.
Seluruh rekaman suara dari 76 peserta menyampaikan melalui audio visual. Rekaman satu persatu diputar sesuai dengan nomor urut pendaftaran dan menyampIkan rekaman dari Handphone (HP) peserta.

Acara dimulai dari pkl. 10.30 hingga pukul 16.00. Lomba bercerita sudah selesai. Sudah ada rekap yang masuk 10 besar. Arahan dari Ketua Panitia untuk di pilih 5 besar dan sudah terekap juga sesuai hasil nilai tertinggi. Maka hasilnya juara I, II, III dan harapan I dan II.

Waktu sudah semakin senja. Kami bergegas untuk pulang. Begitu juga seluruh karyawan sudah mulai sepi. Satu persatu karyawan keluar kantor dan dewan juri pun sudah pulang.

“Saya masih ingat tadi Ketua Panitia menitip pesan agar besok saya kembali dan bertemu dengan peserta yang sudah diseleksi”, gumamnya.
“Bayanganku, besok dewan juri bisa datang”, renungnya mengingat apa yang disampaikan Ketua Panitia. Acara hari besok tentu lebih ringan.

@@

Ketua Panitia terus mengirim pesan terus.

“Aku harus segera ke RRI, tidak ke sekolah dulu takut kesiangan”, gumamnya sembari mengeluarkan motor untuk menuju tempat kegiatan.

Ibu guru Ida selalu beraktivitas secara seimbang di musim pandemi covid 19. Pemikirannya hari ini hanya koordinasi atau informasi lainnya. Ternyata diluar dugaan. Seluruh peserta yang 10 orang telah hadir termasuk ada orang tua dan guru pendampingnya.

Untuk bu Ida sedikit dongkol dan kesal. Tidak dilibatkan jadi juri dalam babak final. Aneh bukan? Jadi yang mengganti juri bu Ida adalah Kepala LPP RRI.

Pengambilalihan itu tidak lazim dan tidak semestinya. Baik Ketua Panitia maupun salah satu dewan juri kemarin bersama-sama menundukkan kepala Begitu juga Ketua Panitia terkaget-kaget. Semua yang telah dibahas dan diputuskan kemarun dibongkar lagi. Ada rasa malu dan keki dalam menghadapi persoalan ini. Bu Ida sudah biasa memghadapi tantangan dan kendala, akhirnya teratasi.

“Untuk hal ini aku tak terima diperlakukan seperti ini. Seandainya bukan kepala LPP RRI yang mengambil keputusan”, geramnya atas kejadian tersebut. Hari sudah siang.

Mentari yang indah, terasa kusut ibarat baling-baling. Ibu Ida sudah mempersiapkan sambutan perwakilan dewan juri. Tentu saja seisi ruangan Aula terasa bergetar. Rasa kecewa bisa terkendali dengan adanya whatsapp dari orang terdekatnya membuat terhibur.

“Aku mendingan ke sekolah untuk mengerjakan banyak hal-hal terutama membereskan tugas siswa yang belum dikoreksi“ ungkapnya karena wajah agak layu ibarat tersibak angin puyuh.
Hanya satu obat segera berlalu meninggalkan areal tersebut.

“Tak habis pikir, kok bisa pimpinan berbuat sesuati yang bukan tugasnya. Apa cari muka atau unjuk gigi?” gumam bu Ida sepanjang jalan menuju sekolah.

Sampai detik ini tak ada labar dari panitia, soal siapa yang lolos mewakili RRI Bogor lomba bercerita.

“Ah untuk apa memikirkan itu, toh beliau juga tidak memikirkan perasaan orang lain?, gumamnya sembari berjalan menuju ruang perpustakaan di lantai 2.

Nampaknya nyaman seorang guru yang telah masuk ke ruang kerjanya.

Hampir bisa melupakan peristiwa yang membuat hati bergelora, galau dan tercabik penuh kekecewaan. Akhirnya menyadari senantiasa semuanya lancar tampa harus merusak tatanan yang telah diputuskan dewan juri sebelumnya.

“Jujur sampai detik ini, aku tak tahu siapa yang diutus untuk mewakili RRI Bogor. Kini yang penting sukses tanpa harus banyak protes”, ujarnya saat memilah-milah buku di ruang perpustakaan.

“Begitu juga, aku sudah memaklumi ketika panitia dan juri dari dalam sudah menyampaikan permohonan maaf”, ungkapnya lagi.

Hampir sirna dari kegalauan yang awalnya berkecamuk. Sangat beruntung profesi sebagai guru mudah beradaptasi secara psikologis. Mungkin semuanya akan ada hikmahnya.

“Panjatku ya Rabb…senantiasa semuanya lancar dan sukses kelak lomba bercerita untuk tingkat nasional”, panjatnya sembari bergegas menuju rumah. Hari telah senja tiba, semua guru sudah banyak yang pulang duluan.

“Pak MU, pak Ibad, ibu duluan pulang”, sapanya pada semua penjaga sekolah. Seiring dengan itu pintu pagar pun dikunci.

(Bogor, 26 Agustus 2020)
Rida Nurdiani S,Pd
Guru SMPN 20 Kota Bogor

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *