Oleh Kirana Kejora
Legenda Putri Sari Banilai
INDONESIA kaya akan cerita legenda yang merakyat, turun temurun. Demikian dengan Lembah Harau, ada beberapa versi ceritnya. Versi pertama, menurut hikayat setempat, dulunya di atas tebing berdiri sebuah kerajaan, sedangkan lembahnya merupakan lautan. Suatu hari, putri raja memilih terjun ke laut karena tak diizinkan menikah dengan lelaki yang dicintai, namun dipaksa menikah dengan lelaki pilihan ayahnya. Sang raja lalu memerintahkan rakyatnya mencari sang putri. Namun hingga laut dikeringkan, jenazah sang putri tak juga ditemukan.
Versi ke dua. Ada seorang Raja Hindustan bernama Maulana Kari dengan permaisurinya Sari Banun, untuk merayakan pertunangan anaknya bernama Sari Banilai dengan Bujang Juaro. Putri Sari Banilai lalu ikut berlayar bersama orang tuanya.
Sebelum berlayar, sepasang kekasih ini bersumpah. Jika Sari Banilai mengingkari janji pertunangan tersebut, ia akan menjadi batu dan jika Bujang Juaro yang ingkar, ia akan menjadi ular naga.
Namun, kapal mereka terbawa arus dan hanyut terjepit di Lembah Harau, di antara dua bukit batu terjal serta tertahan oleh akar kayu yang melintang di antara kedua bukit tersebut. Agar kapal tidak hanyut, sang raja lalu menambatkannya pada sebuah batu yang terdapat di sana. Batu tersebut sampai sekarang masih ada, bernama Batu Tambatan Kapal.
Kemudian, dengan persetujuan Rajo Darah Putiah yang berkuasa pada waktu itu di Lembah Harau, maka Raja Maulana Kari beserta keluarganya diizinkan untuk tinggal. Karena merasa sudah tidak mungkin lagi kembali ke negerinnya, mereka memutuskan untuk menetap di Harau. Raja Maulana Kari yang tidak mengetahui sumpah putrinya, lalu menikahkan Putri Sari Banilai dengan seorang pemuda di daerah Harau yang bernama Rambun Pade.
Dari pernikahan ini lahir seorang anak laki-laki yang tampan. Raja Maulana Kari dan istrinya sangat mencintai cucunya, sehingga apapun permintaannya selalu berusaha dipenuhi.
Hingga suatu ketika, sang raja membuatkan mainan untuk cucunya, yang akhirnya setiap hari asyik dengan mainannya itu. Pada suatu hari mainan tersebut jatuh ke dalam laut. Sang cucu memanggil ibunya, Putri Sari Banilai untuk minta tolong mengambilkan mainan tersebut. Spontan si ibu melompat ke dalam laut untuk mengambilkannya, namun mainan itu hanyut dan tidak di temukan lagi. Lalu datanglah ombak yang mendorong Sari Banilai sampai ke tepi laut dan terjepit di antara dua buah batu.
Putri Sari Banilai memohon agar air laut itu bisa surut dan kering. Namun lambat laun kaki Putri Sari Banilai menjadi batu. Ia mulai teringat akan sumpahnya dan sebelum keseluruhan badannya menjadi batu, ia memohon kepada Tuhan agar perlengkapan rumah tangganya dibawakan dan diletakkan di dekat ia terjepit.
Di Lembah Harau pada dinding terjal, di sebelah kiri saat masuk jalan ke kiri setelah persimpangan, dekat lembah echo, terlihat menempel sosok Putri Sari Banilai. Terlihat sebuah batu, seakan-akan berbentuk seorang ibu yang sedang menggendong anaknya, dengan hamparan tikar dan sebuah batu yang berbentuk lumbung padi.
Legenda elegy ini masih hidup di dalam masyarakat setempat dalam cerita randai yang bernama “Randai Sari Banilai†salah satu bentuk kesenian tradisional masyarakat Harau.
Cinta memang misteri, tak akan ada yang bisa merangkai cerita akhirnya dengan pasti. Semua tetap menjadi rahasia Sang Illahi, Sang Pemilik Cinta Abadi. Lembah Harau memang menyimpan banyak kisah misteri, yang kita yakini ada hikmah baik di balik cerita-cerita yang telah ada selama ini. (bersambung/gr)