MINIMNYA film mengangkat kearifan lokal cukup memprihatinkan. Belum lagi bahasa yang digunakan mamakai bahasa ‘okem’ yang membuat keseragaman bahasa yang ditiru generasi muda dari belahan pelosok lain.
Terkait itu, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Museum dan Taman Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Riau menggelar workshop penulisan skenario film pada Selasa (22/3/2016) hingga Kamis (24/3/2016). Kegiatan ini upaya mengangkat film daerah berbudaya lokal.
“Film bertema budaya lokal saat ini sangat minim. Karena masih terbatasnya penulis skenario yang memiliki penguasaan budaya lokal. Selain itu, penulis kita juga tidak memiliki kemampuan membuat skenario film. Untuk itu, kita melaksanakan kegiatan ini,” ujar Ketua Panitia Aziz Fikri, di sela-sela kegiatan di Gedung Olah Seni dan Taman Budaya Riau, Rabu (23/3/2016).
Menurutnya, tujuan kegiatan ini meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku film, terutama dalam penulisan skenario film, serta memberikan bekal dan kemampuan teknis dalam penulisan skenario film dengan mengangkat kekayaan budaya lokal.
“Kegiatan ini diikuti 30 peserta yang berasal dari seniman, pemerhati film, pelaku dan pekerja film dari 12 kabupaten/kota se-Riau. Kita berharap, kegiatan ini dapat meningkatkan pelaku film yang berkualitas serta memacu kreativitas film dengan muatan budaya lokal,” kata Aziz.
Azis menambahkan, kegiatan ini menghadirkan tenaga instruktur yang memiliki kemampuan dalam membuat skenario film, seperti Dr Koesyuliadi dari Yogyakarta, dan Marhalim Zaini dari Pekanbaru.
Sementara Kepala UPT Museum dan Taman Budaya Disdikbud Riau diwakili Kasi Tata Usaha (TU), Dra Iriani, mengatakan, film adalah seni kreatif dan telah menjadi ruang ekspresi berkesenian menjanjikan, baik dari aspek penjelajahan ekspresi, kreativitas, maupun dari sisi finansial. Kebutuhan mendesak yang harus digesa saat ini tersedianya skenario film yang layak dan siap.
“Memang, penulis banyak berkualitas saat ini, tapi penulisan skenario film berbeda. Karena, penulisan skenario harus memikirkan dan memberi ruang bentuk visual. Mungkin ada sebagian penulis yang berkarya dalam bentuk skenario film, tapi jarang dipublikasikan, sehingga keberadaannya tidak banyak diketahui publik,” papar Iriani.
“Bagaimanapun, untuk mewujudkan film yang baik harus tersedia skenario film yang baik dan layak produksi,” ucapnya. (hr/gr)