TOBASA – Empat rumah adat Batak Jangga Dolok di Huta Lumban Binanga, Desa Jangga Dolok, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, terbakar pada Jumat, 1 Januari 2016 lalu, kini telah bertengger kembali. Kokoh dan perkasa.
Bangunan rumah adat yang diperkirakan berumur 200-250 tahun ini diresmikan pada Sabtu (15/9/2018) dengan pesta adat yang meriah.
Berberapa tahun lalu, kesedihan yang mendalam bagi masyarakat Batak saat mendengar Rumah Adat yang berumur ratusan tahun terbakar di Jangga Dolok.
Kesedihan terbakarnya Rumah Adat di Jangga Dolok tersebut membuat hati Ketua Umum KONSENTRA SUMUT, Joyce Sitompul br. Manik mempunyai Ide gagasan bagaimana cara untuk kembali membangun rumah adat yang telah musnah dilalap api.
Ide gagasan tersebut disampaikan Pimpinan Anjungan Sumut TMII, Tatan Daniel Ketua YPDT, Maruap dan mendapat respon dan dukungan penuh.
“Sehingga melahirkan kesepakatan untuk mengadakan pertemuan pembahasan dan cara membangun kembali rumah adat Jangga Dolok yang diwariskan oleh leluhur itu,” kata Tatan Daniel, Senin (17/9/2018).
Tata mengatakan, acara pertemuan yang diselenggarakan oleh tiga seranggkai dan jajaranya tsb dilaksanakan di Rumah Bolon Anjungan Sumut TMII dengan mengundang para tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Utara.
Dengan berdirinya kembali Rumah Adat Jangga Dolok maka tidak saja dapat melastarikan budaya Batak Toba, tapi juga akan menggiring turis lokal dan manca negara untuk melancong ke Danau Toba.
“Potensi ekonomi di masyarakat itu termasuk kategori heritage juga tinggi,” tutur Tatan Daniel.
PERKAMPUNGAN
Peninggalan budaya yang masih sangat dilestarikan di Kabupaten Toba Samosir adalah Bangunan Rumah Adat. Salah satu perkampungan tua yang dapat kita kunjungi terletak di Jangga Dolok Kecamatan Lumban Julu. Berjarak 40 Km dari kota Balige, perkampungan ini sudah berusia ± 250 tahun.
Konstruksi Rumah Adat Batak yang sebenarnya masih dapat di lihat disini, yaitu rumah panggung dengan bahan kayu dengan atap terbuat dari ijuk dan tentunya tidak menggunakan paku. Ornamen bangunan ini dilengkapi dengan ukir-ukiran khas batak (gorga) yang konon coraknya mengandung filosofi tertentu.
Bagi pecinta budaya, anda dapat menggali keberadaan perkampungan batak tersebut, baik dari segi konstruksi, filosofi, ukiran, dan ornamen lainnya, begitu juga dengan denah dan tata letak bangunannya.
MATANIARI DI JANGGA DOLOK
Duo etnomusikolog, Irwansyah Oemar Harahap dan Rithaony Hutajulu Irwansyah, Marsius Sitohang, dkk. yang tergabung dalam kelompok ‘Mataniari’, Sabtu (15/9/2018), dengan gembira mengisi atmosfir kampung adat Jangga Dolok dengan beberapa repertoar gondang, lagu-lagu opera Batak karya Tilhang Gultom, dan beberapa lagu Nahum Situmorang.
Mengesankan, menyaksikan mereka bermain dengan daya pesona yang kuat, di bawah rumah gorga, di halaman kampung, di bawah langit senja, dan semburat cahaya matahari yang merah kesumba.
Sajian musikal yang sarat pesan tentang warisan yang mesti dirawat dan dihidupkan, sebagaimana rumah adat dan kampung-kampung budaya di tanah Batak, yang jika tak dipelihara dan direvitalisasi, akan kehilangan makna dan taksunya. (gr)