SELEPAS diperiksa di kantor polisi, Hamzah dan Ayub Badrin meluncur ke Restoran Garuda yang menyajikan masakan khas Melayu-Minang di Glugur. Setelah semua menu terhidang, Hamzah
Tag: Kabut Tanah Tembakau
Kabut Tanah Tembakau (83)
HAMZAH cukup tenang saat diperiksa oleh Briptu Anto Pasaribu kantor Polresta terkait hilangnya Marlina. Sebagai saksi Hamzah dengan rileks dan tenang menjawab semua pertanyaan penyidik
Kabut Tanah Tembakau (82)
SEDANG menikmati santap siang tiba-tiba pintu rumah diketuk. Hamzah dan Rabiha saling pandnag. Keduanya berharap Marlina yang mengetuk pintu. Kedua senangnya bukan main. Rabih langsung
Kabut Tanah Tembakau (81)
RABIAH duduk melamun di teras rumah ketika Hamzah datang ke rumah Melayu dengan mobilnya. Hamzah keluar mobil dengan membawa dua bungkus nasi. Lalu duduk di
Kabut Tanah Tembakau (80)
TIGA bulan Marlina menghilang. Tidak ada yang tahu kemana Marlina pergi. Tiba-tiba saja seperti ditelan bumi. Hambus begitu saja. Hamzah setiap hari memikirkan Marlina. Mengapa
Kabut Tanah Tembakau (79)
TERBENTANG sebuah pemandangan di pegunungan yang indah. Pemandangan seperti lukisan alam yang menawan terhampar luas. Pemandangan ini cukup menggoda siapa saja untuk menikmatinya. Alam orang
Kabut Tanah Tembakau (78)
DEWI Mutiara kian penasaran dengan cerita Mardali Herry tentang Sarni. Bagi Dewi Mutiara mengapa harus lari sampai ke Suriname, bukankah sembunyi di Tanjung Balai sulit
Kabut Tanah Tembakau (77)
SETIBA di tanah Air dari Suriname pasca Prokramasi Kemerdekaan, Sarni dan Tugimin langsung pulang kampung halamannya di Ponorogo, Jawa Timur. Sarni tidak ingin lagi kembali
Kabut Tanah Tembakau (76)
DEWI Mutiara masuk ketika Mardali Herry sibuk di ruang kerjanya. Dewi Mutiara masuk tergopoh-gopoh masuk dan berdiri di depannya. Lalu menaruh sebuah foto meja kerja.
Kabut Tanah Tembakau (75)
DEWI Mutiara dirundung kesedihan yang mendalam. Tiga bulan lebih sudah Marlina tidak pulang. Siang dan malam Dewi Mutiara memikirkan Marlina yang tidak tahu dimana rimbanya.
Kabut Tanah Tembakau (74)
MARLINA masih tidak mengerti bagimana dirinya dari negeri asing yang berbeda alam bisa menyelamatkan kakek bunyutnya. Apakah Harum Cempaka, Bunga dan Jelita tidak bisa menyelamatkan
Kabut Tanah Tembakau (73)
MARLINA memandang jauh keluar dari jendela rumah. Pikiranya untuk segera pulang ke alam nyata sudah tak mengganggunya lagi. Sejak bertemu dengan Harum Cempaka Marlina merasa
Kabut Tanah Tembakau (72)
RUWONDO dengan terpaksa dan angkuh menerima Rakat. Ruwondo berharap cemas mata-mata ini memberikan informasi yang menggembirakan hatinya. Untuk menunjukkan kesombongannya, Ruwondo pun berberjalan ke arah
Kabut Tanah Leluhur (71)
SEBUAH lahan pertanian jagung dan persawahan cukup luas. Banyak buruh yang bekerja. Para pekerja begitu rajin dan cekatan. Tekun karena diawasi oleh mandor. Meski mirip
Kabut Tanah Tembakau (70)
MARLINA belum mengetahui siapa sebenarnya ketiga wanita yang kini dihadapainya. Mau apa mereka dengan dirinya. Marlina mencoba menyelidiki siapa ketiga perempuan ini. Apakah mereka akan
Kabut Tanah Tembakau (69)
MARLINA masih tidak paham siapa yang memeluknya. Mengapa sosok wanita berambut perak ini begitu rindu dengan dirinya. Marlina ingin berbicara, namun mulutnya sulit untuk bisa
Kabut Tanah Tembakau (68)
DARI atas bukit terlihat sebuah desa di lembah. Udara dingin dan lembab. Bangunan rumah penduduknya terlihat berbedah dengan bangunan alam nyata. Atap rumah terbuat dari
Kabut Tanah Tembakau (67)
KETIKA Marlina berpaling ke belakang, bekas bangsal tembakau tua dan hamparan perkebunan tebu di Saentis, Percut Sei Tuan, sudah lenyap dari pandangan. Yang tersisa hanya
Kabut Tanah Tembakau (66)
MARLINA kini sendiri setelah driver ojek online menghilang. Marlina memandang sekeliling yang terlihat hanya jejeran bekas bangsal tembakau tua. Angin dari laut Percut menggoyang pohonan
Kabut Tanah Tembakau (65)
KOTA Medan Mendung. Angin kencang. Jalanan Menuju ke Saentis tidak macet. Driver ojek online pelan menjalankan sepeda motornya. Dia terus memandangi wajah Marlina dari spion.
Kabut Tanah Tembakau (64)
SOSOK Bunga dalam pandangan Marlina antara ada dan tiada. Meski keduanya duduk berdekatan sekali pun. Kadang Bunga terlihat, kadang tidak. Aroma yang begitu sejuk membuat
Kabut Tanah Tembakau (63)
MENTARI belum terlalu tinggi ketika Marlina menjepret beberapa kembang yang sedang mekar di halaman rumah Melayu. Ketika sibuk menjpret kembang yang tertata rapi, terdengar suara
Kabut Tanah Tembakau (62)
SELEPAS makan malam dua utusan partai politik menemui Mardali Herry restoran Le Quartier. Kedua utusan partai politik membawa kabar Mardali Herry telah mendapat dukungan dari
Kabut Tanah Tembakau (61)
DEWI Mutiara geram dengan sikap Marlina. Putrinya sudah tiga hari tidak memberikan kabar. Selulernya tidak bisa dihubungi. Tak biasanya Marlina seperti ini. Ibu mana yang
Kabut Tanah Tembakau (60)
ROY sedang makan siang di Restoran Kaleo Rendang Bistro di Sun Plaza Medan ketika Anton muncul sendiri. Dengan dingin Roy bertanya mengenai tim yang dibentuknya
Kabut Tanah Tembakau (59)
SINAR mentari lembut menyentuh betis mulus bak padi bunting dari kisi-kisi jendela. Marlina tersentak dari tidurnya. Marlina baru sadar menteri sudah mulai meninggi. Memandang sekeliling
Kabut Tanah Tembakau (58)
TUGIMIN tak lama muncul kembali ke gubuk dengan membawa buah keladi, rebung dan buah kelapa muda yang diambilnya di tepi hutan. Sarni langsung membersihkan keladi
Kabut Tanah Tambakau (57)
SARNI kaget bukan main melihat bayinya tidak ada disampingnya. Ia sempat panik. Khawatir putra semata wayangnya itu hilang. Secapat kilat Sarni melompat keluar gubuk. Sarni
Kabut Tanah Tembakau (56)
SECARA batin Marlina kian begitu dekat dengan nenek buyutnya setelah berada di tanah Deli. Berjuag dan bertarung menjadi kuli kontrak di perkebunan. Perlahan tabir siapa
Kabut Tanah Tembakau (55)
SEBELUM fajar Tugimin dan Sarni menemukan pondok reot berbilik bambu bekas para perambah hutan. Gubuk sudah mulai ditumbuhi semak belukar. Beratap rumbia dengan lantai bambu
Kabut Tanah Tembakau (54)
KEBAKARAN besar tidak terjadi di barak kuli kontrak. Api dapat dipadamkan oleh para kuli kontrak secara gotong royong. Tapi sempat membuat panik kuli kontrak sebarak.
Kabut Tanah Tembakau (53)
SARNI kini menjadi harimau bentina. Tidak ada lagi wajah lembut dibalik kecantikan wajahnya. Sari membiarkan Mandor terkapar. Sementara tumpahan minyak tanah menjilat tikar pandan kering.
Kabut Tanah Tembakau (52)
SARNI membiarkan Mandor menggerayangi kakinya. Nafas Mandor sudah tak beraturan karena birahinya sudah sampai ubun-ubun. Perlahan Mandor menciumi pergelangan kaki Sarni. Rasa geli dan jijik
Kabut Tanah Tembakau (51)
SARNI tetap terjaga, meski matanya terpejam. Lolong anjing kampung masing sahut-sahutan di kejahuan. Jantung Marni berdebar kencang. Sejak suaminya menghilang 6 bulan lalu, sejak itu
Kabut Tanah Tembakau (50)
MARLIMA masih duduk di ranjang. Suara burung merbuk terdengar lamat-lamat. Angin berdesir pelan dari lubang ventiasi jendela membuat suhu kamar dengan kelembapan udara lebih nyaman.
Kabut Tanah Tembakau (49)
REMBULAN terang menderang. Sinar lembutnya jatuh pekarangan rumah Melayu. Tanaman kembang Rabiah terlihat disapu cahaya bulan. Suara-suara malam terdengar diantara suara kenderaan yang melintas di
Kabut Tanah Tembakau (48)
ROY berharap Anton dan Edison bisa segera menemukan Marlina di kota Medan. Bukan soal ia sudah bayar mahal dengan Anton dan Edison, tapi ini soal
Kabut Tanah Tembakau (47)
ROY memandang air hujan jatuh dari atap restoran Killiney Kopitiam, Merdeka Walk Medan. Duduk sendiri di sebuah pojok. Kopi di cakirnya tinggal setengah. Beberapa pasangan
Kabut Tanah Tembakau (46)
MARLINA dikagetkan ketika petir menggelegar di angksa. Langit seperti terbelah. Sebentar lagi hujan akan turun. Spontan Marlina memegang pergelangan tangan Hamzah. Melihat Marlina panik, Hamzah
Kabut Tanah Tembakau (45)
SARNI menarik nafas lega ketika grobak sapi sudah jauh dari Simpang Jodoh. Handoyo tetap diam. Ia hanya menatap jauh ke depan. Tenang dan berwibawa. Handoyo
- Sebelumnya
- 1
- 2
- 3
- 4
- Berikutnya
Tidak Ada Postingan Lagi.
Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.