SENIMAN Medan demikian nama kelompok Anak-anak Medan yang berdomisi di Jakarta, Jawa Barat dan Banten yang sedang ngumpul dan berckap-cakap di Tea Addict Lounge  di Jakarta Selatan siang itu. Sepintas tak nampak kalau mereka orang-orang penggiat seni, pemerhati budaya, sastrawan, penulis, aktris atau pun wartawan.
Keaneka ragaman profesi itulah membuat Anak-anak Medan ini tak nampak sebagai layaknya seniman. Meski sebagain dari mereka masih eksis berkesenian, namun ada juga karena sibuk dengan pekerjaan tak sempat lagi melirik kesenian.
Siang itu, sejak makan siang sampai jelang beduk Isya, pembicaraan larut dengan soal-soal kesenian dan budaya. Mulai dari sastra, teater sampai kesenian tradisional pun dibicarakan. Santai tapi serius. Kadang berbincang dalam kelompok besar, kadang juga berbincang dalam kelompok kecil.
Seniman Medan yang perantau ini, suda ngumpul sejak lebih dari 5 tahun lalu. Tempatnya berpindah-pindah, dari satu restoran ke restoran lainnya. Beruntung, Kepala Anjungan Sumatera Utara Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Tatan Daniel, tergabung di dalamnya. Tak jarang juga ketika masih kuliah di Medan ini, dikenal sebagai penulis sastra dan puisi yang apik, berkenan menjadi tuan rumah di Anjungan Sumut. Baik untuk menampilkan karya-karya Anak Medan atau sekedar ngobrol bahkan melakukan Buka Puasa bersama.

“Kami jarang betemu, tapi sekali bertemu rasanya tak sedap kalau tidak berkarya bersama. Saya punya gagasan untuk membuat buku sebuah buku antologi atau apalah yang berkenan dengan seni dan budaya,” kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane.
Mantan wartawan Harian Merdeka ini, berharap pertemuan dan kegiatan seperti ini diupayakan akan terus berlanjut. “Kapan lagi pulak, awak-anak ini ngumpul dan kawan-kawan seniman asal Medan,” kata Neta.
“Ini pertemuan rindu yang telah lama kita tinggalkan. Tapi yang pasti, kita punya gagasan untuk berbuat sesuatu dengan membuat karya dalam satu buku,” kata Tatan Daniel.
Beberapa tahun lalu, komunitas ini juga menerbitkan antologis sastra berjudul: ‘Ini Medan,Bung!’
Semangat Berkarya selain buku antologi yang digagas Tatan Daniel, Neta S Pane juga punya gagasan untuk menerbitkan buku genre lain berupa antologi seperti esai, atau prosa.
“Berisi pemikiran strategis tentang kesenian dari kacamata yang jernih, dalam, dan sumbang pemikiran bagi kemajuan kesenian di tanah air,” kata Neta Pane.
Dosen etnomusikologi dengan karya monumentalnya Megalitum Quantum, Rizaldi Siagian menegaskan, ““Pesan yang bersikap kritis, analitis,dan pemikiran cerdas mestinya tumbuh di dalam karya yang akan diterbitkan nanti,†kata Rizaldi Siagian menimpali.

Sementara penulis buku ‘Gesang’ dan dikenal juga sebagai penulis biografi, Izharry Agoesjaya Moenzir meminta kepada seluruh Anak-anak Medan yang hadir untuk saling membantu. “Satu sama lain harus tahu apa yang sedang digarapnya saat ini. Supaya teman-teman lain bisa membantu atau mengambil peran dalam apa yang sedang dikerjakannya,” kata Bang Izh, demikian sapaan akrab Izharry Agoesjaya Moenzir ini.
Mantan pemain Teater Imago Medan, Rizal Siregar berharap semua Anak-anak Medan merespon gagasannya yakni membuat domukenter tentang siapa saja Seniman Medan yang telah berbuat banyak di Sumatera Utara. “Ya, apakah itu tokoh teater, tari, seni rupa, sastrawan, penyair dan budayawan,” kata sutradara yang menggarap film dokumenter ‘D. Rifai Harahap Tokoh Teater Medan’ ini.
Seniman Medan yang ngumpu pada Rabu (27/5/2015)l diantaranya, aktris Teater Koma, Rita Matu Mona, Saut Poltak Tambunan, Arie F Batubara, Rizal Siregar, Foeza ME Hutabarat, Teddy MY Witarta, Rani Dahlan dan Fitri Diani. (gr)
Ilustrasi foto: Seman Medan ngumpul dan melontarkan gagasan (gr)