Saling Lempar Nasi Tradisi Yang Masih Dipertahankana di Desa Pelanglor, Ngawi

Foto ilustrasi: Nasi bungkus dari daun pisang. (ist)

NGAWI – Nasi makanan utama rakyat Indonesia sudah berabab-abad yang lampau. Sehingga sebutir nasi tak boleh tercecer, itulah pesan para leluhur. Tapi, tidak begitu bagi Desa Pelanglor, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur, pada hari tentu malah digelar ‘perang nasi’.

Foto: Tradisi perang nasi di Ngawi. (ist)

Desa yang satu ini hingga sekarang masih mempertahankan ritual budaya yang diwariskan turun temurun oleh nenek moyangnya. Lantaran budaya itu memaksa ratusan warga harus bentrok atau perang antar warga lainya. Peristiwa sakral ini pun digelar pada Jumat (4/8/2017).

Bacaan Lainnya

Ratusan warga terlihat bersiaga dengan senjata digenggaman tanganya masing-masing menyiapkan sekepal nasi yang siap untuk menghajar lawan. Tidak pelak, dalam beberapa menit kemudian perang akhirnya benar-benar terjadi. Mereka saling membela diri dengan melempari musuhnya dengan segenggam nasi. Atas aksi yang cukup dramatis ini para warga lainya bukanya melerai justru sebaliknya, berjubel melihat tontonan yang dianggap gratis ini terlebih kejadian itu secara sengaja memang di tunggu-tunggu.

Tontonan tersebut hanya bagian dari upacara ritual khas desa yang digelar setiap tahunya dan waktu pelaksanaanya haruslah tepat sesuai dengan hitungan yang dibuat oleh para sesepuh sebelumnya yakni setiap Jum’at Legi. Ritual ini guna menyambut datangnya budaya ‘Bersih Desa’ yang dilakukan di Sendang Tambak di Dusun Tambakselo Timur, Desa Pelanglor.

Sebelum ritual dilakukan, seluruh warga yang ada di dusun tersebut membawa ambengan atau nasi yang lengkap dengan lauk pauk kemudian dibawa ke sebuah tempat yang diyakini mempunyai tuah tersendiri yakni di sumber mata air dengan nama ‘Sendang Tambak’. Setelah semua sesaji dirasa komplit para sesepuh desa langsung membuka tradisi unik dengan saling melempar ambengan terhadap sesama warga.

Adat “Bersih Desa” semacam ini menurut sesepuh desa setempat merupakan warisan dari leluhurnya yang dilakukan secara turun temurun. Menurutnya, ritual warisan yang cukup melegenda tersebut bagian dari nilai-nilai luhur lama dan upaya menunjukkan bahwa manusia menyatu dengan alam. Ritual lempar nasi ini dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadap melimpahnya hasil alam yang mampu menghidupi seluruh warga yang ada di desa ini.

Selain itu secara turun temurun adanya adat ‘Bersih Desa’ dengan melempar nasi ambengan tidak lepas dari nilai sejarah yang ada. Pada zamanya dulu seiring berdirinya Dusun Tambak Selo Timur, ada seorang tokoh perjuangan pada era penjajahan Belanda dengan sebutan Ki Ageng Tambak. Diketahui tokoh besar tersebut merupakan seorang penentang penjajahan atas warga pribumi yang dilakukan Belanda pada masanya.

Suatu ketika Ki Ageng Tambak bersama pengawalnya dikejar-kejar Belanda dan sampailah di tengah hutan belantara. Dengan posisi sudah terjepit musuh, Ki Ageng Tambak yang kebetulan ada didekat sumber mata air atau biasa dikenal dengan “Sendang” langsung bersabda tidak ada satupun peluru dari senapan Belanda yang sanggup menembus lokasi persembunyianya.

Maka untuk mengenang lokasi persembunyianya dengan menandai sebongkah batu hitam ini Ki Ageng Tambak berujar bila kelak daerah persembunyianya menjadi perkampungan ramai maka namanya akan disebut Dusun Tambak Selo.

Suyadi, Kepala Desa Pelang Lor, mengatakan, satu hari sebelum pelaksanaan Bersih Desa, pihaknya melakukan istighosah bersama warga dan tokoh masyarakat serta para ulama. Kegiatan ini dimaksudkan untuk lebih intropeksi diri juga lebih berserah diri terhadap Allah SWT.

“Bersih desa yang dilakukan ini sudah menjadi identitas lokal bagi warga Desa Pelang Lor dalam menghindarkan diri dari budaya asing yang cenderung bertolak belakang dengan budaya kita dan dalam upaya memelihara kebudayaan turun-temurun tersebut,” ucapnya.

Adat Bersih Desa dilakukan ini tidak lepas dari kepedulian seluruh warganya untuk melestarikan tradisi adat. Selain itu Suyadi menegaskan selama ini kepedulian pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi terhadap pelestarian kebudayaan tersebut masih rendah. Maka dengan sukarela seluruh warganya tetap berupaya semaksimal mungkin mendukung tradisi yang dilakukan secara turun temurun dimana adat Bersih Desa merupakan bagian dari kekayaan budaya nasional. (dik/gr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan