Kawasan Air Terjun Akar Berayun
Oleh Kirana Kejora
Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Harau ini terdiri dari 3 (tiga) kawasan, yaitu Resort Aka Barayun (Akar Berayun), Resort Sarasah Bunta, dan Resort Rimbo Piobang.
Namun selama ini yang dikenal eksotis ada dua kawasan, yaitu persimpangan ke kiri menuju Sarasah (air terjun) Akar Berayun, dan ke kanan menuju Sarasah Bunta. Siang itu, saya bersama teman-teman memutuskan untuk terlebih dahulu mengunjungi Sarasah Akar Berayun. Imajinasi saya semakin liar saat mobil yang membawa kami belok kiri setelah ada persimpangan lembah.
Siang itu, sekitar jam 1, matahari tak begitu terik, namun langit cukup cerah membentang di atas kawasan yang membuat saya seperti berada di dalam sebuah benteng. Pagar tebing cadas yang curam dan lurus ke bawah memicu adrenalin untuk memanjatnya.
Saya terasa dikelilingi tebing tinggi menjulang nan kokoh yang berwarna cokelat kemerah-merahan setinggi 150 hingga 500 meter. Tebing-tebing itu tegak mengelilingi lembah. dengan kemiringan hampir 90 derajat.
Di antara tebing-tebing terlihat air terjun menuruni cadas-cadas bebatuannya dengan halus, di bawahnya terhampar sawah-sawah yang berwarna hijau dengan kesuburan padinya. Sungguh sebuah perpaduan warna yang sempurna, keindahan yang membuat bibir tercekat diam karena susah mengungkapkannya dengan ucapan.
Mati kata saya dibuatnya. Terlalu sayang jika mata saya berkedip melihat gagahnya tebing dengan bentangan sawah dan aneka pepohonan hijau rimbun berada di hadapan. Saya seperti terbawa ke masa kecil, saat ayah saya selalu mendongengi saya menjelang tidur. Ya, terasa dibawa ke lembah dongeng, di mana gambar pemandangan selalu identik dengan gunung, bukit, dan hamparan sawah di bawahnya.
Jika habis hujan, sering ada pelangi, seperti selendang raksasa sebagai anak tangga tujuh bidadari yang akan turun ke tujuh sarasah yang ada di lembah penuh legenda ini. Hal ini dipercaya penduduk setempat. Pada tahun 2008, konon HP milik seorang mahasiswa yang sedang berwisata, pernah menangkap gambar tujuh bidadari mandi berbaju putih dan cokelat, melayang di Sarasah Bunta, benar tidaknya walahualam.
Setelah mobil terparkir di depan warung-warung makan dan kios-kios cindera mata yang selalu buka 24 jam, saya segera turun, mengikuti Uda Irwan menuju puncak bukit dari anak tangga yang berada di sisi kanan kolam pemandian Akar Berayun. Uda Irwan ini putra asli Harau yang juga bertugas di Resort Harau – Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumatera Barat.
Ada sekitar 250 anak tangga yang harus saya lewati di antara batu-batu besar yang berhimpitan, bahkan ada yang setengah berdiri. Cukup membuat jantung berdegup kencang, membayangkan bila itu menimpa saya yang sedang berjalan di bawahnya menuju atas bukit. Namun segera saya buang jauh bayangan buruk itu. Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta tak akan mencelakakan ciptaan-Nya buat hamba-Nya. Diam-diam saya berzikir, membuat saya semakin semangat, yakin untuk bisa sampai ke puncak dan semua akan baik-baik saja.
Hingga sekitar 15 menit menaiki tangga, saya pun sampai di puncak bukit, menatap lepas ke depan. Elok nian bukit, lembah yang terhampar dengan aliran sungai dan air terjunnya. Tebing-tebing itu menyapa ramah dari kejauhan, seakan minta didengar suaranya. Mereka menawarkan kemewahan dalam balutan wujud megahnya.
Saya pun segera mengoleksi berbagai pose foto diri di tempat yang begitu mahal ini. Tak lupa saya bawa novel terbaru yang 10 tahun baru bisa selesai, Senja di Langit Ceko. Biar pembaca saya kelak tahu, bahwa novel idealis itu telah bersahabat dengan Lembah Harau. Dan buku itu bisa menyemangati saya untuk segera menulis novel Rindu Tersimpan di Lembah Harau.
Ah! Terlalu banyak yang ingin saya tulis, karena memang tempat ini sangat layak untuk ditulis, disuarakan agar semakin banyak orang tahu bahwa ada surga kecil yang jatuh di Ranah Minang Barat.
Lalu saya bersama teman-teman duduk santai di satu-satunya gazebo yang berada di puncak, sejenak sama-sama mengendapkan pikiran sambil menatap keindahan di bawah kami.
Kekayaan Lembah Harau tak bisa dipungkiri, berbagai jenis flora dan fauna ada di sini. Monyet ekor panjang (Macaca fascirulatis), siamang atau kera hitam berlengan panjang (Hylobates syndactylus), dan simpai atau surili Sumatera (Presbytis melalophos), salah satu monyet endemik, primata langka yang hampir punah. Hewan lain yang juga dilindungi di sini adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), kambing hutan (Capriconis sumatrensis), dan landak (Proechidna bruijnii). Selain itu ada 19 spesies burung yang juga dilindungi. Di antaranya, burung kuau (Argusianus argus) dan enggang (Anthrococeros sp).
Karena takut kemalaman dan masih banyak yang harus dikunjungi, kami segera menuruni anak tangga. Rasanya tak rela hanya beberapa menit berada di puncak menikmati pemandangan elok nian yang selama ini hanya bisa saya lihat di dunia maya.
Setelah sampai anak tangga terakhir, saya alihkan pandang ke Sarasah Akar Berayun yang berada di sebelah kiri saya, di bawahnya ada kolam pemandian. Segera saya memotret beberapa anak lelaki yang asyik mandi, berenang, naik tebing, lalu terjun ke kolam pemandian yang jernih airnya.
Konon batu-batuan di Air Terjun Akar Berayun sejenis batu yang biasanya terdapat di dasar laut. Diantaranya dua dinding batu yang terjal, tergantung pada sebuah akar yang pada saat pasang naik, terbenam dan waktu pasang surut nampak di atas air, tergantung dan berayun-ayun jika tertiup angin.Sayangnya, saat saya berkunjung, Air Terjun Akar Berayun kurang deras airnya. Mungkin karena masih musim kemarau, curah hujan kecil sehingga kurang pasokan air yang mengalir ke air terjun. Padahal saat saya menginap di Padang, hampir setiap hari seharian turun hujan deras sekali, tapi di Lembah Harau, ternyata turun kemarau.
Lalu kami melanjutkan ke kawasan wisata lain yang tentu juga menarik, area perkemahan dan lembah echo. Kami berjalan menuju jalan ke persimpangan lembah, sebelumnya, dua tempat itu telah kami lewati saat menuju ke Air Terjun Akar Berayun.
Kedua tempat ini memanfaatkan potensi alam yang ada, yaitu tanah datar dan tebing yang bisa menimbulkan efek gaung atau gema. Area perkemahan terletak di sebelah barat laut Air Terjun Akar Berayun, sedangkan lokasi gaung terletak di sebelah selatan Air Terjun Akar Berayun.
Hanya butuh waktu sekitar 5 menit, kami sampai ke Lembah Echo. Kata echo berasal dari bahasa Inggris yang artinya “gemaâ€. Tepat di depan echo spot, nampak dari kejauhan, dua tebing tinggi besar terpisah, seperti dua pagar tembok raksasa yang terputus oleh hamparan sawah. Sungguh “gambar alam†yang begitu indah dan tentu saja sayang jika tak saya abadikan.
Lalu saya berdiri tepat di bawah titik nol (echo spot), berteriak lantang “HARAU!†dan langsung ada suara dari seberang menyambung lantang, menggemakan teriakan saya yang memantul menjadi “HARAUUUUU!â€
Terasa lepas semua lelah dan segala cecar pikir berat selama ini usai berteriak lepas di lembah yang penuh cerita ini. Siang menjelang sore itu terasa ada yang menantang saya, siapa lagi kalau bukan mereka yang berada di depan saya. Yaitu pagar tebing cadas nan curam dan lurus itu menantang untuk dipanjat. Namun itu hal yang tak mungkin saya lakukan, kondisi dan waktunya kurang tepat.
Satu kalimat tepat yang saya ucap,”Harau surganya para pemanjat.â€
Bagi para pencinta alam, pencinta olah raga panjat tebing, Lembah Harau merupakan tempat yang masuk dalam daftar spot yang harus dikunjungi. Salah satu lokasi pemanjatan favorit ada di Jalur Hijau yang terletak di sebelah kanan Air Terjun Akar Berayun. Di sini terdapat puluhan jalur yang dapat dipanjat sebagai sarana sport climbing yang terdiri dari beberapa komplek pemanjatan. Mulai dari yang paling mudah sampai yang memiliki tingkat kesulitan sangat tinggi, variasi jalur di sini tidak dimiliki daerah lain.
“Mbak coba lihat.â€
Saya kaget dengan ucapan Uda Irwan yang menunjuk ke tebing depan kami, tebing yang baru saja saya foto. Ia lalu memotret, focus pada satu titik di dinding salah satu tebing, lalu menunjukkannya kepada saya.
“Cermati foto ini. Nampakkah sosok seorang Putri?â€
“Saribanilai?†Saya mengamati serius sambil menjawab ragu, namun juga yakin tentang legenda Putri Saribanilai yang pernah saya baca.
“Iya, banyak gambar orang di sini, dan silakan orang berimajinasi sendiri-sendiri.â€
Uda Irwan tersenyum, lalu mengirim hasil foto magis-nya itu ke HP saya. Makin liar imajinasi saya, terlalu banyak yang bisa saya tulis, bisa jadi apa saja nantinya.
Ah! Harau, kau memang luar biasa ‘mengganggu’
“Ayo Mbak, ke Sarasah Bunta, takut keburu malam, banyak sekali yang belum dilihat di sana!†ajak Pak Irwan membuyarkan imajinasi liar saya menjadi pemanjat tebing.
Bergegas kami masuk ke dalam mobil yang melaju ke arah kanan persimpangan lembah. Nampak beberapa homestay, villa, juga ada Insan Cendekia Boarding School Harau di kanan jalan.
Sementara di kiri jalan perbukitan dan tebing cadas, di mana ada Air tTrjun Rupih, dinamakan Rupih karena ada pohon rupihnya, yaitu sejenis pohon buah manggis hutan yang kulitnya bisa untuk asam kandis, rasa buahnya asam. Namun saya pun tak sempat melihatnya, karena lokasi telah kami lewati dan saya asyik melihat beberapa ekor kuda yang sedang merumput di area peternakan kuda, di sebelah kanan jalan. Ternyata para wisatawan juga dimanjakan naik kuda untuk keliling kawasan Lembah Harau. (Bersambung/gr)